Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2004-03-04 15:17:03    
Novelis Zhang Kangkang

cri

Zhang Kangkang adalah seorang pengarang wanita Tiongkok yang mendapat pujian dari kalangan kritikus sastra maupun dari pembaca. Walaupun karyanya tidak termasuk banyak, namun beberapa novel karyanya pada beberapa tahun akhir ini sangat sukses. Tak lama ini, ia dianugerahi Hadiah Sastra Wanita Tiongkok dengan novel "Zuonu". Novel itu tak lama lagi akan disinetronkan untuk ditayangkan di layar televisi.

Zhang Kangkang yang berusia 54 tahun, berpengalaman hampir sama dengan banyak pengarang kelompok usia itu. Ketika ia tamat dari sekolah menengah pada 1960-an, "Revolusi Kebudayaan" baru saja dimulai. Nasib pribadi pada masa itu ditentukan oleh gerakan-gerakan politik. Namun Zhang Kangkang yang berminat pada kesusasteraan pada waktu itu berpendapat, apabila ia memilih pengarang sebagai profesinya di masa depan, maka ia pasti akan memilih kehidupan yang sangat berbeda, kehidupan yang penuh dengan pengalaman yang berliku-liku dan mendebarkan. Maka menempuh kehidupan yang tak pernah disentuhnya di pedesaan nampaknya menjadi kesempatan baik bagi Zhang Kangkang untuk memperoleh bahan-bahan yang dapat dijadikan isi karya sastra pada masa mendatang. Ia mengatakan: "Saya meninggalkan kampung halaman Hangzhou pada usia 19 tahun dan diturunkan ke pedesaan di Timur Laut. Saya memang berminat pergi ke sana karena waktu itu saya penuh dengan fantasi atau ilusi. Kehidupan di Timur Laut sangat monoton. Namun dalam lubuk hati masih tersimpan ruang bagi diri saya. Pada sela bekerja, pikiran saya kadang-kadang melayang ke jalur cerita yang saya ciptakan. Dalam perjalanan usai bekerja, angin sepoi-sepoi membuat saya berangan berada dalam suasana tertentu novel Rusia. Pada waktu itu kesusastraan memberi inspirasi spiritual paling banyak kepada saya."

Selama 8 tahun di Timur Laut, Zhang Kangkang pernah berkecimpung dalam banyak pekerjaan seperti menjadi buruh batu bata. Walaupun kehidupan berbeda dari apa yang diangankan oleh Zhang Kangkang, namun ia tetap belajar banyak dari pengalaman selama masa itu. Kehidupan waktu itu menjadi bahan yang dijadikan isi novel setelah Zhang Kangkang menjadi pengarang profesional pada tahun 1980-an.

Sebagai pengarang wanita yang berpikiran halus dan tajam, Zhang Kangkang yang rasa seninya tajam pandai mengekspresikan jiwa tokoh novel dan memanifestasikan pikiran tokoh yang tersembunyi di dalam lubuk hati. Sementara itu, dibanding dengan pengarang wanita lainnya, karya-karya Zhang Kangkang mempunyai lebih banyak pemikiran bijak. Novel "Mitra Tersembunyi" yang diterbitkan pada tahun 1986 adalah salah satu karya representatifnya. Dalam novel itu, Zhang Kangkang dengan cara simbolis dan perumpamaan melukiskan "mitra tersembunyi" yang terdapat di lubuk hati manusia. Struktur cerita itu berbeda dengan novel biasa dan menitikberatkan reaksi kejiwaan tokoh terhadap peristiwa dan tindakan ekstern. Novel yang mementingkan analisis psikologis itu menunjukkan pengertian mendalam si pengarang terhadap sejarah, masyarakat dan kehidupan manusia. Novel "Galeri Asmara" yang diterbitkan pada tahun 1996 adalah salah satu karya penting Zhang Kangkang. Novel itu melukiskan cerita asmara yang terjadi antara sepasang ibu dan anak perempuan dengan seorang pelukis pria. Uraian mendalam tentang isi lubuk hati tokoh utama novel itu sempat menimbulkan kontroversi yang luas di antara pembaca.

Novel "Zuonu"atau Wanita Tak Tahu Diri terbit tahun lalu. Di luar dugaan pengarang, novel itu menjadi topik pembicaraan selama satu tahun. Novel itu masih menarik perhatian umum sampai saat dianugerahkan Hadiah Sastra Wanita Tiongkok kepada Zhang Kangkang baru-baru ini. Judul novel itu "Zuonu" dalam banyak dialek daerah Tiongkok ditujukan pada wanita yang mengusahakan kehidupan lebih baik dengan tak tahu diri, maka artinya negatif. Wanita-wanita "yang tidak tahu diri" yang dilukiskan dalam novel itu selalu bersemangat maju terus pantang mundur dalam mengusahakan kehidupan yang lebih baik tanpa tahu menyerah kepada nasib. Mereka berkarakter unik yang menuntut segala sesuatu yang baik dan berani menantang moral dan tata tertib sosial tradisional. Perilakunya pun sering dicela masyarakat. Tapi Zhang Kangkang berpendapt bahwa karakter kaum wanita itu mempunyai aspek positif dirinya sendiri karena memang memanifestasikan semangat yang tidak mau tunduk kepada nasib. Tokoh-tokoh dalam novelnya itu semuanya diciptakan berdasarkan pengalaman teman-temannya. Zhang Kangkang mengatakan: "Saya mempunyai banyak teman wanita, mereka penuh daya hidup dan semuanya berwatak pembangkang dan gagah berani. Gejala ini khusus menarik perhatian saya. Kaum wanita Tiongkok zaman sekarang pada kenyataannya terus berkembang dan perkembangan ini tidak bisa dihalangi."

Zhang Kangkang mengatakan, sejak memasuki tahun 1990-an, seiring dengan pelaksanaan reformasi dan politik terbuka terhadap dunia luar, peran kaum wanita Tiongkok semakin menonjol. Novel "Zuonu" justru mengekspresikan pandangannya terhadap kaum wanita Tiongkok zaman sekarang. Sebagai seorang pengarang wanita, ia bukan aktivis feminisme, tapi ia mendukung keharmonisan antara lelaki dan perempuan, kalau tidak, itu akan mengakibatkan malapetaka kepada masyarakat. Dan mungkin justru bertolak dari pikiran itulah, Zhang Kangkang berpendapat bahwa berpikir dan mendewasa dalam mengarang lebih penting daripada mengarang itu sendiri. Dikatakannya: "Saya tidak suka membenci kehidupan karena kebencian ini sangat mengerikan. Maka pengalaman saya dalam berkarya ialah bagaimana bertindak sebagai orang yang sehat. Karya sastra adalah produk sambilan, saya berharap dapat berkembang menjadi orang yang saya harapkan, orang yang tegar, yang murah hati dan bersahabat. Saya merasa sedang berangsur-angsur mendekati target itu melalui kegiatan mengarang, dan hal ini saya anggap lebih penting daripada menulis karya sastra."