Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2004-03-22 15:01:31    
"Akibat Lanjutan" Perang Irak Sedang Berkenbang

cri
Pada tanggal 20 Maret tahun lalu, Amerika Serikat tidak menghiraukan tentangan bagian terbesar anggota PBB dan dengan panji melawan terorisme dan pencegahan penyebaran nuklir, melancarkan serangan militer terhadap Irak dengan terang-terangan. Setelah satu tahun, Irak terperangkap dalam situasi kacau balau dan pergolakan yang tak ada taranya: tentara pendudukan menemui gangguan perang gerilya, pembangunan kembali politik dan ekonomi sangat sulit. Dipandang dari segi dunia secara keseluruhan, terorisme tidak hanya tidak dibendung, bahkan berkembang dalam lingkup dan intensitas, perang antiterorisme menghadapi kegagalan; kedua negara Amerika Serikat dan Inggris terperosok ke dalam keadaan yang sulit akibat skandal intelijen; unilateralisme dan kebijakan haus perang Amerika Serikat makin disangsikan orang. "Akibat Lanjutan" perang Irak tetap berkembang secara pokok, bisa diuraikan sebagai berikut:

Pertama, Amerika Serikat salah duga bahwa ia bisa memulihkan stabilitas Irak dengan sangat cepat dan memimpin penggantian kekuasaan politik Irak pascaperang sesudah rezim Saddam digulingkan. Tapi dewasa ini, pada derajat tertentu, Irak sudah menjadi medan perang gerilya di mana kekuatan anti AS beradu tenaga dengan tentara Amerika Serikat. Berbagai macam?kekuatan bersenjata anti Amerika Serikat dari berbagai latar belakang membuat Irak terperosok ke dalam kubang lumpur pembunuhan, teror dan kekerasan. Irak sudah menjadi daerah yang paling tidak aman di dunia. Meskipun Saddam sudah ditangkap beberapa bulan yang lalu, berbagai peristiwa serangan dan perusakan bertambah terus-menerus, keadaan kacau juga berlangsung terus, semua pekerjaan terlantar sehingga sulit dilaksanakan pembangunan besar-besaran. Sebenarnya, sesudah perang Iran- Irak dan sanksi selama 13 tahun, hidup rakyat Irak sudah serba sulit, sekarang hidupnya lebih susah lagi. Dalam keadaan dilema, Amerika Serikat mengumumkan penyerahan kekuasaan sebelum akhir Juni supaya melepaskan diri dari Irak secepat mungkin. Tapi apakah keadaan terkontrol bisa dijamin setelah penyerahan kekuasaan adalah tanda tanya yang besar.

Selanjutnya, kebanyakan opini umum Eropa berpendapat bahwa perang Amerika Serikat terhadap Irak menjadikan perang antiterorisme internasional yang bangkit setelah "9.11" menyimpang, dan menimbulkan keretakan dalam persekutuan antiterorisme internasional. Selama setahun ini, aksi terorisme internasional tidak hanya tidak menghilang dari pemandangan, sebaliknya meningkat frekuensinya, dan puncaknya berulang-ulang terjadi. Kaum teroris melakukan aksi teror terhadap Arab Saudi, Maroko dan negara-negara Arab lainnya yang pro Barat dan Indonesia, Turki dan negara-negara Islam lainnya satu per satu. Merajalelanya aksi terorisme dapat diketahui dari peristiwa peledakan bom serial yang terjadi di Madrid ibu kota Spanyol baru-baru ini. Dari serangkaian peristiwa ini, kami bisa mengetahui bahwa aksi terorisme internasional sedang berkembang ke arah yang lebih sistematis dan lebih tegas arah politiknya. Ketua Komisi Uni Eropa Romano Prodi menyatakan kepada surat kabar Italia pada tanggal 15 bahwa efek perang Irak adalah "negatif", terorisme internasional "dewasa ini, situasinya lebih merajalela daripada sebelum perang Irak". Ia juga berpendapat bahwa hanya dengan senjata saja tak bisa memecahkan masalah terorisme.

Ketiga, perang Irak dicetuskan oleh Amerika Serikat bersama beberapa negara secara ilegal, ini adalah pertama kali ia mempraktekkan teorinya yang dinamakan melakukan tindakan "mendahului lawan" terhadap "negara keji". Praktek ini membuat preseden buruk yang membolehkan secara sepihak dengan kekuatan bersenjata mengubah sifat kekuasaan politik negara yang berdaulat. Akibatnya yang tak langsung ialah memperdalam rasa krisis sejumlah negara, dan merangsang mereka terjun dalam perlombaan prsenjataan putaran baru, bahkan mencari senjata pembunuh massal.

Keempat, Amerika Serikat mencetuskan perang terhadap Irak dengan mengesampingkan PBB, hal tersebut tidak hanya merusak kewibawaan PBB, tapi juga merusak rangka dan standar keamanan internasional yang dibangun setelah Perang Dunia Kedua. Setelah mengalami serangkaian kegagalan, Amerika Serikat tak bisa tidak menahan diri dalam batas tertentu terhadap kekuatan unilateralisme dan haus perangnya sejak akhir tahun lalu, dan sekali lagi mencari keikutsertaan PBB dan kerja sama dengan negara-negara yang lain dalam pembangunan kembali. Tapi Amerika Serikat mengenakan pembatasan dengan ketat pada keikutsertaan semacam ini, karena itu, masyarakat internasional memainkan peranan terbatas dalam proses pembangunan kembali politik dan ekonomi Irak.

Kelima, perang Irak juga mengganggu hubungan sekutu tradisional antara Amerika Serikat dan Eropa secara mendalam. Jerman pertama kali mengatakan "tidak " terhadap Amerika Serikat sejak berakhirnya Perang Kedua. Menghadapi keadaan bahwa Prancis , Jerman dan negara-negara yang lain menentang perang dengan terang-terangan, Amerika Serikat sendiri membangkitkan kontradisi antara Eropa "baru" dan "lama" sehingga pembangunan integrasi Eropa dan tradisi bahwa Eropa menghadapi negara-negara luar Eropa "dengan satu suara" mendapat tantangan yang tak pernah ada sebelumnya. Banyak tokoh kalangan politik Eropa berpendapat bahwa pelajaran pahit dari perang Irak adalah "hanya apabila Eropa bisa menopang pandangannya terhadap masalah-masalah internasional dengan kekuatan milier yang kuat, Washington tidak akan mengabaikan kehadirannya." Ini adalah perwujudan pengertian bahwa Prancis dan Jerman mendorong pembangunan urusan pertahanan Uni Eropa secara independen sesudah perang Irak. Pers Eropa menganggap bahwa perang Irak adalah "garis pemisah" hubungan Eropa dan Amerika Serikat. Eropa menpunyai pengertian yang mendalam terhadap unilateralisme Amerika Serikat yang menganggap dirinya sendiri yang paling hebat. Perselisihan antara Eropa dan Amerika Serikat mengakibatkan perubahan kualitatif yang berangsur-angsur menjauhkan mereka satu dengan lainnya.