Nyanyian yang nyaring, kuat dan penuh semangat itu adalah dendang kerja tukang tambang yang membantu menarik kapal melalui bagian sungai yang dangkal dan sempit di hulu sungai Yangzi sungai terbesar di Tiongkok pada masa lampau. Sekarang pemandangan tukang tambang di hulu sungai Yangzi yang deras alirannya dan berbahaya itu sudah tidak kelihatan lagi, hanya dendang kerja mereka masih membekas dalam ingatan orang. Kini sudah tidak banyak yang bisa menyanyikan dendang kerja itu. Chen Banggui warga kota Chongqing Tiongkok barat daya adalah salah satu di antaranya. Bagi orang lanjut yang berusia 87 tahun itu, keadaan 70 tahun yang lalu masih segar dalam ingatannya. Ia mengatakan : " Waktu saya berusia 13 tahun, karena keluarga kami sangat miskin, lagi pula ibu dan ayah telah meninggal dunia, maka saya bekerja sebagai tukang perahu. Pekerjaan menarik kapal sangat berat, tapi saya suka menyanyikan dendang kerja, karena dalam lagu-lagu itu tercurah perasaan suka duka para tukang tambang perahu".
Dendang kerja yang dinamakan Chuan Jiang Haozi itu setelah turun-temurun tersiar di kalangan tukang perahu, kemudian berkembang menjadi sebanyak 26 macam, sedang ayairnya lebih banyak lagi. Waktu menarik kapal, para tukang perahu menyanyikan dendang kerja dengan kata-kata yang disusun sendiri sesuai dengan kondisi untuk mengutarakan suka duka dalam kehidupannya.
Dulu, tukang perahu adalah kelompok manusia yang hidup di lapisan terbawah masyarakat. Sekalipun hidup dalam kondisi serba kekurangan, tetapi Chen Banggui begitu mendengar dendang kerja tambang perahu, segera ia menjadi bersemangat. Ia bahkan pernah menjadi pemimpin dalam melantunkan dendang kerja. Chen Banggui menjadi tukang perahu selama 20 tahun dan isterinya mengasuh anak-anak di rumah pondok tepi sungai. Setiap kali mengenangkan penghidupan yang getir itu, mata Chen Banggui selalu berkaca-kaca.
"Kerja sebagai tukang perahu sangat berat. Isteriku juga dengan susah payah mengurus rumah tangga. Segala pekerjaan di rumah, betapapun berat dan kotor selalu dikerjakannya dengan rela. Karena penghasilanku sangat minim, maka ia harus membanting tulang mencukupi kebutuhan keluarga."
Setelah berdirinya Tiongkok baru pada tahun 1949, pemerintah menyediakan dana memperbaiki jalur pelayaran. Pekerjaan yang berat dan berbahaya seperti menarik kapal telah dilakukan dengan mesin atau listrik.Chen Banggui pun menjadi seorang buruh sebuah perusahaan kapal tambang kota Chongqing dan penghidupan sekeluarganya mengalami perbaikan.
Sekalipun penghidupan sebagai tukang perahu yang pahit sudah berakhir, tetapi ia merasa tidak bisa terpisah dari dendang kerja tukang perahu. Dendang itu sudah menjadi bagian dari kehidupannya. Kemudian setelah bisa membaca dan menulis, ia mengangkat dendang kerja tukang perahu ke atas panggung pertunjukkan. Pada tahun 1950-an dan 1960-an, sebagai musikus rakyat Chen Banggui pernah mengadakan pertunjukan ke Beijing dan diterima oleh pemimpin-pemimpin negara Tiongkok ketika itu antara lain Mao Zedong dan Zhou Enlai. Pada thun 1987, dendang tukang perahu bahkan dipentaskan ke luar negeri. Chen Banggui yang sudah lama pensiun sekarang tinggal bersama dengan anak-anaknya. Perasaannya terhadap dendang kerja masih tetap begitu dalam, sehingga setiap mendengar dendang itu ia tak dapat menahan emosi. ketika mendengar lagu itu. Ia mengatakan, sekarang syarat kerja tukang perahu sudah jauh lebih baik dan tak perlu membanting tulang di sungai yang deras dan berbahaya, maka dendang kerja tukang perahu juga jarang kedengaran. Ia sedikit merasa kecewa ketika menuturkan hal ini. Sekarang dendang kerja sudah meresap dalam kehidupan keluarga bekas tukang perahu itu. Saudara pendengar, dari rekaman berikut ini Anda akan dapat merasakan suasana konser keluarga Chen Bangui.
Dalam rekaman ini ada suara seorang gadis kecil, dia adalah cucu perempun Chen Banggui yang berusia 20 tahun dan belajar di sebuah universitas di Beijing. Ia mengatakan kepada wartawan, setiap hari raya, keluarga besarnya yang beranggota 20 orang berkumpul bersama. Ia dan anak cucunya bernyanyi bersama dalam suasana riang gembira. Berbicara tentang kakeknya yang candu akan dendangkerja tukang perahu, cucu perempuan Chen Banggui juga sedikit merasa kecewa karena dalam keluarganya tidak seorangpun yang mewarisi keahlian kakeknya dalam menyanyikan dendang kerja tukang perahu. Kunci masalahnya terletak pada kurangnya pengalaman kehidupan di masa lalu. Chen Banggui sendiri sadar akan hal ini dan ia berharap dendang kerja tukang perahu yang tulen bisa diwariskan kepada generasi muda.
Sekarang proyek tiga ngarai sungai Yangzi jauh sudah dimulai pembangunannya 10 tahun yang lalu. Chen Banggui sekalipun sudah berusia lanjut, tetapi tetap menaruh perhatian pada kemajuan pembangunan proyek tersebut. Selama beberapa tahun ini ia tak pernah berhenti menulis syair baru dendang kerja tukang perahu yang kaitannya dengan proyek tiga ngarai.
Saudara pendengar, pada penutupan acara kali ini, mari kita nikmati bersama dendang kerja baru tukang perahu yang diciptakan dan dinyanyikan oleh Chen Banggui bekas tukang perahu itu. Kata-kata lagunya menyenandungkan perubahan yang terjadi di jalur pelayaran tiga ngarai sungai Yangzi.
|