Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2004-04-03 16:50:12    
Minum teh yang kini menjadi suatu kebiasaan hidup di kota Beijing

cri

Sekarang di Beijing warung teh telah menjadi tempat banyak warga kota bertemu sahabat, berunding tentang bisnis atau berpacaran. Saudara pendengar mungkin mengetahui drama berjudul "warung teh" yang ditulis pengarang terkenal Tiongkok Lao She. Akan tetapi warung teh kota Beijing sekarang berbeda sama sekali dengan warung teh dalam karya yang ditulis oleh Lao She itu. Warung teh sekarang tidak seperti dulu menjadi tempat penduduk kota ngobrol sambil minum teh dengan mangkok besar, tetapi setapak demi setapak berubah menjadi tempat bersantai-santai yang mengutamakan seni teh dan perasaan.

Suatu sore wartawan CRI mengunjungi sebuah warung teh yang dinamakan Da Hong Pao yang berlokasi di distrik barat kota Beijing. Sekalipun warung teh itu tidak luas, tetapi diluarnya berparkir banyak mobil dan di dalamnya penuh dengan tamu. Warung teh yang bersuasana santai tersebut tidak saja menyediakan teh, tetapi juga mengadakan pertunjukan seni teh dan perkenalan tentang pengetahuan teh serta menyediakan dengan cuma-cuma alat rekreasi seperti berbagai macam catur dan kartu buker.

Seorang pelanggan warung itu bernama Zhang Li sering mengajak sahabat-sahabat minum teh di warung itu. Ia mengatakan kepada wartawan, warung teh itu bersuasana harmonis. Mengajak sahabat-sahabat berkumpul di situ untuk ngobrol hemat biaya. Seteko teh hanya beberapa puluh Yuan RMB.

Ia mengatakan pula, di Kota Beijing, tempat untuk bersantai-santai masih banyak jenisnya, misalnya bar dan diskotik, tetapi ia lebih suka warung teh yang bercorak kekuno-kunoan.

Banyak pengusaha Tiongkok membicrakan dan menyelesaikan bisnis di warung teh. Seorang Direktur perusahaan film dan televisi Beijng misalnya belum lama berselang justru mengajak mitra bisnisnya mengadakan perundingan tentang proyek kerja sama di warung teh Wu Fu yang berlokasi di Beijing bagian barat. Ia menganggap warung teh merupakan tempat sangat baik untuk mengadakan perundingan penduhuluan tentang bisnis.

Ia mengatakan, minum teh sambil nyobrol membantu dicapainya kesepakatan itu untuk mengonsultasikan urusan perdagangan.

Karena baiknya bisnis di warung teh, di kota Beijing kini dibuka banyak warung teh baru. Sekarang terdapat kira-kira 400 warung teh baik besar maupun kecil di kota Beijing.

Seorang pemilik warung teh bernama Zheng Xiang dulu bekerja di suatu perusahaan milik negara, kemudian ia meletakkan pekerjaan itu dan membuka warung teh setelah mengadakan survei terhadap keadaan konsumsi penduduk kota Beijing. Ia mengatakan, seiring dengan meningkatnya taraf kehidupan warga kota Beijing, kebutuhan spiritualnya juga bertambah. Teh adalah minuman tradisional dan bersangkut-paut dengan kebudayaan tradisional Tiongkok, maka teh menjadi hidangan sepanjang masa dan tak dapat digantikan oleh sesuatu dari barat.

Setelah mengunjungi beberapa warung teh di Beijing, wartawan CRI menemukan hampir semua warung teh menyediakan belasan bahkan puluhan macam teh untuk dipilih pelanggan dan pertunjukan seni teh oleh nona pelayan sangat mahir, sehingga memberikan kesan sangat unik kepada para tamu.

Menurut analisa, sejak pelaksanaan reformasi dan politik terbuka, orang Tiongkok sementara menyerap kebudayaan maju dari barat, juga semakin meningkat kesadarannya mengembangkan kebudayaan tradisional. Kebudayaan teh yang bersejarah 4 ribu tahun dan berakar mendalam di kalangan rakyat adalah salah satu intisari kebudayaan tradisional Tiongkok. Larisnya bisnis di warung teh sekarang juga mencerminkan kota Beijing yang semakin bertambah bangunan modernnya, dapat dikatakan merupakan suatu pencerminan padunya kebudayaan kuno dan kehidupan modern.