Bentrokan bersenjata di Irak yang semakin sengit selama satu minggu lalu membuat semakin banyak orang Amerika merasa khawatir kalau Amerika di Irak akan terjerumus dalam kesulitan seperti apa yang dialaminya di perang Vietnam, sementara itu sejumlah negara sekutu yang mengirim tentara mendukung perang Amerika terhadap Irak juga mulai goyah pendiriannya.
Sejak Amerika dan Inggris melancarkan perang terhadap Irak tahun lalu, kurang lebih 40 negara mengirim pasukan ke Irak dengan pertimbangan masing-masing dan membentuk apa yang disebut Amerika "persekutuan perang Irak". Akhir-akhir ini, memburuknya situasi keamanan di Irak membuat persekutuan tersebut menghadapi bahaya perpecahan bahkan cerai berai.
Pertama, memburuknya situasi keamanan di Irak juga menjadikan pasukan negara-negara sekutu itu sasaran serangan dan terpaksa terlibat dalam bentrokan bersenjata. Situasi tersebut menghadapkan pemerintah negara-negara itu pada tekanan yang lebih besar di dalam negeri. Semula ketika pemerintah negara-negara tersebut memutuskan untuk mengirim pasukan ke Irak demi memperkuat hubungan dengan Amerika atau untuk tujuan politik lain, keputusan tersebut ditentang oleh massa rakyat di banyak negara. Salah satu alasan terpenting pemerintah untuk meyakinkan masyarakat adalah pengiriman pasukan ke Irak bukan untuk ikut berperang, melainkan untuk ambil bagian dalam aksi kemanusiaan dan pembangunan kembali Irak. Dewasa ini, pasukan Ukraina di Kut, pasukan Bulgaria dan Polandia di Karbala, pasukan Spanyol di Najaf dan pasukan Italia di Nasiriya telah terlibat dalam pertempuran melawan kekuatan bersenjata Irak dalam taraf berbeda, dan mengakibatkan jatuhnya korban. Pasukan Ukraina bahkan terpaksa ditarik dari kota Kut. Terlibatnya pasukan dalam perang dan jatuhnya korban menghadapkan pemerintah negara-negara tersebut pada tekanan yang semakin besar di dalam negeri untuk menarik tentaranya dari Irak.
Kedua, kekuatan pertahanan banyak negara yang mengirim pasukan ke Irak tersebut jauh daripada kuat, dan jumlah pasukan yang dikirim juga tidak banyak. Ketika mengalami serangan bersenjata yang gencar, mereka terpaksa minta bantuan kepada pasukan Amerika.
Menurut rekaman video yang disiarkan oleh Stasiun Televisi Al-Jazeera Qatar kemarin, elemen bersenjata Irak telah menyandra 3 orang Jepang, dan mengancam para sandera itu akan dibunuh apabila Jepang tidak menarik pasukannya dari Irak dalam waktu 3 hari. Ini adalah peristiwa penculikan orang asing pertama yang mempunyai motif politik jelas. Meskipun pemerintah Jepang telah menyatakan tidak akan menarik pasukannya dari Irak karena peristiwa tersebut, tapi pemerintah Jepang yang mengirim pasukan ke Irak tanpa menghiraukan tentangan keras masyarakat di dalam negeri pasti akan menghadapi tekanan yang lebih besar.
Dewasa ini, meski Ukraina, Polandia dan negara-negara lain telah menyatakan tidak akan menarik tentaranya dari Irak, tapi dampak awal menghebatnya bentrokan bersenjata di Irak terhadap "persekutuan perang Irak" sudah tampak. Khazakhstan telah mengumumkan akan menarik pasukannya bulan depan sesuai jadwal; Selandia Baru juga menyatakan akan menarik pasukannya dari Irak sesuai rencana dan tidak akan mengirim pasukan lagi ke Irak; pihak militer Bulgaria juga menyatakan akan menarik pasukannya dari Irak. Sedangkan personil non-tempur yang dikirim Jepang dan Korea Selatan ke Irak telah menghentikan semua kegiatan dan umumnya mereka tidak akan keluar dari barak militer.
Analis berpendapat, di antara pasukan-pasukan yang dikirim ke Irak, jumlah tentara Amerika paling banyak, kurang lebih ratusan ribu orang, sedang jumlah anggota tentara Inggris, Italia, Polandia, Ukraina dan Spanyol di atas seribu orang. Maka ditinjau dari segi militer, penarikan pasukan sejumlah negara dari Irak tidak akan menimbulkan pengaruh besar. Tapi dampak politiknya tak boleh diremehkan. Perdana Menteri Spanyol yang baru terpilih Jose Zapatero dengan jelas menyatakan akan menarik tentaranya dari Irak sebelum akhir Juni mendatang. Kalau lebih banyak negara menarik pasukannya dari Irak, akan timbul situasi di mana pada kenyataannya hanya Amerika dan Inggris yang menduduki Irak. Dengan demikian, kedua negara tersebut akan lebih terkucil dalam masalah Irak. Sementara itu, seruan masyarakat internasional yang mendesak PBB mamainkan peran lebih besar dalam masalah Irak pasti akan makin gencar. Prospek politik Presiden Amerika Bush dan Perdana Menteri Inggris Tony Blair serta opini di kedua negara itu juga akan sangat terpengaruh oleh penarikan pasukan negara-negara lain.
Sudah tentu, situasi bentrokan bersenjata di Irak masih berkembang, semakin besar kemungkinan perpecahan "persekutuan perang Irak" secara parsial.
|