Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2004-05-06 16:30:34    
Pemerintah Bush Mencoba Memperbaiki Citra Amerika Yang Rusak

cri

Presiden Amerika George W. Bush kemarin menerima wawancara wartawan Stasion Televisi Arab mengenai masalah penganiayaan tawanan perang Irak oleh tentara Amerika dengan maksud meredam kemarahan dunia Arab. Sebelumnya, Pembantu Urusan Keamanan Negara Bush, Condoleezza Rice pernah menerima wawancara tiga stasion televisi Arab mengenai peristiwa yang sama. Para analis menunjukkan, peristiwa penganiayaan tawanan perang Irak telah memperburuk citra Amerika yang sebenarnya rusak di dunia Arab. Keterangan Bush ternyata ditujukan untuk memperbaiki citra Amerika yang rusak tersebut.

Dalam wawancara tersebut, Bush mencoba memperkecil masalah kelaliman tentara Amerika terhadap tawanan perang Irak yang menimbulkan kemarahan umum di dunia. Walaupun Bush menyatakan "membenci" kelaliman tentara Amerika terhadap tawanan perang Irak, namun bersamaan ia juga meminta rakyat Irak agar "harus menyadari" bahwa peristiwa yang terjadi di Penjara Abu Gharib di Baghdad tidak mewakili semua rakyat Amerika. Bush menyatakan akan melakukan pemeriksaan terhadap peristiwa tersebut dan menyeret pelakunya ke depan hukum. Akan tetapi, ia sama sekali tidak membicarakan sebab mendalam yang menimbulkan skandal tersebut, yaitu kebijakan pemerintah Amerika mengenai Timur Tengah serta sikap angkuh dan prasangka Amerika terhadap dunia Islam.

Condoleeza Rice dalam wawancaranya mengatakan, Amerika ingin memberi tahu kepada masyarakat internasional bahwa skandal penganiayaan tawanan perang Irak bukan suatu hal yang terorganisasi dan hanya merupakan insiden terkucil. Pejabat-pejabat penting lainnya pemerintah Bush juga bersilat lidah untuk membebaskan pemerintah Bush dari tanggungjawab yang harus dipikulnya. Mayor Jenderal tentara Amerika Geoffrey Miller yang dikirim dari Penjara Guandanamo, Kuba ke Irak untuk menangani kepenjaraan kemarin menandaskan, cuma sangat sedikit prajurit Amerika yang melakukan tindakan ilegal dan tanpa mandat di Penjara Abu Gharib. Tindakan itu tidak hanya melanggar kebijakan Amerika, juga melanggar patokan perilaku dan prinsip Amerika selaku anggota masyarakat internasional.

Para analis menunjukkan, sentimen kemarahan akibat peristiwa penganiayaan tawanan perang Irak sekali-kali tak bisa diredam melalui pernyataan simpati yang dikeluarkan oleh Bush. Melalui peristiwa penganiayaan tawanan perang Irak, negara dan rakyat Arab sekarang menyadari lebih jelas watak politik Amerika tentang Timur Tengah dan tujuan sejati Amerika untuk melancarkan perang Irak, perang antiterorisme serta melaksanakan "Rencana Demokrasi Timur Tengah Raya". Media pers sebagian negara Arab dalam komentarnya baru-baru ini berpendapat, apa yang dilakukan oleh Amerika di kawasan Timur Tengah justru untuk mengontrol kawasan strategis tersebut dan merampok sumber minyak bumi yang melimpah di kawasan tersebut. Amerika melancarkan perang Irak juga sekali-kali tidak bertujuan untuk menghapuskan senjata pemusnah massal dan memukul terorisme, lebih-lebih bukan untuk "membebaskan" rakyat Irak. Tentara Amerika dengan tindakan semau-maunya mempermalukan dan menganiaya tawanan perang sepenuhnya menunjukkan sikap angkuh dan kesombongan bukan main tentara pendudukan Amerika. Peristiwa itu juga telah membelejeti kedok demokrasi, kebebasan dan hak asasi manusia yang dikhotbahkan oleh Amerika. Opini Arab umumnya menuntut pembentukan komite pencari fakta dan tribunal internasional yang independen untuk memeriksa dan mengadili peristiwa penganiayaan tawanan perang Irak. Sebagian media pers juga menghimbau dunia Arab agar bangkit kembali dari peristiwa itu.

Menurut para analis, timbulnya sentimen tidak senang dan kemarahan baik di pihak resmi, kalangan sipil maupun media pers di dunia Arab, pemicunya tak pelak lagi adalah peristiwa penganiayaan tawanan perang Irak. Namun sebab yang mendalam adalah meledaknya secara besar-besaran sentimen tidak senang, membenci, bahkan memusuhi Amerika yang sudah lama tertanam di dunia Arab dalam masalah bentrokan Palestina-Israel, perang Irak, perang antiterorisme dan demokrasi Timur Tengah. Dapat diramalkan bahwa apabila Amerika tidak mengubah kebijakan mengenai kawasan Timur Tengah, maka emosi perlawanan antara Amerika dan dunia Arab akan semakin meruncing dan ini ternyata bertentangan dengan target Amerika untuk mengadakan reformasi demokrasi di Timur Tengah.