Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2004-06-16 14:43:44    
Mengenal Putri Hui'an di Quanzhou

cri
Kota Quanzhou yang terletak di pantai tenggara Tiongkok adalah kota terkenal di Tiongkok yang banyak warganya merantau di luar negeri. Kota ini memiliki sumber daya wisata yang melimpah dengan pemandangan pantai yang indah serta peninggalan sejarah dari belasan agama antara lain Taoisme, Buddha, Islam, Kristen dan lain-lain sehingga dijuluki sebagai Museum Agama Dunia. Selain itu, di Quanzhou terdapat kelompok masyarakat wanita yang terkenal di dalam dan luar negeri dengan busana dan adat perkawinan yang khas. Nah, dalam Ruangan Bertamasya di Tiongkok edisi ini, saudara akan kami ajak mengenal kehidupan mereka.

Di pantai Kabupaten Hui'an Kota Quanzhou, wisatawan sering menjumpai wanita desa yang kelihatan aneh cara berpakaiannya. Mereka mengenakan kerudung kembang dan caping besar di kepala, menutup hampir separoh mukanya. Pakaian atas yang mereka kenakan sangat pendek dan kecil, hanya menutup bagian pusar, tapi celana warna hitam sangat lebar. Yang paling mencolok ialah tali pinggang aneka warna atau terbuat dari perak yang lebar atau sempit di pinggang mereka. Cara berdandan wanita Hui'an yang khas itu mengundang perhatian banyak ilmuwan untuk mempelajarinya. Dan citra mereka pun muncul di kulit muka buku, majalah dan surat kabar seiring dengan kedatangan para pengarang dan juru foto sehingga mereka dikenal semakin luas di dunia dan menjadi lanskap budaya melengkapi obyek wisata di kota Quanzhou.

Wisatawan yang berkunjung di Quanzhou kebanyakan ingin menyaksikan putri Hui'an untuk mengetahui rahasia berdandan mereka. Mengenai caping yang dikenakan putri Hui'an, pemandu wisata Zhan Chongping mengatakan, lebih seratus tahun yang lalu, putri Hui'an tidak mengenakan caping. Waktu itu, putri Hui'an yang baru menikah dan belum mempunyai anak selalu menutup mukanya dengan kain kasa warna hitam ketika bepergian agar parasnya tidak dilihat oleh orang asing. Penutup muka itu baru ditanggalkan menjelang tidur. Sejalan dengan perkembangan masyarakat, kesempatan putri Hui'an untuk ambil bagian dalam kerja semakin banyak, maka merekapun mulai belajar dari wanita di daerah-daerah lain dengan mengenakan caping untuk melindungi diri dari terpaan hujan dan angin. Sejak itu, putri Hui'an yang langsing semampai dengan mengenakan caping menjadi pemandangan khas di pantai Quanzhou. Yang lebih menarik ialah, ada rahasia yang tersimpan dalam kebiasaan gadis-gadis Hui'an mengenakan caping sepanjang hari.

Zhan Chongping mengatakan, di dalam caping tersimpan banyak barang-barang kecil seperti cermin, sisir, foto dan lain sebagainya. Karena baju kami tidak ada sakunya, maka semua barang kami simpan di caping. Dulu waktu kami bekerja, upah yang kami terima juga disimpan di dalam caping. Maka caping berfungsi pula sebagai dompet.

Berbicara tentang perubahan yang terjadi pada pakaian putri Hui'an, Zheng Wenwei yang dilahirkan di Hui'an mengatakan, berhubung wanita di Hui'an sering bekerja di tepi laut, maka untuk keleluasaan bekerja, lengan baju mereka pendek dan sempit, baju atas juga pendek. Celana yang lebar lebih mudah disingsingkan ketika turun ke laut. Ini sangat praktis bagi mereka yang bekerja di tepi laut. Dilihat dari segi estetika, warna kuning pakaian dan hiasan mereka mewakili warna pasir di pantai dan sinar matahari, biru mewakili langit dan laut, sedang putih mewakili awan putih dan buih ombak.

Di Quanzhou, wisatawan akan merasa beruntung kalau kebetulan menjumpai upacara perkawinan putri Hui'an yang sangat istimewa. Dulu, perkawinan putri Hui'an diborong oleh orangtua mereka. Sebelum dinikahkan, putri Hui'an dan bakal suaminya belum pernah bertemu, bahkan tidak tahu di mana calon suami atau istrinya tinggal. Yang lebih aneh ialah, sejak hari keempat setelah pernikahan sampai menjelang lahirnya anak mereka, putri Hui'an harus tinggal di rumah ibunya. Dalam waktu sepanjang tahun hanya beberapa hari tinggal bersama suaminya. Lagi pula, bahkan selama beberapa hari itu, putri Hui'an juga pergi menginap di rumah suami hanya setelah hari menjadi gelap dan harus bergegas pulang ke rumah ibunya sebelum hari menjadi terang, dan muka harus ditutup dengan kerudung kain kasa. Hanya setelah anak mereka lahir, putri Hui'an baru boleh tinggal permanen di rumah suami dan membangun keluarga dalam arti kata sesungguhnya. Berhubung adanya adat seperti itu, pernah terjadi di Quanzhou sepasang suami istri tidak pernah melihat jelas wajah masing-masing meski telah menikah selama beberapa tahun. Adat yang aneh seperti itu sangat jarang dijumpai di Tiongkok.

Wanita Hui'an Wu Shuqin yang terlah berusia lebih 60 tahun mengatakan, saya menikah pada usia 20 tahun dan melahirkan anak pada tahun berikutnya. Saya tinggal di rumah suami setelah punya anak. Seorang istri tidak boleh tinggal di rumah suami kalau tidak punya anak. Keluarga baru dibangun setelah tinggal di rumah suami.

Adat perkawinan lama seperti belenggu di masa lalu itu sudah tidak berlaku lagi, namun suatu kebiasaan masih dipertahankan sampai sekarang yakni ketika putri Hui'an dinikahkan, rambutnya harus dirias secara khusus.

Pada hari pernikahan, putri Hui'an harus bangun pagi-pagi dan dirias rambutnya dengan dibantu oleh 5 atau 6 teman putri. Rambut mempelai wanita dihias dengan pita sutra warna warni dan dipasangi bola kecil terbuat dari pita sutra merah. Merias rambut seperti itu memakan waktu tiga sampai empat jam. Konon, dandanan rambut seperti itu adalah untuk mengawasi mempelai wanita. Dulu, mempelai wanita akan pulang ke rumah ibunya tiga hari setelah pernikahan. Mempelai wanita akan diledek teman-temannya kalau didapati ia pulang dengan rambut yang sudah tidak rapi. Maka, agar rambut tetap rapi, mempelai wanita selama tiga hari setelah pernikahan tidak berani tidur berbaring dan berupaya untuk tidak satu ranjang dengan suaminya. Putri Hui'an sampai sekarang masih gemar membuat riasan rambut yang rumit seperti itu pada hari pernikahan, namun semata-mata untuk kecantikan dan untuk memberi warna yang tak terlupakan pada upacara perkawinan.

Busana yang khas dari putri Hui'an serta adat perkawinan mereka merupakan fokus perhatian para wisatawan. Banyak rahasia yang tersimpan di balik adat istiadat mereka menarik minat wisatawan untuk menyaksikan dari dekat putri Hui'an di Quanzhou. Lebih baik menyaksikan sendiri daripada mendengar seratus kali. Nah, kalau anda berkunjung ke Quanzhou, sempatkan diri untuk menyaksikan keistimewaan putri Hui'an.

 

(Nansa)