Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2004-09-15 13:48:31    
Kaiyang

cri

Provinsi Guizhou yang terletak di Tiongkok barat daya banyak bukit dan gunungnya, begitu pula di sekitar ibukotanya, Guiyang.

Berangkat dari Guiyang, satu jam lebih perjalanan dengan mobil sampailah kami di Kaiyang. Sepanjang perjalanan, pemandangan pedesaan dengan rumah-rumah petani yang terselip di antara bukit dan pepohonan hijau melintas di luar jendela mobil dan angin yang sejuk menghalau rasa kantuk.

Sesampai di kota Kaiyang, setelah istirahat sebentar kami berjalan-jalan menyusuri jalan dan gang di kota ini. Ternyata bangunan-bangunan di kota ini sudah mengalami banyak perubahan dibanding dulu. Namun, di pinggiran kota, masih bisa ditemukan rumah-rumah bata dengan atap genteng tersebara di sana sini. Tapi di daerah bagian pusat kota, yang tampak lebih banyak adalah bangunan-bangunan modern. Di malam hari, toko-toko di kedua sisi jalan terang gemerlapan, terdengar para pemilik toko dengan suara keras menawarkan dagangannya. Sinar lampu neon warna warni salon kecantikan dan tempat hiburan Karaoke menghias pemandangan di malam hari.

Kota Kaiyang yang sudah bersejarah lebih 1.300 tahun itu luasnya sekitar 2.000 km persegi. Kota ini tampak rimbun dan udara sejuk, tingkat lingkupan hutan mencapai 45%, suhu rata-rata sepanjang tahun 16 derajat Celsius.

Kaiyang tergolong topografi karst yang tipikal dengan dikelilingi bukit-bukit yang bentuknya aneh, banyak lembah yang dalam, sungai di bawah tanah, air terjun dan goa karst. Berjalan di tengah bukit dan hutan di Kaiyang seolah berkelana di tengah pigura.

Di antara begitu banyak lanskap alam yang indah di Kaiyang, Lembah Nanjiang adalah obyek wisata yang cukup menarik. Mengeni lembah besar itu, Direktur Utama yang menangani pengembangan obyek wisata lembah tersebut, Zhao Weijia mengatakan,"Lembah Nanjiang di Kaiyang panjangnya 14 kilometer, 16 kilometer dari kota kabupaten. Di lembah ini terdapat banyak bukit yang terjal dan curam. Lembah yang paling dalam mencapai 390 meter. Ada 80 lebih lanskap alam di lembah itu. Selain itu terdapat pula lebih 40 air terjun dalam aneka gaya, yang paling tinggi beda permukaan airnya mencapai 150 meter lebih."

Untuk memasuki daerah pemandangan itu harus menggunakan perahu, begitu pula untuk keluar. Dengan menumpang perahu berkeliling di tempat pemandangan itu kami menyaksikan gunung tinggi, tebing terjal, lembah dalam dan aneka air terjun, sungguh menarik.

Kaiyang meski tidak terlalu luas, namun merupakan tempat yang banyak melahirkan sajak dan prosa terkenal. Hanya dalam dekade terakhir ini saja, lebih dari 3.000 karya sajak dan prosa buah tangan lebih 200 pengarang kota Kaiyang dimuat majalah sastra Tiongkok yang utama.

Seorang wisatawan dari Daerah Otonom Mongolia Dalam, Tiongkok utara, Xue Yi mengatakan,"Saya sangat terkesan oleh begitu banyak pengarang sajak dan prosa di kota ini. Di antara pengarang-pengarang itu terdapat petani, kader, siswa dan lain-lain. Di kota ini terasa nuansa budaya yang kental."

Di kota Kaiyang, kami bertemu dengan seorang nenek tua dari Beijing, Cheng Youzhu namanya. Meski sudah uzur, namun ia tampak sangat bersemangat. Ia mengatakan, pemandangan indah di kota ini dengan mudah memberi ilham kepada pengarang untuk menciptakan bait-bait sajak dan prosa. Dikatakannya,"Gunung dan bukit di sini sangat unik, kebanyakan dari batu, bentuknya yang beragam sangat berirama."

Di Kaiyang, selain pemandangan gunung yang unik, wisatawan akan sangat terkesan pula oleh pemandangan hutan, sungai di bawah tanah, goa karst serta berbagai bangunan yang berciri khas etnis menoritas, juga budaya khas dan adat istiadat warga setempat yang polos dan kental, mencuatkan semacam nuansa puitis yang indah.

Tanggal 6 bulan 6 adalah hari raya tradisional etnis Buyi, salah satu penduduk utama daerah itu. Pada hari raya itu, desa-desa etnis Buyi diliputi suasana riang gembira. Setiap keluarga sibuk mengadakan pembersihan rumah dan mempersiapkan makanan untuk hari raya. Warga desa, baik laki-laki maupun wanita, tua atau muda, mengenakan pakaian lengkap mengikuti kegiatan perayaan yang meriah di desa.

Tanggal 6 bulan 6 juga saat kaula muda etnis Buyi berpacaran di tempat-tempat sepi dengan menyanyikan lagu asmara sahut menyahut. Kegiatan itu berlangsung selama tiga hari. Meski sejalan dengan perkembangan masyarakat, banyak kaum muda merantau mencari pekerjaan di daerah lain, namun adat istiadat etnis Buyi antara lain nyanyi bersahut-sahutan yang khas itu masih dipegang kukuh dan berlangsung setiap tahun.

(Nansa)