Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2004-10-14 21:55:40    
Asal Usul Nama Bangsa Tionghoa

cri

Sebagaimana diketahui, setiap orang mendapat namanya begitu dilahirkan dan nama itu biasanya akan mendampinginya seumur hidup. Nama sebenarnya memainkan peran panggilan untuk membedakan satu sama lain. Namun pada zaman kuno Tiongkok, nama mempunyai arti yang lebih banyak daripada itu.

Selama sejarah Tiongkok, kebudayaan nama Tiongkok merupakan salah satu mata rantai penting dalam kehidupan material dan kehidupan spiritual bangsa Tionghoa, dan memainkan peran penting dalam bidang politik, kebudayaan dan kegiatan sosial. Data arkeologi membuktikan, jauh pada satu juta tahun yang lalu, orang Tionghoa sudah berkembang biak di tanah airnya yang bersejarah lama, namun sejarah bagi "marga" atau nama keluarga bangsa Tionghoa baru muncul pada masyarakat matriarkat pada 5 atau 6 ribu tahun yang lalu. Salah satu tanda khas masyarakat matriarkat ialah wanita berperan dominan dalam penanganan urusan intern. Sementara itu, berbagai etnis melakukan kawin campur, sedangkan di dalam etnis dilarang kawin. Pelaksanaan sistem perkawinan itu memerlukan cara dan tanda untuk membedakan anggota mana yang mempunyai hubungan darah langsung dan tidak, dengan demikian lahirlah tanda identifikasi bagi sesama saudara yang berhubungan darah sama, yakni "marga".

Menurut hasil penelitian Gu Yanwu, seorang sarjana yang hidup pada zaman Dinasti Qing, dinasti terakhir dalam sejarah Tiongkok, di Tiongkok seluruhnya terdapat 22 marga yang bersejarah paling lama, tapi kemungkinan besar banyak marga yang lain sudah hilang dalam sejarah seiring dengan lenyapnya etnis di mana marga itu bergabung. Sementara itu, marga-marga yang dapat diwariskan juga mengalami perubahan sangat besar. Kira-kira pada 4 sampai 5 ribu tahun yang lalu, Tiongkok mulai memasuki masyarakat kelas tanpa melalui masyarakat patriarkat setelah melewati masyarakat matriarkat. Salah satu tanda pokok untuk masa peralihan itu ialah, saling pengaruh dan saling perlawanan antar berbagai entis terjadi semakin kerap sehingga muncul konfigurasi menang dan kalah, yaitu terbentuklah masyarakat kelas. Seiring dengan munculnya masyarakat baru itu, banyak anggota sosial yang berjasa dianugerahi tanah dan diizinkan membuka daerah hidup yang baru dengan membawa famili, bawahan dan tawanan perangnya. Orang-orang itu berasal dari berbagai marga dan setelah menetap di satu daerah yang baru, mereka diberikan tanda baru yang berhubungan dengan daerah di mana mereka menetap, yaitu shi dalam bahasa Tionghoa, yang artinya hampir sama dengan "marga".

Pada abad ke-3 Sebelum Masehi, Negara Qin berhasil menyatukan Tiongkok. Setelah itu, marga yang berasal dari masyarakat matriarkat dan shi yang berasal dari masyarakat patriarkat mulai bergabung. Setelah itu dalam masyarakat feodal selama dua ribu tahun lamanya, dinasti lama terus digantikan oleh dinasti yang baru untuk puluhan kalinya dan setiap kali pasti akan melahirkan pangeran baru di tempat yang baru, sehingga melahirkan pula marga yang baru. Pada masa itu, marga menjadi tanda kedudukan kelas dan terbentuklah kebudayaan khas sekitar marga dan nama. Kebudayaan itu diwarisi turun temurun dan tradisi untuk mencari nenek moyang yang tertanam dalam lubuk hati orang Tionghoa adalah daya kohesi bagi bangsa Tionghoa.

Sampai sekarang masyarakat Tionghoa di luar negeri masih mempunyai tradisi untuk mencari nenek moyangnya di Daratan. Pada tahun-tahun belakangan ini, kebudayaan nama Tiongkok, sebagai hasil sejarah telah dianggap sebagai khazanah untuk mempelajari sejarah lama bangsa Tionghoa. Pada pokoknya, serentetan tanda pada masyarakat zaman kuno Tiongkok semuanya termanifestasi melalui kebudayaan nama dan itulah salah satu sebabnya mendapat perhatian semakin tinggi kalangan sarjana.