Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2004-10-20 11:06:27    
Heshun

cri

Di Provinsi Yunnan, Tiongkok barat daya ada sebuah kabupaten kecil, Tengchong namanya. Kabupaten yang berbatasan dengan Myanmar ini dulu adalah kota jade atau batu giok yang terkenal di dunia. Dalam waktu 500 tahun lebih yang lalu, sejumlah besar jade dari Myanmar diolah di kota ini, kemudian dikirim ke berbagai pelosok dunia. Kekayaan dan peluang bisnis yang besar memikat lelaki di kota ini merantau jauh ke negara lain untuk melakukan bisnis jade. Setelah bertahun-tahun berlalu, warga Tengchong yang telah melawat ke mancanegara itu kembali ke kampung halaman dan mendirikan bangunan-bangunan yang mengkombinasikan arsitektur gaya Tiongkok dan Barat di kota ini. Di Kecamatan Heshun, 4 kilometer dari kota Tengchong sampai sekarang masih terdapat banyak bangunan seperti itu.

Berangkat dari Tengchong dengan mobil, belasan menit sampailah kita di Kecamatan Heshun. Melewati sebuah jembatan, dari jauh tampaklah desa yang bergaya antik itu. Desa itu tidak besar, namun terdapat sejumlah bangunan tua yang masih terpelihara baik.

Heshun adalah sebuah desa kecil yang berpenduduk ribuan orang. Di desa kecil itu, hampir setiap keluarga mempunyai rumah dan halaman yang luas, dan setiap keluarga mempunyai kelenteng kecil untuk menyembahyangi leluhur. Bangunan-bangunan itu megah, menggunakan bahan bermutu dan sangat halus buatannya. Di sebuah keluarga, kami terkagum-kagum menyaksikan jendela rumah yang berukir indah dengan menggunakan seratus lebih cara mengukir dan tidak ada yang sama. Struktur dan hiasan bangunan-bangunan itu kebanyakan mengkombinasikan arsitektur gaya Tiongkok dan Barat, ada yang berbentuk pintu lengkung Eropa, ada yang mempunyai kubah dan ada pula gaya bangunan rumah yang sering dijumpai di Asia Tenggara.

Dong Ping, seorang pengarang setempat mengatakan, setelah menjadi kaya dengan berbisnis di luar, warga Heshun biasanya membangun rumah di kampung halaman. Dikatakannya,"Mereka selain membangun rumah untuk anak dan cucunya, juga membangun kelenteng leluhur dan kuil dengan harapan para dewa dapat memberikan lebih banyak perlindungan kepada keluarganya."

Warga Heshun yang merantau jauh melakukan bisnis jade, setelah menjadi kaya kebanyakan membangun rumah dan membeli tanah di kampung halaman untuk membalas budi orangtua serta istri dan anak-anak yang menunggu kepulangan mereka. Berhubung mereka telah mengunjungi banyak negara, maka rumah yang mereka bangun sedikit atau banyak menyerap gaya arsitektur Barat, bahkan banyak keperluan rumah tangga mereka beli dari negara-negara lain. Konon, warga Heshun telah membawa pulang ratusan jenis barang dari lebih 30 negara dengan menggunakan kuda sebagai kendaraan.

Li Chunbaa turun temurun tinggal di Kecamatan Heshun. Di rumahnya terdapat banyak barang yang berasal dari luar negeri. Sambil menunjuk barang-barang itu, ia mengatakan,"Semua kaca itu berasal dari Inggris, peti besi yang itu dari Jerman, jeriken itu dari Inggris, sedang tong air dan wastafel buatan Jepang."

Namun, yang mengejutkan ialah rumah-rumah mewah itu kebanyakan tidak ada penghuninya, melainkan dirawat oleh kerabat atau sahabat pemiliknya. Pasalnya, sebagian besar pemilik rumah-rumah itu sejak dulu sudah hijrah ke Myanmar, Amerika, Kanada, Thailand dan negara-negara lain. Hanya pintu rumah yang catnya sudah banyak terkelupas serta tiang penambat kuda mengingatkan kita keadaan di mana tuan rumah kenambatkan kudanya dan keluar masuk rumah. Sedang pegangan pintu dari besi yang sudah karat dan gembok buatan setengah abad lalu seolah memberi tahu kita bahwa tuan rumah sudah lama sekali meninggalkan rumahnya.

Yin Cuiben adalah seorang penjagaa rumah. Setiap hari ia datang melihat-lihat rumah tua yang diserahkan kepadanya untuk dijaga itu. Ia mengatakan,"Pemilik rumah ini bernama Li Xingxiang, adalah paman ipar saya. Rumah yang sudah berusia 78 tahun ini kosong, pemiliknya hijrah ke Myanmar. Setiap hari saya datang merawat tanaman bunga dan berkeliling memeriksa rumah ini."

Warga Heshun yang melanglang buana selain membawa pulang jade dan rumah mewah, membawa pulang pula ideologi baru, budaya baru dan cara hidup baru ke kampung halamannya. Jauh satu abad lebih yang lalu, di kecamatan ini sudah ada studio foto, klinik, teater drama, kesebelasan sepak bola dan lain sebagainya. Ada pula warga yang membawa pulang mesik cetak untuk menyelenggarakan percetakan, bahkan ada yang membangun taman di depan rumahnya. Di antaranya, yang paling terkenal adalah Perpustakaan Heshun yang dibangun dengan uang dan buku sumbangan para pemuda Heshun yang merantau di Myanmar. Perpustakaan tersebut pada waktu itu adalah bangunan yang paling tinggi dan paling bagus di Heshun. Seperti bangunan-bangunan lainnya, perpustakaan itu bergaya asing, pintunya pun khusus didatangkan dari Inggris.

Perpustakaan Heshun sekarang meski tidak begitu gemilang seperti di masa lalu, namun tetap merupakan pilihan pertama warga setempat sekarang ini untuk membaca buku dan surat kabar. Di ruang baca, tampak tempat duduk sudah penuh oleh pembaca. Sedang di ruang lainnya, puluhan komputer berjajar rapi siap melayani para tamu.

Telah menjadi kebiasaan warga Heshun untuk menyumbang uang atau buku untuk melengkapi perpustakaan itu. Sejak perpustakaan itu dibangun sampai sekarang, sumbangan tak pernah berhenti mengalir. Kini, koleksi buku perpustakaan itu sudah mencapai lebih 70.000 jilid. Direktur perpustakaan, Chun Shichang mengatakan,"Perpustakaan Heshun bagai pelita budaya di daerah perbatasan Yunnan barat dan sampai sekarang masih memperlihatkan vitalitasnya. Selama puluhan tahun ini, perpustakaan tersebut belum pernah tutup." Demikian kata Chun Shichang.