Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2004-10-25 14:41:23    
Surat dari Beijing :
Ramadhan Kareem di Beijing

cri

Beijing saat ini sedang memasuki musim pra gugur, meskipun daun-daun dan bunga-bunga di pepohonan masih tampak utuh dan berkembang dengan cerianya, akan tetapi perubahan udara sudah berlangsung sejak beberapa minggu lalu. Kadang sejuk, dingin, dan hangat. Namun, sejak beberapa minggu lalu, banyak warga yang sudah memakai pakaian tebal atau jaket untuk menyelimuti badan dari hawa dingin yang seakan-akan menusuk tulang rusuk itu.

Dan di musim pra gugur ini, kebetulan umat Islam bertemu kembali dengan bulan suci Ramadhan, di mana seluruh umat diwajibkan untuk berpuasa selama satu bulan penuh, begitu pula dengan muslim di Tiongkok. Tiada perbedaan yang mencolok antara muslim di Tiongkok maupun di negara-negara lain dalam melaksanakan puasa ini. Kemungkinan suasananya saja yang sedikit berbeda jika dibandingkan dengan Indonesia yang mayoritas beragama muslim, atau bisa dikatakan Indonesia sebagai negara yang pemeluk agama Islamnya hampir 90%. Jadi wajar saja jika suasana bulan puasa lebih terasa dan mengharu biru, lengkap dengan bedug sahur, asmara subuh, penjual makanan dadakan, harga-harga yang tiba-tiba melambung tinggi, baik sandang, pangan, dan transportasi, lebih-lebih pada saat warga hendak mudik ke kampung halaman masing-masing, maka jauh-jauh hari harus sudah memesan tiket jika tidak ingin kehabisan. Fenomena seperti ini sudah biasa dari tahun ke tahun. Seperti pada saat saya berada di Medan dulu. Ada satu jalan atau tepatnya suatu simpang, yang diberi nama Simpang Laksana di daerah Kota Matsum IV, ini sangat terkenal di Medan dengan jualan dadakannya yang hanya digelar pada saat bulan puasa. Para pedagang menggelar segala jajanan, mulai dari jajanan pasar hingga lauk-pauk untuk berbuka puasa, suasana keramaian tersebut sudah menjadi hal yang biasa, hingga macet pun tidak dapat dihindari. Keramaian yang hanya berlangsung selama satu bulan itu tetap dirindui oleh seluruh warga di Medan yang datang dari segala penjuru, meski lokasi rumah mereka jauh dari pusat jajanan tadi, tapi sepertinya tidak afdol jika tidak membeli jajanan berbuka di Simpang Laksana, nah bagaimana dengan Beijing sendiri? Adakah kisah-kisah unik seperti tadi ?

Agama Islam masuk ke Tiongkok sejak 1350 tahun yang lalu, umat muslim di negeri ini sekarang telah mencapai 20 juta 300 ribu orang. Etnis-etnis minoritas Tiongkok yang beragama Islam adalah etnis Hui, Uigur, Hasak, Kerkez, Uzbek, Tatar, Tajik, Dongxiang, Sala, dan Bao'an. Mereka terutama tersebar di Ning Xia, Qing Hai, Gan Su, Xin Jiang, dan Shan Xi di daerah barat laut dan Yunnan di daerah barat daya, serta He Bei, He Nan, Shan Dong, dan Mongolia Dalam (Inner Mongolia) dan propinsi atau daerah lainnya. Rakyat etnis Han, Tibet, Mongolia, Dai, dan Bai di Yunan juga ada yang memeluk agama Islam, akan tetapi jumlahnya tidak banyak. Mereka semuanya adalah salah satu anggota dalam keluarga besar Muslim Tiongkok.

Namun dari seluruh etnis yang disebutkan di atas, etnis Hui adalah salah satu etnis yang warganya kebanyakan memeluk agama Islam yang berkembang di peluaran kota Sanya, propinsi Hainan, yang berlokasi di paling ujung selatan Tiongkok. Seluruh penduduk atau warga di kota ini, umunya berasal dari etnis Hui. Jumlah mesjid di wilayah tersebut lebih banyak dibandingkan dengan kota-kota lain di Tiongkok dan ajaran Islam juga diajarkan secara keras di daerah ini.

Desa etnis Hui kota Sanya pulau Hainan itu mempunyai bangunan-bangunan yang bergaya khas Islam. Di Tiongkok, penduduk etnis Hui kebanyakan bermukin di daerah bagian barat dan propinsi Yunnan dan Henan. Tetapi desa tersebut kini telah dipadati oleh warga etnis Hui yang beragama Islam sekitar lebih kurang 7 ribu jiwa, dibandingkan dengan kota Sanya yang berpendudukan sekitar 500 ribu jiwa, warga Hui termasuk etnis yang berpendudukan dalam jumlah kecil.

Sedangkan di Beijing sendiri, pusat agama Islam atau tepatnya tempat di mana komunitas muslim Hui bermukim dan bermula terdapat di jalan Niu Jie. Di jalan ini banyak bisa kita temui warga muslim dan di dekat jalan ini juga bisa kita jumpai Persatuan Islam Tiongkok yang didirikan beberapa tahun silam. Selain itu juga jalan ini adalah salah satu jalan terkenal di Beijing karena jumlah komunitas muslim yang menetap di sini terbesar di Beijing lebih dari 10 ribu jiwa atau bahkan lebih dari 50 ribu jiwa, sedangkan jumlah warga muslim ke seluruhan Beijing mencapai 250 ribu jiwa, dan mesjidnya yang megah dan kuno bernama Mesjid Niu Jie yang terletak di distrik Xuanwu, bagian barat daya kota Beijing. Mesjid ini telah berdiri sejak tahun 996 yang dibangun oleh seorang warga Arab, Nasuruddin, pada zaman Dinasti Liao, kemudian diperluas dan dipugar pada zaman dinasti Yuan, Ming, dan Qing, sehingga tata ruang keseluruhannya menjadi terpusat, rapih, dan simetris. Bangunan utamanya antara lain ruang ibadah, menara azan, dan ruang prasasti. Jalan Niu Jie sama tuanya dengan usia mesjid itu sendiri.

Ruangan ibadah adalah bangunan utama pada areal mesjid itu, memiliki atap tiga lapis, di tempat sambungan atap ruangan terdapat pula sebuah tembok berbentuk busur yang tegak lurus dan menjadi suatu hiasan khusus di atap ruangan. Pada bangunan berbentuk segi enam yang terletak di tempat paling depan penuh dengan ukiran huruf-huruf Arab dan bunga yang halus. Langit-langit ruangan dihias dengan lukisan warna-warni. Di dalam ruangan ibadah terjurai lampu gantung besar yang terbuat dari untaian butir-butir dari gelas dan tutup lampu dari kaca berwarna. Sedangkan menara azan terletak di depan ruang ibadah, merupakan sebuah bangunan beratap ganda.

Ruangan prasasti terletak di kedua sisi serambi ruang ibadah, simetris di sebelah kiri dan kanan. Tugu prasasti dibangun ketika mesjid itu dipugar pada tahun 1496. Tulisan pada prasasti diukir dalam huruf Mandarin dan Arab, namun kini sudah tidak jelas lagi karena telah tua dimakan oleh waktu.

Selain bangunan-bangunan itu, terdapat pula benda budaya yang penting yakni tungku besi untuk membakar dupa setinggi 2,70 meter yang dibuat pada zaman Dinasti Qing, dan tungku perunggu untuk membakar dupa setinggi 50 senti meter seberat 900kg. Selain itu terdapat pula wajan perunggu besar yang dibuat pada tahun 1039 serta sebuah tugu prasasti buatan zaman Dinasti Ming yang mencatat proses pemugaran mesjid tersebut. Bangunan di mesjid ini menggunakan bentuk tradisional Tiongkok berstruktur kayu, namun hiasan-hiasan detail pada bangunan utama bercorak hiasan bergaya Arab seperti bangunan-bangunan Islam pada umumnya.

Mesjid Niu Jie adalah salah satu benda budaya Islam di Tiongkok. Di lingkungan mesjid itu terdapat pula dua makam imam negara-negara Arab yang datang ke Tiongkok untuk menyebarkan agama Islam pada masa awal Dinasti Yuan. Pada batu nisan makam-makam itu terukir huruf-huruf Arab yang sangat baik dan kuat goresannya, termasuk juga dikukuhkan sebagai benda budaya yang bersejarh lama dan termasuk langka atau jarang di Tiongkok. Pemerintah Tiongkok selalu memandang mesjid-mesjid dan makam-makam kuno itu sebagai benda-benda budaya yang berharga dan menjadikannya sebagai benda-benda yang mendapat perlindungan khusus oleh negara. Karena mesjid-mesjid dan makam-makam kuno Muslim yang terdapat di banyak tempat di Tiongkok merupakan catatan tentang kontak persahabatan antara warga Tiongkok dengan warga dari negara-negara Islam.

Di mesjid ini pelaksanaan sholat antara pria dan wanita dipisahkan, tidak sama dengan mesjid-mesjid di Indonesia pada umumnya, di mana kita dapat berada pada satu ruangan ibadah mesjid, hanya saja diberi batas pemisah dengan layar atau kain pembatas apakah itu berwarna putih atau hijau. Di mesjid Niu Jie ini, ruangan utama atau ibadah hanya dipakai oleh kaum pria yang hendak melakukan sholat secara berjamaah, sedangkan untuk kaum wanitanya disediakan satu ruangan khusus sederhana yang jaraknya kira-kira 50 meter dari ruangan utama atau ibadah tadi. Begitu ketatnya pelaksanaan syariah Islam di sini, hingga kaum wanita tidak dapat sembarangan masuk ke ruangan utama pada saat sholat berlangsung, dan juga warga lain yang non muslim tidak dapat masuk ke ruangan tersebut walau hanya ingin memotret atau mengambil gambar dalam ruangan tersebut. Kebanyakan warga asing hanya dapat mengambil gambar dari luar ruangan saja. Menurut hasil perkiraan, sekitar lebih dari 200 warga muslim bersembahyang di mesjid ini setiap harinya, dan jumlah tersebut meningkat pada hari Jum'at sekitar 700 hingga 800 warga yang datang ke mesjid untuk melaksanakan sholat Jum'at. Dan selama bulan puasa biasanya lebih dari 2.500 warga muslim yang datang ke mesjid untuk melaksanakan sholat Isya, Taraweh, dan witir

Baik kiranya jika kita mengulas balik sejarah beberapa tahun silam bagaimana agama ini bisa dapat tumbuh berkembang di negeri ini. Menurut dari hasil wawancara yang sempat dilakukan oleh seorang wartawan CRI Beijing dengan salah seorang Wakil Ketua Persatuan Islam (PIT) Tiongkok, Mohammad Said Ma Yunfu, beberapa waktu lalu, menceritakan perkembangan dan perubahan muslim di Tiongkok sejak Tiongkok merdeka. Setelah didirikannya R.R.T., dan lebih-lebih setelah Tiongkok menjalankan reformasi dan politik terbuka, pertukaran ekonomi, perdagangan, kebudayaan dan agama, pemerintah selalu memegang teguh pada kebijaksanaan kebebasan kepercayaan agama, ini sangat digemari oleh rakyat umat Islam, di mana hubungan antara muslim Tiongkok dan muslim di negara-negara Islam lainnya berjalan dengan sangat akbar, sehingga hal tersebut membawa pengaruh yang positif bagi kaum muslim dan muslimat angkatan muda untuk mendapatkan peluang lebih besar dalam mempelajari dan mengetahui filsafat dan syariat Islam. Berpijak dari hal tersebut, mulailah muslim dari berbagai etnis Tiongkok berupaya terus untuk mempunyai organisasi Islam yang bersifat nasional. Di bawah perhatian pemerintah, pada tanggal 11 Mei 1953, Persatuan Islam Tiongkok dibentuk atas inisiatif tokoh-tokoh terkenal muslim dari berbagai etnis, antara lain, Burhan Sasidi, Yang Jingren, Ma Jian, Pang Shixiang, dan lain-lain. Persatuan tersebut adalah organisasi agama Islam nasional yang pertama dan paling bersatu dalam sejarah Tiongkok, terbentuknya PIT menandai terwujudnya persatuan besar muslim berbagai etnis Tiongkok, dan menjalin jembatan hubungan antara pemerintah dengan muslim dari berbagai etnis. Maka tak heran jika dewasa ini banyak warga Tiongkok yang beragama Islam pergi menuntut ilmu di beberapa negara Arab.

Ketika Wakil Ketua PIT, Ma Yunfu terkenang akan pertemuannya dengan Presiden Indonesia Soekarno yang mengadakan kunjungan ke Tiongkok pada tahun 1950-an, dia mengatakan, saya masih ingat betul pada saat Presiden Soekarno berkunjung ke Tiongkok pada tahun 1956, pada saat itu Ketua Mao Zedong dan Perdana Menteri, Zhou Enlai, sendiri menyambut beliau di bandara udara Beijing. Pada waktu itu kami sebagai wakil Islam Tiongkok berbaris di bandara untuk menyambut kedatangan beliau. Setelah Presiden Soekarno turun dari pesawat, Ketua Mao bergandengan tangan dengan beliau dan berjalan bersama-sama ke arah kami, dan bersamaan dengan itu pula semua orang bersorak, Bung karno,' Bung Karno,' dan bertepuk tangan bersama untuk menyambut Presiden Soekarno, kemudian Presiden Soekarno memberi salam dengan lambaian tangan.

Presiden Soekarno memberi kesan yang sangat dalam kepada mereka, dan mereka sangat menghormati Bung Karno. Karena ketika Bung Karno masih berkedudukan sebagai Kepala Negara, hubungan Tiongkok dan Indonesia sangat baik dan bersahabat. Di mana PIT pernah berkali-kali mengirim perwakilannya untuk menghadiri pertemuan agama Islam yang diadakan di Indonesia pada waktu itu.

Puluhan tahun telah berlalu dengan begitu cepat tanpa terasa, selama lebih kurang 41 tahun ini, PIT telah mengirim kurang lebih 100 hingga 300 orang lebih dalam berbagai delegasi ke sejumlah negara Islam Arab untuk mengadakan kunjungan persahabatan, menghadiri pertemuan Islam Internasional dan Forum Islam, serta diterima dan disambut oleh pemimpin dan muslim dari berbagai negara di dunia. Mereka juga pernah mengadakan lawatan Hari Raya Mesjid Independen Indonesia dan Hari Kebudayaan Islam Malaysia dan lain sebagainya. Kunjungan-kunjungan tersebut meningkatkan persahabatan dan pengertian antara muslim Tiongkok dan luar negeri.

Dan pada masa kini muslim Tiongkok telah mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring dengan banyaknya mendapat perhatian dan dorongan dari pemerintah sebagaimana dalam Sidang Nasional PKT yang telah berlangsung beberapa bulan lalu, di situ Presiden Hu Jintao telah menyimpulkan beberapa prestasi perkembangan Tiongkok selama 20 tahun ini. Tentu saja hal tersebut sangat menggembirakan hati kaum muslim Tiongkok sekaligus merasa bangga atas poin tersebut. Dalam 20 tahun ini, di bidang agama Islam, baik PIT, maupun pemerintah selalu memegang teguh pada kebijaksanaan kebebasan kepercayaan agama, maka semua muslim di seluruh Tiongkok merasa sangat puas, karena tidak hanya kehidupan mereka ditingkatkan dengan baik, juga kehidupan agama mereka dijamin oleh negara.

Dan juga selama 20 tahun akhir-akhir ini, muslim dari berbagai etnis di Tiongkok di bawah perhatian lembaga bersangkutan pemerintah, mendesain dan membangun sejumlah mesjid dan sekolah agama Islam yang dapat disebut sebagai intisari kesenian pembangunan Islam Moderen Tiongkok, misalnya Sekolah Agama Islam Beijing, Sekolah Agama Islam Xinjiang, dan Sekolah Agama Islam Ningxia. Sekarang di berbagai tempat di seluruh negeri Tiongkok terdapat 35 ribu mesjid yang tersebar di berbagai tempat umat muslim Tiongkok bermukim. Seiring dengan perkembangan sosial dan ekonomi yang terus menerus dan berkelanjutan, taraf kehidupan rakyat muslim telah banyak ditingkatkan, dan juga menyediakan banyak kemudahan untuk kehidupan muslim, terutama, saat ini banyak mesjid yang dulunya telah rusak atau berada dalam kondisi kurang baik, sekarang telah banyak direnovasi lagi, dalam skala besar-besaran. Ini merupakan manifestasi nyata dari perkembangan negara dan peningkatan kehidupan rakyat Tiongkok.

Di bidang lain, berbicara tentang jumlah orang Tiongkok yang berziarah ke Mekkah, pada masa permulaan kemerdekaan Tiongkok, setiap tahun jumlah yang berziarah ke sana hanya belasan hingga 20an orang saja. Akan tetapi, setelah Tiongkok melaksanakan kebijakan reformasi dan terbuka kepada dunia luar, jumlah orang yang berziarah ke Mekkah meningkat sampai 6 ribu orang setahun. Hal ini juga menandai bahwa taraf kehidupan rakyat yang telah meningkat.

Walaupun kehidupan muslim serta berbagai kegiatan yang dilakukan oleh mereka terbilang mendapat sokongan dari pemerintah, akan tetapi, karena Tiongkok bukan merupakan negeri berpendudukan mayoritas beragama Islam, maka kegiatan yang dilakukan di mesjid seperti adzan, suaranya tidak dapat kita dengar dengan jelas sebagaimana mesjid-mesjid di Indonesia. Mereka memang tidak menguatkan suara adzan, hanya menggunakan suara yang dapat di dengar oleh warga yang berada di lingkungan mesjid saja.