|
Mahmoud Abbas tokoh nomor dua Palestina sebelum wafatnya Yasser Arafat kini menjadi pemimpin baru Palestina. Kamis lalu, Mahmoud Abbas terpilih sebagai Ketua Organisasi Pembebasan Palestina, kemudian ia diangkat oleh Gerakan Pembebasan Nasional Palestina (Fatah) sebagai calonnya untuk mengikuti pemilihan umum Palestina yang dijadwalkan tanggal 9 Januari tahun depan. Akan tetap, dalam perjalannya ke Jalur Gaza hari Minggu kemarin untuk mengadakan konsultasi dan dialog dengan goloangan lainnya Palestina, Mahmoud Abbas nyari terbunuh dalam suatu peristiwa penembakan.
Mahmoud Abbas , 69 tahun, adalah "revolusioner angkatan tua " Palestina. Ia dilahirkan di Safed Palestina (bagian utara Israel sekarang). Kancah peperangan Perang Timur Tengah yang pertama , telah mengakibatkan Abbas beserta orangtuanya terpaksa meninggalkan kampung halaman dan mengungsi ke Suriah. Di Damaskus, ibu kota Suriah Abbas mengambil kuliah pada jurusan hukum. Kemudian melanjutkan kuliahnya ke Uni Sovyet sebelum bubar, dan di Moskow ia memperoleh gelar Doktor ilmu sejarah.
Abbas sudah lama menerjunkan diri ke dalam usaha pembebasan nasioal Palestina. Tahun 1965, setelah bertemu dengan Arafat Abbas menempuh jalan "revolusi" yang sejati. Waktu itu Abbas tanpa ragu-ragu meninggalkan pekerjaan yang bergaji tinggi di sebuah perusahaan minyak Qatar dan bersama Arafat membentuk Organisasi Pembebasan Palestina, sementara menggabungkan diri dengan Fatah pimpinan Arafat. Sejak itu, Abbas terus mengikuti Arafat mengadakan perjuangan ke Yordania, Lebanon dan Tunisia.
Jauh pada tahun 1970-an, Abbas pernah menkritik pikiran "mengusir orang Yahudi ke laut" adalah ilusi yang tidak realistis, dan melawan Israel dengan bahan peledak dan roket udik adalah semacam pengorbanan yang sia-sia. Ia berpendapat, orang Palestina hanya dapat memperoleh kembali sesuatu yang hilang di medan perang pada meja perundingan, karena akan berakibat seperti memukul batu dengan telur bila hanya semata-mata berandal pada cara kekerasan dalam melawan Isreal.
Maret tahun 2003, Abbas menjabat Perdana Menteri pertama pemerintah otonom Palestina. Sejak itu, perselisihannya dengan Arafat mengenai politik Palestina terhadap Israel semakin menonjol.
Setelah Arafat mendadak sakit berat pada tanggal 7 Oktober, Abbas kembali menjadi sorotan masyarakat. Karena sebelumnya Arafat tidak pernah menunjuk penerusnya, maka Abbas sebagai tokoh nomor dua yang menjabat Sekretaris Jenderal Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina secara wajar terpilih sebagai Ketua Komite Ekskutip PLO setelah wafatnya Arafat. Opini pada umumnya berpendapat bahwa Abbas akan menjadi pemimpin angkatan baru Palestina sebagai penerus Arafat.
Namun Abbas tidak dapat menandingi Arafat baik dalam kewibawaan individual maupun karisma sebagai seorang pemimpin, ide politiknya juga melewati batas daya penerimaan banyak orang Palestina. Dalam kebijakannya mengenai Israel, walaupun ia juga mempertahankan pendirian untuk tidak dengan mudah memberikan konsesi dalam masalah status Yerrusalem, pemulangan pengungsi dan status wilayah yang diduduki, namun penegasannya mengenai perundingan damai dan musyawarah oleh banyak orang dianggap sebagai "pengkhianat" dan "penyerahan". Abbas mempunyai tingkat dukungan agak tinggi di kalangan kaum intelektual Palestina, tapi bagi rakyat jelata Palestina yang hidup dalam kesengsaraan dan keputus-asaan , ide perjuangan dari organisasi radikal seolah-olah akan lebih memiliki pasar daripada ide perdamaian Abbas.
|