Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2004-11-24 12:57:51    
Hunan (2)

cri

Ada sebuah legenda Tiongkok yang mengisahkan bahwa pada suatu hari adalah seorang nelayan tersesat di jalan dan memasuki sebuah lembah gunung yang terlindung di balik pohon persik. Masyarakat yang tinggal di sana menikmati hidup terisolasi yang damai dan tenteram tanpa mengetahui apa yang terjadi di dunia luar. Penemuan nelayan itu kemudian tersiar dari mulut ke mulut dan sempat membuat mereka yang sudah bosan dan jenuh dengan kehidupan gaduh duniawi sangat tertarik dan mendambakannya. Tempat yang dikisahkan itu konon adalah Taohuayuan, di kota Changde, yang terletak di bagian selatan Provinsi Hunan.

Berangkat dengan mobil dari kota Changde, setengah jam sampailah di Taohuayuan. Melewati sebuah gapura kayu berukir yang sangat besar, terhampar di depan mata kebun persik yang sangat luas tak bertepi. Di kebun persik seluas lebih 130 hektar itu terdapat 100.000 pohon perseik. Bisa dibayangkan, di kala pohon-pohon itu berbunga, pasti seperti lautan bunga.

Mendaki bukit menyusuri kebun persik itu, di tengah jalan ada sebuah goa kecil. Dan melalui mulut goa itu akan sampai kita di sebuah desa yang konon terisolasi dari dunia luar seperti yang dikisahkan dalam legenda, Desa Qinren namanya. Kata pemandu wisata Zhou Li bahwa letak desa itu sangat tersembunyi dan hanya bisa dicapai dengan melewati goa itu.

Pemandu wisata Zhou Liying mengatakan, "Setelah keluar dari goa itu baru tampak rumah, sawah ladang dan kolam ikan desa itu. 9 keluarga yang menghuni desa itu kebanyakan bernama keluarga Qin. Kebutuhan hidup warga desa, selain buatan sendiri kebanyakan harus diangkut dengan tenaga manusia dari bawah bukit. Bangunan di sini umumnya terbuat dari kayu atau bambu." Demikian kata Zhou Li.

Berada di desa kecil yang tua itu terasa seolah di luar duniawi. Rumah-rumah kecil dari kayu dan bambu berdiri di antara sawah dan kolam ikan. Di belakang rumah ditanami pohon kertau dan persik. Anak-anak bermain dengan santainya di depan rumah. Tiga penjuru desa tersebut adalah bukit dan satu penjuru lain menghadap danau. Konon, nenek moyang Desa Qinren hijrah ke desa ini pada zaman Dinasti Qin lebih 2.000 tahun lalu untuk menghindari perang, tinggal menetap dan beranak cucu di desa ini terpisah dari dunia luar.

Meski perkembangan pariwisata sekarang ini telah menarik tamu dari luar untuk berkunjung, namun suasana desa tetap tenang dan sunyi, langgam warga desa juga masih tetap polos dan sederhana. Kami bertamu di rumah warga desa dan diberi hidangan teh yang sangat harum, Leicha namanya, merupakan suatu kehormatan tertinggi untuk tamu.

Warga setempat Tang Qizhi mengatakan, "Leicha adalah semacam minuman yang terbuat dari jahe, beras dan daun teh, ditambah bijan dan kacang tanah, lalu digerus sampai halus dan dijerang di atas api. Minuman teh ini dapat menolak angin dan menurunkan panas, bisa digunakan untuk mengobati flu."

Di waktu senggang, warga desa sering mengundang handai taulan menikmati teh Leicha bersama makanan kecil sambil mengobrol dari pagi hingga senja.

Di Desa Qinren, kami melihat semacam bambu yang aneh bentuknya yakni bambu persegi. Kelihatannya bambu ini bulat, tapi kalau diraba ternyata berbentuk persegi. Jenis bambu ini sama tuanya dengan Desa Qinren dan digunakan oleh warga desa untuk membangun rumah.

Meninggalkan Desa Qinren, terdengar bunyi tetabuhan gendang di atas Gunung Taoyuan. Ternyata adalah para pendeta agama Tao Istana Wanshou Taochuan sedang mengadakan upacara sembahyang mendoakan berkah. Kepercayaan agama di Taohuayuan sudah bersejarah lama. Sebelum agama Buddha dan Tao muncul, penduduk setempat menganut agama "Luo", dan setelah agama Tao muncul, mereka beralih ke agama Tao. Selama ribuan tahun ini, telah dibangun banyak kuil agama Tao di Taohuayuan dan ramai dikunjungi para umat. Sayang kebanyakan dari kuil itu hancur oleh perang ratusan tahun yang lalu, dan hanya tinggal tilasnya saja. Istana Wanshou Taochuan yang sekarang ini adalah kuil agama Tao yang megah yang dibangun kembali di tempat bekasnya.

Menurut pendeta Fa Yun yang berusia 76 tahun dari istana itu, Istana Wanshou Taochuan yang sekarang ini meski luasnya mencapai lebih 2.000 meter persegi, namun jauh lebih kecil dibanding yang dulu.

Pendeta Fa Yun mengatakan, "Kuil lama agama Tao di Taohuayuan dibangun pada zaman Dinasti Jin seribu tahun lebih yang lalu, dan kemudian diperluas. Dulu, di Taohuayuan terdapat 48 kuil menyusuri jalan sepanjang 2 setengah kilometer."

Meski kuil-kuil itu sudah tidak ada lagi, namun di depan Istana Wanshou terdapat dua pohon pinus yang tengah dahannya sudah kosong. Pohon-pohon itu adalah saksi sejarah masa jaya agama Tao di Taohuayuan.

Tidak jauh dari Istana Wanshou adalah Sungai Yuanjiang yang indah pemandangannya seperti pemandangan di Guilin yang terkenal. Di pulau pasir yang memanjang di tengah sungai terdapat burung-burung bangau putih beterbangan. Mengikuti langkah pemandu wisata, kami naik ke sebuah loteng yang tinggi untuk menyaksikan pemandangan yang indah sepanjang sungai tersebut.

Di Taohuayuan terdapat banyak obyek wisata serta peninggalan kaligrafi sanjak cedekia zaman kuno, dari mana tercermin luas dan dalamnya budaya Tiongkok zaman kuno.