Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2004-12-01 16:19:15    
Hunan (3)

cri

Di bagian barat Provinsi Hunan Tiongkok tengah terdapat Keresidenan Otonom Etnis Tujia dan Miao Hunan Barat. Di tengah pelukan bukit barisan di keresidenan itu terselip sebuah kota kuno yang sangat indah yakni Fenghuang. Kota Fenghuan selama ribuan tahun terlelap di tengah pelukan gunung gemunung, dan baru dikenal dunia luar sekitar 60 tahun lalu ketika seorang sastrawan dan sejarawan terkenal kelahiran setempat Shen Congwen melukiskan kota itu dalam karya novelnya yang berjudul Kota Perbatasan. Melalui novel itu, keindahan kota Fenghuang mulai dikenal dunia luar.

Kota kuno Fenghuang terletak di dalam kota kabupaten Fenghuang, dikelilingi oleh tembok kota yang sudah bersejarah lebih 400 tahun. Fenghuang dalam bahasa Tionghoa berarti burung phoenix. Dinamakan kota Fenghuang karena di sebelah barat daya kota ini terdapat sebuah gunung yang bentuknya mirip burung phoenix. Di kota kabupaten itu terdapat lebih 300.000 penduduk, sebagian besar di antaranya adalah etnis Miao dan Tujia. Ketika kami memasuki kota itu, tampak gadis etnis Miao yang mengenakan perhiasan indah datang menyambut dengan menyanyikan dendang gunung.

Kota kuno Fenghuang menempati paro bagian barat kota kabupaten, terdiri dari banyak gang kecil, di kelilingnya terdapat tembok kota, menara lonceng, dermaga dan kuil yang sudah bersejarah lama. Jalan gang-gang terbuat dari lempengan batu warna merah tua. Di kedua sisi jalan itu adalah rumah-rumah tua yang sudah bersejarah ratusan tahun, bergenting hitam, tembok terbuat dari papan kayu warna coklat, berjajar rapi dan antik. Meski banyak tamu yang datang berkunjung pada musim wisata, namun rumah-rumah tua itu tampaknya dapat meredam kebisingan sehingga gang-gang kecil di kota kuno itu tetap menyuguhkan suasana yang hening dan tenang.

Bekas kediaman Shen Congwen yang memperkenalkan kota Fenghuang kepada dunia terletak di sebuah gang kota kuno itu. Bentuk rumah itu mirip dengan rumah berhalaman segi empat di kota Beijing. Di belasan ruang yang sunyi dan anggun itu dipamerkan foto dan alat-alat tulis Shen Congwen. Di sini, pujangga terkenal Tiongkok itu melewatkan masa mudanya. Menurut pemandu wisata, bekas rumah Shen Congwen itu sudah bersejarah 150 tahun, merupakan rumah kuno penduduk Fenghuang yang tipikal. Seorang cucu Shen Congwen mengatakan, "Ini adalah rumah berhalaman segi empat yang tipikal, peninggalan kakek Shen Congwen. Rumah ini bergenting warna hitam dan berstruktur kayu, dasarnya adalah batu bata, karena daerah ini lembab, maka digunakan batu bata."

Tidak jauh dari bekas rumah Shen Congwen adalah Sungai Tuojiang yang jernih airnya. Di kedua tepi sungai tersebut tampak berderet-deret rumah panggung, itulah pemandangan paling terkenal kota kuno Fenghuang.

Rumah panggung adalah bangunan yang paling berciri etnis Miao dan etnis Tujia. Ujung yang satu dari rumah-rumah itu berada di tepi sungai, sedang ujung lainnya berdiri di atas tiang-tiang kayu yang ditancapkan di dalam sungai, genting warna hitam dan dinding warna coklat tua, berjajar berderet-deret, di bawahnya adalah sungai yang jernih, sedang di belakangnya adalah gunung hijau. Dengan latar langit biru dan awan putih, membentuk pemandangan indah seperti lukisan tradisional Tiongkok. Dari perahu-perahu yang meluncur atau berlabuh di sungai itu sering terdengar suara gendang dan nyanyian yang riang.

Kami menumpang sebuah perahu melewati kolong jembatan yang tebal. Jembatan lengkung yang bersejarah lebih 600 tahun itu merupakan sebuah obyek wisata yang patut dikunjungi. Meski sudah berusia ratusan tahun, namun jembatan itu masih kukuh. Di atas jembatan terdapat bangunan seperti rumah untuk berteduh, dari sana kita dapat menyaksikan pemandangan sekitar yang menawan.

Turun dari jembatan lengkung, kami memasuki sebuah jalan kecil yang ramai. Toko atau kios di kedua tepi jalan menjual barang-barang kerajinan setempat seperti gelang dan anting-anting perak yang halus buatannya yang merupakan perhiasan etnis Miao. Selain itu ada pula kain batik dan sulaman etnis Miao yang cantik, serta kembang gula jahe dan bermacam-macam jamur liar hasil setempat. Seorang wisatawan Li Dong mengatakan,"Bangunan di sini sangat unik, penduduknya polos dan sederhana. Mereka tampak santai dan damai, tidak bergegas seperti di kota. Ciri terpenting kota ini ialah perpaduan lanskap alam dan budaya etnis minoritas."

Di kota kuno Fenghuang ini, kami sempat menyaksikan pula kemegahan dan keindahan Tembok Besar di Tiongkok selatan. Bangunan tembok kuno yang terletak 8 kilometer dari kota kuno Fenghuang itu meliuk-liuk di antara bukit-bukit seperti seekor naga. Warga setempat, Hu Junlan mengatakan, tembok panjang itu dibangun 400 tahun lebih yang lalu untuk mencegah masuknya penduduk perbatasan yang sering mengganggu. Ini merupakan salah satu bangunan raksasa pada zaman kuno Tiongkok.

"Tembok Besar Selatan sepanjang 190 kilometer membujur pada arah utara selatan, terbuat dari batu hitam yang sangat bagus kualitasnya, tinggi tembok kota di atas 3 meter, pada bagian tertentu lebih tinggi dari itu, terdiri dari barak tentara, menara intai, pos penjagaan dan menara api, tidak jauh berbeda dengan bangunan tembok besar di Tiongkok utara." Demikian kata Hu Junlan.

Dulu, Tembok Besar Selatan menyekat perdagangan antara utara dan selatan di daerah itu serta pembauran etnis-etnis Miao dan Han. Tapi kini, bangunan kuno itu menjadi kesayangan para sejarahwan yang mempelajari budaya etnis minoritas, juga menjadi suatu pemandangan yang indah peninggalan zaman kuno.

(Nansa)