Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2004-12-20 13:30:06    
Konflik Palestina-Israel Memberi Bayangan Gelap Pada Pemilu Palestina [foto][suara]

cri

Selama beberapa hari ini, di bagian selatan Jalur Gaza, di antara tentara Israel dan personel bersenjata Palestina berturut-turut terjadi konflik bersenjata. Pemimpin-pemimpin Palestina dan Israel sekali lagi berselisih pendapat dalam beberapa masalah yang kongkret, yang tidak saja memberi pukulan pada situasi optimis yang ditimbulkan dalam situasi Palesltina-Israel baru-baru ini , tapi juga memberi bayangan gelap pada pemilihan Ketua Badan Otoritas Nasional Palestina yang segera akan diselenggarakan.

Untuk membalas serangan personel bersenjata Palestina, tentara Israel Kamis lalu melancarkan operasi militer Belengga Orenges selama dua hari di bagian selatan Jalur Gaza dengan menewaskan 11 orang Palestina, dan menghancurkan 39 rumah. Pihak militer Israel menyatakan, tentara Israel melakukan operasi militer kali ini adalah untuk merintangi personel bersenjata Palestina terus menyerang sasaran Israel. Selain itu, tentara Israel juga mengingatkan, apabila personel bersenjata Palestina terus menyerang tempat permukiman orang Yahudi , tentara Israel akan mungkin melancarkan operasi militer dalam skalal yang lebih besar.

Operasi militer tentara Israel telah dikutuk oleh Pemerintah Otonom Palestina. Pemerintah Otonom Palestina berpendapat, tindakan tentara Israel dengan serius mempengaruhi persiapan Badan Otoritas Nasional Palestina untuk pemilunya. Apabila pemilu itu ditunda karena operasi tentara Israel tersebut, Pemerintah Israel harus memikul semua tanggung jawab. Untuk menciptakan lingkungan ekstern bagi kelancaran pemilu tersebut, Badan Otoritas Nasional Palestina kini sedang aktif mengadakan perundingan dengan berbagai golongan bersenjata, agar mendorongnya mencapai persetujuan gencatan senjata dengan tentara Israel. Terjadinya lagi konflik bersenjata antarta tentara Israel dan personel bersenjata Palestina di bagian selatan Jalur Gaza tak diragukan lagi akan menjadi tantangan yang serius bagi upaya Badan Otoritas Palestina untuk gencatan senjata itu .

Selain itu, pernyataan sikap keras oleh Perdana Menteri Israel Ariel Sharon terhadap konsep pembangunan negara Palestina baru baru ini telah menimbulkan reaksi yang keras di kubu intern Palestina. Sehingga seruan kubu intern Palestina untuk menentang melepaskan perjuangan bersenjata semakin menanjak, dan telah mempertajam peselisihan antara golongan moderat dengan golongan keras Palestina dalam masalah strategi perjuangan terhadap Israel. Sharon Kamis lalu dalam pidatonya di depan seminar tentang diplomasi dan keamanan Israel mengatakan, untuk merealisasi perdamaian, Israel harus menjalankan rencana unilateral,dengan menarik tentara dari jalur Gaza. Akan tetapi, Sharon juga menolak mengakui hak pemulangan pengungsi Palestina, dan juga tidak setuju menarik tentara Israel ke garis perbatasan sebelum perang Timur Tengah ke-3 tahun 1967, dan menyatakan, dalam masalah tersebut, Amerika dan Israel sudah mencapai pengertian bersama. Pidato Sharon tersebut telah ditentang oleh pihak Palestina, Ketua Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina, Mohmoud Abbas menyatakan, Sharon memaksakan konsep Israel tentang kedudukan final Palestina kepada rakyat Palestina, ini tidak bisa diterima. Palestina mutlak tidak dapat berkompromi dalam masalah pemulangan pengungsi dan kedudukan Yerusalem. Perunding Senior Palestina, Saeb Erekat menyatakan, isi pidato Sharon tersebut tidak memuat kejujuran yang dapat menghidupkan kembali perdamaian.

Menurut opini umum, dalam keadaan semakin mendekatnya pelaksanaan pemilu di Palestina, namun konflik bersenjata yang terus terjadi tidak saja akan secara serius telah mempengaruhi kestabilan situasi di Palestina, menimbulkan rintangan bagi kelancaran pemilu nanti, dan mungkin juga akan mengakibatkan perasaan anti-Israel dari massa rakyat Palestina menanjak, sehingga dapat mempengaruhi tingkat dukungan kepada Abbas, dan menambah kesulitan bagi upaya dari berbagai pihak Palestina untuk memulai kembali proses perdamaian Palestina-Israel .