|
Tidak sampai 5 minggu menjelang pemilihan umum yang direncanakan, tapi situasi di Irak masih tetap sangat mengkhawatirkan.
Menurut statistik yang tidak lengkap, sejak Minggu malam sampai kemarin, serangan yang terjadi di berbagai tempat di wilayah Irak terhadap tentara Amerika dan Pasukan Nasional Irak sudah mengakibatkan 74 orang tewas.
Kemarin pagi, pemimpin Komite Tertinggi Revolusi Islam Irak, partai politik utama golongan Shiah Irak, Abdel Azizal Hakim mengalami serangan bom mobil bunuh diri di tempat kerjanya di Baghdad. Abdel Hakim sendiri tidak mengalami luka-luka, tapi serangan itu mengakibatkan 13 orang tewas termasuk pengawalnya, dan sekitar 50 orang lainnya luka-luka. Juru bicara Abdel Hakim mengecam sisa kekuatan bekas rezim Saddam yang melancarkan serangan kali ini untuk menghambat kemajuan proses politik di Irak. Golongan Shiah Irak yang menempati 60% jumlah penduduk Irak berharap melalui pemilu mengubah keunggulan jumlah penduduk menjadi keunggulan di bidang kekuasaan, maka mereka mendukung pemilu. Sedangkan sejumlah partai dari golongan Sunni yang menempati 20 persen jumlah penduduk Irak berkeras menuntut ditundanya pemilu situasi keamaan di Irak membaik dan tentara asing ditarik dari Irak. Partai-partai itu berpendapat, penyelenggaraan pemilu dalam keadaan di mana sejumlah besar tentara Amerika ditempatkan di Irak tidak mungkin berlangsung secara adil. Tokoh golongan Sunni menduduki posisi penting pada masa rezim Sadam. Sebagian besar jabatan penting pada waktu itu dipegang oleh tokoh golongan Sunni. Setelah rezim Saddam digulingkan, sentimen anti Amerika di kalangan kaum Sunni sangat keras. Mereka khawatir pemilu yang dominasi Amerika tidak akan menguntungkan pihaknya dalam pembagian kekuasaan Irak, maka mereka tidak antusias terhadap pemilu.
Dalam sebuah memorandum seorang pejabat PBB yang membantu pemilu di Irak seperti yang diungkapkan media Amerika kemarin, telah dipaparkan kesulitan yang dihadapi pemilu Irak dewasa ini, antara lain jumlah pemilih yang terdaftar jauh di bawah yang diharapkan, pusat pemungutan suara mungkin akan mengalami serangan, dan gudang penyimpan surat suara di sejumlah propinsi kekurangan fasilitas untuk mencegah serangan.
Analis berpendapat, masalah keamanan tetap merupakan rintangan utama yang mempengaruhi penyelenggaraan pemilu menurut rencana. Tentara Amerika di Irak meski disebut-sebut berjumlah 150.000 orang, namun setelah mengalami korban berat dalam serangan di pangkalan militer Amerika di Mousul, mereka sedang sibuk meningkatkan keamanan dan penjagaan diri, tidak mungkin mengerahkan lebih banyak tentara untuk menjamin keamanan pemilu. Selain itu sejumlah tokoh politik di Irak juga menentang tentara Amerika menjaga tempat pemungutan suara karena khawatir hal itu akan merugikan citra demokratis pemilu. Banyak orang khawatir, kalau situasi keamanan pada saat berlangsungnya pemulu tidak mengalami perbaikan, meskipun pemilu dipaksakan berlangsung, banyak orang juga tidak berani memberikan suara. Ditambah boikot dari pihak partai politik golongan Sunni, tingkat pemberian suara mungkin terpengaruh sehingga mempengaruhi keefektifan dan kredibilitas pemilu. Dari sini dapat kita ketahui bahwa pemilu di Irak masih menghadapi banyak ujian berat.
|