|

Sekretaris Jenderal Kantor Kepresidenan Palestina Tayib Abdel Rahim kemarin mengumumkan di kota Ramallah tepi barat Sungai Yordan, bahwa hasil penghitungan suara tahap pertama menunjukkan, Mahmoud Abbas, calon dari golongan utama Organisasi Pembebasan Palestina PLO, yaitu Fatah sudah menang dengan suara mayoritas mutlak dalam pemilihan umum Palestina, dan terpilih sebagai ketua Badan Otoritas Nasional Palestina yang baru. Dengan demikian, Abbas akan menjadi pewaris dan pencipta usaha pembebasan nasional Palestina pada masa ke depan.
Mahmoud Abbas yang berumur 69 tahun dilahirkan di desa Safad Palestina. Keluarganya mengungsi ke Suriah pada masa Perang Timur Tengah pertama. Di Damaskus, ibukota Suriah, Abbas menjadi mahasiswa jurusan hukum, lalu ia menuju ke bekas Uni Sofyet dan mendapat gelar dokter ilmu sejarah di Moskow. Tahun 1965, ia berkenalan dengan Arafat, dan mulai meniti kariernya sebagai soerang "revolusioner". Ia bersama Arafat mendirikan Organisasi Pembebasan Palestina, dan secara resmi menjadi anggota Fatah yang dipimpin Arafat.

Abbas dipandang sebagai pemimpin yang pragmatis. Ia berpendapat, hanya melalui perundingan, rakyat Palestina baru dapat memperoleh kembali apa yang dihilangkannya di medan perang, dan kekerasan tak akan membantu Palestina sama sekali. Dengan pendirian moderatnya, ia menjadi perunding utama Palestina dalam perundingan perdamain Palestina-Israel. Atas mandat Arafat, ia mengadakan perundingan rahasia dengan pejabat Israel di kota Oslo, Norwegia. Sebagai hasilnya, Palestina dan Israel akhirnya saling mengakui. Tahun 1993 di depan Getung Putih Amerika, Abbas dan Menteri Luar Negeri Israel Shimon Peres pada waktu itu menandatangani Deklarasi Prinsipal yaitu Persetujuan Oslo mengenai otonomi Palestina. Penandatanganan Persetujuan Oslo merupakan terobosan bersejarah dalam proses perdamaian Timur Tengah. Tahun 1996, Abbas yang dipercayai Arafat terpilih sebagai Sekretaris Jenderal Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina, dan umumnya dipandang sebagai pewaris Arafat. Bulan Maret tahun 2003, Arafat mengangkat Abbas sebagai Perdana Menteri pertama Palestina, tapi Abbas dipecat empat bulan kemudian setelah muncul perselisihan pendapat dengan Arafat dalam masalah pembagian kekuasaan dan kebijakan terhadap Israel.
Setelah Arafat jatuh sakit pada akhir bulan Oktober tahun lalu, kedudukan Abbas sebagai Sekretaris Jenderal PLO dan tokoh nomor 2 Palestina semakin menonjol. Setelah wafatnya Arafat, Abbas secara wajar terpilih sebagai Ketua Komite eksekutif PLO.

Abbas berpendirian di dalam negeri melakukan reformasi politik, menghapuskan korupsi, membina sosial tata hukum, dan menyempurnakan mekanisme keamanan; sedang dalam politik dengan luar negeri, Abbas menganjurkan penyelesaian persengketaan Palestina-Israel melalui perundingan perdamaian. Dalam masalah status Yerusalem, hak pengembalian pengungsi Palestina, status wilayah yang diduduki Israel, Abbas berpendirian keras memelihara kepentingan pokok pihak Palestina. Masyarakat internasional secara merata berpendapat, bahwa terpilihnya Abbas sebagai Ketua Badan Otoritas Nasional Palestina adalah pilihan bersejarah rakyat Palestina.
|