Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2005-01-17 14:12:05    
Perkembangan Pariwisata di Desa Propinsi Guizhou

cri

Desa Shitou adalah sebuah desa etnis Buyi di Propinsi Guizhou, Tiongkok barat daya. Pada masa silam, Desa Shitou atau Desa Batu adalah sebuah desa yang sangat miskin, karena kekurangan tanah garapan dan letaknya terpencil. Selama belasan tahun terkhahir ini, Desa Shitou dan banyak desa di sekitarnya mengalami perubahan sangat besar di bidang kehidupan para penduduk, karena mereka memanfaatkan lingkungan alam dan keunggulan sumber daya setempat, dengan aktif menyelenggarakan usaha pariwisata. Dalam acara tetap Ruangan Fokus Ekonomi saat ini akan kami perkenalkan usaha pariwisata di Desa Shitou, Propinsi Guizhou.

Dengan menyusuri jalan pegunungan yang berliku-liku, wartawan beserta sejumlah wisatawan dengan menumpang kendaraan tiba di Desa Shitou. Menurut penjelasan, desa itu sudah bersejarah 400 tahun. Di antara 580 orang penduduk desa, hampir 80% adalah penduduk etnis Buyi. Desa Shitou dibangun dengan mengandalkan gunung, dan rumahnya yang dibangun dengan mengambil batu-batu setempat berciri khas setempat, oleh karena itu, desanya diberi nama Desa Batu.

Melangkah masuk ke desa, perumahan yang tampak semua dibangun dengan batu-batu, seperti pintu gerbang batu, tembok batu, jalan batu dll. Dapat dikatakan, seluruh desa merupakan sebuah kerajaan batu. Ketika wartawan menikmati pemandangan indah di Desa Batu itu, terdengar suara nyanyian seorang lanjut usia.

Orang yang menyanyi itu bernama Lin Qiansheng, umurnya 66 tahun, adalah tuan rumah " Taman Benda Budaya Bapak Li ". Pak Li adalah penduduk etnis Buyi, yang sangat gemar pada penelitian adat dan budaya kalangan rakyat. Dia berpendapat, penduduk etnis Buyi mempunyai ciri khasnya sendiri baik di bidang produksi maupun kehidupan. Seiring dengan semakin banyaknya wisatawan yang berkunjung ke desanya, Pak Li berpikir membangun sebuah taman benda-benda budaya, mempromosikan adat dan budaya etnis Buyi yang sangat kaya isinya itu.

Pada 3 tahun lebih yang silam, Taman Benda Budaya Pak Li telah dibangun, dengan luasnya 100 lebih meter persegi, dan dipamerkan benda budaya sejumlah 400 lebih buah. Pak Li menjelaskan kepada wartawan: "

Yang saya pamerkan di sini budaya etnis Buyi, terutama perabot rumah tangga tradisional, alat-alat produksi, kain sulaman serta busana dan barang kerajinan tradisional."

Menurut Pak Li, kebanyakan wisatawan akan mengunjungi tamannya itu, sekurang-kurangnya 30 sampai 50 orang setiap hari, kadang-kadang sampai ratusan orang.

Di dalam Taman Benda Budaya Pak Li itu dijual pula barang kerajinan. Pak Li mengatakan kepada wartawan, ditambah dengan penjualan karcis, pendapatannya setiap bulan tercatat seribu yuan RMB lebih, namun itu hanya pendapatan tingkat menengah saja di desanya.

Keluar dari rumah Pak Li, wartawan bertamu lagi ke rumah penduduk desa lainnya yang bertingkat dua. Tuan rumahnya bernama Pan Quanyou. Setelah menikah, ia tetap hidup bersama orang tuanya dan adiknya. Pan Quanyou mengatakan kepada wartawan, dulu di desanya tidak ada jalan raya, kecuali sebuah jalan kecil yang menghubungkannya dengan dunia luar. Sebagai petani kecil, mereka hidup swasembada. Pada tahun 1990-an, desanya mulai menyelenggarakan usaha pariwisata dan untuk itu telah dibangun sebuah jalan raya. Karena rumahnya terletak di pinggir kali, dengan pemandangan yang indah, maka keluarganya mulai menerima wisatawan. Pada mulanya, mereka hanya menyediakan minuman teh. Tak lama kemudian, di desa itu merekalah yang pertama membuka sebuah restoran dengan tabungannya selama bertahun-tahun. Kini, pendapatan restorannya setiap tahun mencapai 10 sampai 20 ribu yuan RMB.

Pada hari-hari biasa, tak sedikit wisatawan yang berkunjung ke desanya, lebih-lebih pada akhir minggu, pengunjung bertambah banyak, sedangkan restorannya tampak penuh sesak. Pengunjung itu kebanyakan datang dari kota-kota propinsi atau kabupaten di sekitarnya.

Para wisatawan mengatakan kepada wartawan, mereka menempuh perjalanan yang jauh justru untuk menikmati pemandangan desa. Mereka sangat suka pemandangan alam ekologi yang asli, sementara menyelami adat istiadat setempat yang berciri khas.

Menurut penjelasan, dengan membayar 20 yuan RMB, pengunjung akan mencicipi hidangan siang dan malam yang khas setempat atau masakan menurut selera pengunjung.

Kini, kehidupan penduduk Desa Batu dapat dikatakan kian membaik. Sedangkan desa-desa di sekitar Desa Batu juga makmur bersama karena menyelenggarakan usaha pariwisata. Penanggung jawab pemerintah setempat, Li Liangping mengatakan kepada wartawan: "Sebelum tahun 1993, kehidupan penduduk di desa-desa daerahnya miskin karena terbelakangnya ekonomi, bahan pangan setiap orang tidak sampai 300 kilogram, pendapatan perkapita tidak sampai 300 yuan RMB. Tetapi sekarang, bahan pangan setiap orang sudah mencapai 600 sampai 700 kilogram dan pendapatan perkapita hampir mencapai 3 ribu yuan RMB. Wisatawan dari dalam dan luar propinsi tercatat 100 ribu orang lebih setiap tahun, pendapatannya setiap tahun mencapai 2 juta yuan RMB. Usaha pariwisata juga memakmurkan industri pelayanan dengan menempatkan tenaga kerja 200 orang lebih."

Li Liangping mengatakan, pariwisata tidak saja menambah pendapatan kaum tani, tetapi juga sangat meningkatkan taraf hidup mereka. Kini, kebanyakan keluarga petani mempunyai pesawat televisi, telepon dan menikmati air leding. Sedangkan telepon genggam lebih-lebih merupakan alat komunikasi keperluan sehari-hari. Sementara kondisi sanitasi di berbagai desa juga membaik daripada masa silam.