Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2005-03-30 14:29:27    
Sidang Kedua Majelis Nasional Transisi Irak Gagal Mencapai Hasil

cri

Majelis Nasional Transisi Irak kemarin mengadakan sidang kedua, tapi gagal memilih ketua parlemen tepat waktu dan tidak berhasil mengatur komposisi pemerintah baru.

Majelis Nasional Transisi Irak tidak berhasil memilih ketua parlemen melalui dua kali sidang, dan mengakibatkan proses pembangunan kembali politik Irak terus ditunda-tunda. Sebab utamanya adalah di antara berbagai fraksi masih terdapat perselisihan besar mengenai masalah pembagian kekuasaan. Kini, kecuali jabatan menteri keuangan dan menteri perminyakan yang penting. Fraksi utama di parlemen "Aliansi Irak Bersatu" dan Aliansi Partai Politik Kurdi berhasil mencapai persetujuan pada tahap pertama mengenai pembagian jabatan kabinet pemerintah baru, dan mengharapkan pemimpin Aliansi Patriotik Kurdi, Jalal Talabani memegang jabatan presiden, pemimpin Aliansi Irak Bersatu, Ibrahim al-Jaafari memegang jabatan perdana menteri, dan tokoh sekte Sunni memegang jabatan ketua parlemen. Akan tetapi, tindakan mereka yang menentukan pembagian jabatan perdana menteri, presiden dan ketua parlemen melalui konsultasi secara tertutup itu membuat partai lainnya kehilangan ruang gerak memilih, dan mengakibatkan sentimen. Pemimpin Sekte Sunni, Ghazi al-Yawar menolak dinominasi sebagai calon ketua parlemen, dan melalui asistannya menyatakan harapannya untuk memperoleh jabatan sebagai presiden pemerintah transisi, untuk menjamin sekte Sunni dapat berpartisipasi dalam kehidupan politik Irak pada masa depan. Sejumlah anggota parlemen dari sekte Sunni juga mengharapkan pihaknya mendapat jabatan dalam kabinet sebanyak dengan orang Kurdi. Partai politik terbesar fraksi sekte Sunni yaitu Partai Islam Irak yang tidak ambil bagian dalam pemilihan umum juga menyatakan, bahwa pihaknya bersedia mengadakan dialog dengan partai yang menang dalam pemilu dan ambil bagian dalam menyusun UUD pada masa depan, tapi ruang pilihan bagi fraksi sekte Sunni sama sekali terlalu terbatas. Selain itu, Kelompok Politik pimpinan Iyad Allawi, Perdana Menteri pemerintah transisi yang juga pemimpin golongan Syi'ah Vulgar merupakan kekuatan politik ketiga dalam Majelis Nasional, tapi Allawi sangat tidak puas terhadap berkuasanya Aliansi Irak Bersatu yang kental latar belakang agamanya, dan telah berkali-kali mengkritik kekuatan agama mencampuri politik, dengan mengakibatkan lambannya kemajuan proses politik Irak. Allawi telah menyatakan, ia tidak akan ambil bagian dalam pemerintah masa depan, dan akan memimpin kelompoknya sebagai golongan oposisi terbesar untuk mengekang kekuatan agama.

Justru adanya perselisihan tersebut membuat berbagai fraksi mempertahankan pendiriannya masing-masing selama sidang kedua. Yawar dan Allawi meninggalkan rapat selama sidang berlangsung. Sejumlah besar anggota parlemen menyatakan ketidakpuasan atas penundaan lagi pemilihan ketua parlemen, dan menuntut diadakannya pemungutan suara hari itu. Mereka juga mengkritik Aliansi Irak Bersatu dan Aliansi Partai Politik Kurdi memanipulasi secara gelap dalam masalah pembentukan kabinet, dan meminta kedua pihak itu mengumumkan rincian perundingan selama beberapa hari yang lalu kepada parlemen dan rakyat Irak untuk menerima pengawasan umum.

Dikabarkan, Ghazi al-Yawar tetap merupakan pilihan ideal sebagai ketua parlemen dalam anggapan Aliansi Irak Bersatu dan Aliansi Partai Politik Kurdi. Akan tetapi, kalau Yawar tidak dapat mengubah sikapnya, kedua pihak berkemungkinan mencalonkan seorang politikus fraksi Sunni dari kelompoknya untuk memegang jabatan ketua parlemen. Dengan demikian, kedua fraksi besar dalam parlemen Irak itu akan terus melakukan adu kekuatan mengenai calon ketua parlemen.

Meskipun sangat terbatas pengaruh ketua parlemen transisi terhadap kehidupan politik masa depan, tapi penetapan calon ketua itu bersangkutan dengan seluruh konfigurasi pembagian kekuasaan Irak, dan menjadi fokus pertama perjuangan antara berbagai fraksi pasca pemilihan umum. Setelah dipilihnya ketua parlemen, Majelis Nasional Transisi masih perlu memilih presiden dan wakil presiden, Komite presiden menominasi calon perdana menteri dan anggota kabinet, menetapkan UUD permanen dan mengorganisasi referendum terhadap UUD. Dalam keliku-likuan proses pemilihan ketua parlemen tidak sulit diprakirakan bahwa proses pembangunan kembali politik Irak pada masa depan pasti tidak akan lancar.