Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2005-03-31 14:25:30    
Seni Lampion

cri

Seni lampion Tiongkok bersejarah lama dan mengandung isi budaya yang mendalam, merupakan hasil rakyat Tiongkok selama ribuan tahun.

Pada abad ke-2 Sebelum Masehi, Kaisar Dinasti Han menetapkan, pada tanggal 15 bulan pertama penanggalan Imlek, setiap kelurga dan setiap jalan baik yang besar maupun yang kecil harus memasang lampion berwarna warni. Kaisar dan permaisuri serta selirnya dengan didampingi oleh pejabat-pejabat akan keluar dari istana untuk bertamasya bersama dengan rakyat, untuk merayakan hari raya Cap Go Meh, yang kemudian juga disebut sebagai Hari Raya Lampion. Setelah hari Cap Go Meh secara resmi ditetapkan sebagai hari raya penting nasional, suasana pada Hari Raya Lampion pun menjadi lebih semarak. Pada hari Cap Go Meh, di jalan-jalan utama dan pusat kebudayaan digelar pekan lampion besar-besaran. Sedangkan istana, kuil, kediaman pejabat tinggi dan orang kaya juga membuat dan memasang banyak lampion tanpa menghiraukan ongkosnya, sehingga pada hari itu seluruh kota menjadi terang cemerlang bermandi sinar lampion. Penduduk baik laki-laiki maupun perempuan, baik yang berusia lanjut maupun yang masih remaja akan berjubel-jubel mendatangi jalan untuk melihat pameran lampion, menebak tekateki dan bermain tari lampion naga. Pada zaman kuno, rakyat Tiongkok tidak hanya terhibur dari pemasangan lampion, tapi juga bertradisi saling mengadu lampion secara kuantitatif dan kualitatif, sehingga hari raya Cap Go Meh pun menjadi pesta lampion. Di Tiongkok ada sajak yang khusus melukiskan suasana ramai hari Cap Go Meh, yang berbunyi: setiap tahun bunga mekar hampir sama, tapi lampion berbeda dari tahun ke tahun. Dan dari situlah lahir pula seni lampion berwarna warni.

Lampion berwarna paling awal yang muncul di Tiongkok kebanyakan dibuat dari belahan bambu, kayu atau logam sebagai kerangka dan kain sutra dan kertas sebagai bahan pembungkus, di mana dilukis gambar berwarna. Sejak masa Dinasti Tang dan Song (tahun 618-1279 Masehi), bahan-bahan untuk pembuatan lampion bervariasi semakin banyak dan teknik pembuatannya semakin halus. Tukang lampion pandai memanfaatkan tanduk, bulu binatang, glasir, kulit dan kain sutra untuk membentuk bunga peoni, bunga teratai dan sebagainya. Pokoknya lampion pada waktu itu bermacam-macam dan aneka warna.

Setelah memasuki masa Dinasti Song, rangkaian lampion raksasa yang digerakkan denganmesin semakin bertambah. Misalnya ada orang yang memakai roda bergerak untuk menaikkan air ke puncak bukit lampion, di mana air disimpan dulu dalam sebuah kotak besar kayu. Setelah air dialirkan, pemandangannya persis seperti air terjun yang tercurah dari sebuah gunung. Tapi yang paling mengagumkan ialah Lampion Gunung Aoshan yang terbuat pada hari Cap Go Meh masa Dinasti Song. Gunung Aoshan merupakan sebuah gunung dalam dongeng kuno yang beredar luas di kalangan rakyat. Konon gunung itu terapung di atas air laut. Untuk menstabilkan gunung itu, Kaisar Kayangan memerintahkan 15 ekor kura-kura menunjang gunung supaya menjadi stabil. Para tukang lampion pada masa Dinasti Song dengan bertema dongeng itu merancang dan membuat unit lampion Gunung Aoshan. Wajah pokoknya ialah seekor atau beberapa ekor kura-kura menunjang sebuah gunung yang penuh dengan lampion berwarna warni. Selain lampion, di atas gunung itu terlihat pula pohon dan patung Buddha, dewa dan lukisan. Dari gunung itu terdengar musik yang mengalun yang dimainkan pemusik di atas gunung. Di depan gunung itu biasanya dipasang panggung terbuka untuk mengadakan pertunjukan tarian. Dengan kemegahan yang luar biasa itu, Lampion Gunung Aoshan selalu adalah karya yang paling besar skalanya dalam suatu pesta lampion, dan sangat digemari kaisar karena Lampion Gunung Aoshan mengandung makna "negara tenteram untuk selama-lamanya", maka Lampion Gunung Aoshan pun menjadi bagian pameran lampion yang tak boleh kurang pada setiap hari Cap Go Meh.

Lain tempat lain gaya. Misalnya lampion yang dibuat di Kota Ninghai Provinsi Zhejiang, Tiongkok Timur bergaya unik, dan jauh pada seribu tahun yang lalu sudah dicantumkan sebagai barang yang khusus untuk kaisar. Biasanya lampion Kota Haining itu dibuat dengan belahan bambu sebagai kerangka dan di permukaannya ditutup dengan kertas bergambar dan berlobang kecil. Pada sebuah lampion terdapat paling sedikit sepuluh ribu lobang, dan paling banyak bisa sampai tiga ratus ribu buah. Dengan sinar yang memancar dari lobang-lobang itu, terbentuklah gambar-gambar yang halus.

Sedangkan lampion yang dihasilkan di Kota Suzhou, Propinsi Jiangsu Tiongkok Timur terkenal dengan teknik halus dan bentuk yang megah. Lampion berlapis-lapis yang dibuat di Kota Dezhou, Propinsi Shandong Tiongkok Utara juga termasuk kategori yang unik. Lampion berlapis-lapis itu berarti di dalam lampion terdapat lampion lagi yang lebih kecil dengan jumlahnya bisa mencapai belasan buah, dan setiap lapis mengandung satu dongeng atau lakon yang berbeda. Tapi yang paling aneh adalah lampion yang dihasilkan di daerah Foshan, Provinsi Guangdong Tiongkok Selatan. Lampion Foshan bergambar yang terbuat dari bijan yang bisa dimakan, maka lampion itu disebut juga sebagai lampion makanan, dan paling digemari anak yang bangor dan suka makan.

Di Loteng Tian'anmen di pusat Kota Beijing terdapat pula lampion besar yang berwarna merah dan tampaknya sangat megah. Sekarang lampion merah di Loteng Tian'anmen telah menjadi lambang kebudayaan tradisional Tiongkok.