|

Konferensi Asia-Afrika berlangsung di Bandung dari tanggal 18 sampai 24 April tahun 1955. Konferensi itu disebut "Konferensi Bandung" dan merupakan konferensi internasional pertama yang disponsori oleh negara-negara Asia dan Afrika untuk membahas masalah-masalah penting berbagai negara Asia dan Afrika. Penyelenggaraan Konferensi Bandung melambangkan bangkitnya negara-negara Asia dan Afrika yang luas , sekaligus menandakan tampilnya negara-negara Asia-Afrika di arena internasional sebagai kekuatan politik yang penting, dan akan berperan penting dalam urusan internansional.

Setelah berakhirnya Perang Dunia II, kekuatan imperialis telah sangat diperlemah, dan gerakan pembebasan nasional yang dilancarkan bangsa tertindas untuk menentang imperialisme dan kolonialisme bangkit menggelora. Situasi politik di kawasan Asia dan Afrika mengalami perubahan maha besar. Asia pertama-tama mematahkan belenggu sistem kolonial. Menjelang pembukaan Konferensi Bandung, di kawasan Asia dan Afrika lahir 30 negara kemerdekaan nasional. Imperialisme dan kolonialisme tidak rela akan kekalahannya di kawasan Asia dan Afrika. Khususnya Amerika Serikat yang menjadi pemegang hegemoni dunia kapitalis setelah Perang Dunia II menganggap perubahan situasi Asia-Afrika itu sebagai ancaman terhadap strategi globalnya untuk merajai dunia. Untuk itu, Amerika terus menjalankan politik kekuatan setelah berakhirnya Perang Korea, dan terus menimbulkan ketegangan situasi di Timur Jauh dan Asia Tenggara, dan secara terang-terangan mengintervensi urusan Indo-Cina. September tahun 1954, Organisasi Perjanjian Asia Tenggara SEATO , sebuah persekutuan militer dengan negara-negara barat sebagi induknya dibentuk di bawah pimpinan Amerika Serikat. Berdirinya SEATO dengan serius merusak keredaan sementara Asia Tenggara yang didatangkan oleh Persetujuan Jenewa. Dengan menggunakan organisasi itulah, Amerika secara resmi memasukkan perang dingin ke Asia Tenggara. Sementara itu, Amerika tidak hanya menggunakan blok militernya membendung Republik Rakyat Tiongkok, juga menandatangani apa yang disebut Perjanjian Pertahanan Bersama dengan pihak penguasa Taiwan, untuk secara terang-terangan mengadakan provokasi militer di daerah Taiwan Tiongkok.
Selain itu, Amerika juga aktif melaksanakan "rencana poin ke-4" untuk mengintensifkan infiltrasinya ke negara-negara Asia dan Afrika. Tingkah laku Amerika itu dengan serius mengancam kemerdekaan dan keamanan negara-negara yang baru merdeka di Asia, dan akan mengakibatkan come backnya kolonialisme. Dalam situasi itulah, negara-negara yang baru merdeka lebih menyadari perlunya untuk saling mendukung dan bersatu padu melawan agresi imperialisme. Demi perdamaian dan keamanan regional, mereka berharap dengan upaya bersama menyingkirkan kekuatan asing dan meredakan ketegangan situasi di Asia. Pemimpin-pemimpin dari sejumlah negara dengan bertolak dari kepentingannya sendiri menganggap akan lebih menguntungkan dirinya dengan menghindar keterlibatan dirinya ke dalam pusaran perang dingin, sehingga mengambil keputusan untuk menjalankan politik luar negeri yang damai dan netral. Justru di bawah bimbingan ide-ide tersebut , hubungan antar sesama negara Asia ditingkatkan, dan sejumlah negara mulai membina dan mengembangkan hubungan bersahabat dengan Tiongkok. Tanggal 29 April tahun 1954, Tiongkok dan India menandatangani Persetujuan Perdagangan dan Perhubungan Tibet Tiongkok-India. Menurut persetujuan itu, Inida menyetujui menjadikan lima prinsip yaitu saling menghormati kedaulatan, saling tidak mengagresi, saling tidak mengintervensi urusan dalam negeri, persamaan derajat dan saling menguntungkan, serta hidup berdampingan secara damai sebagai patokan untuk membimbing hubungan kedua negara, dan memberikan konfirmasi resmi terhadap lima prinsip itu dalam prakata persetujuan tersebut. Juni tahun 1954, Perdana Menteri Tiongkok Zhou Enlai berkunjung ke India dan Myanmar. Dalam Pernyataan Bersama yang masing-masing dikeluarkan oleh perdana menteri Tiongkok-India dan perdana menteri Tiongkok-Myanmar, lima prinsip hidup berdampingan secara damai sekali lagi dikukuhkan . Lima prinsip hidup berdampingan secara damai menyediakan patokan bagi penanganan hubungan antar negara yang berbeda sistem sosialnya, dan memanifestasikan keinginan negara-negara Asia dan Afrika menentang campur tangan imperialisme, membela kemerdekaan nasional dan kedaulatan negara, serta berpartisipasi dalam urusan internasional secara sama derajat. Agustus tahun 1953, Perdana Menteri Indonesia Ali Sastroamijoyo mengajukan gagasan tentang penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika. April tahun 1954, perdana menteri dari lima negara Asia Selatan mengadakan pertemuan di Kolombo untuk membahas masalah-masalah internasional yang menjadi perhatian bersama, di mana mereka membahas pula usul Perdana Menteri Ali Sastroamijoyo. Komunike Terakhir pertemuan itu menyatakan mendukung perdana menteri Indonesia menjajaki kemungkinan penyelenggaraan konferensi tersebut. September tahun 1954, Perdana Menteri Ali Sastroamijoyo berturut-turut berkunjung ke India dan Myanmar, dan bersama dengan perdana menteri kedua negara itu melanjutkan pembahasan mengenai penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika. Perdana menteri dari ketiga negara itu sama-sama menganggap perlu untuk mengadakan konferensi Asia-Afrika dalam waktu dekat. Walaupn Tiongkok tidak ikut serta dalam perencanaan dan persiapan Konferensi Asia-Afrika, tapi sejak permulaan Tiongkok dengan aktif mendukung pembukaan konferensi tersebut, dan mencurahkan tenaganya untuk itu.
Dalam kunjungan di India dan Myanmar Juni tahun 1954, Perdana Menteri Zhou Enlai menyatakan dukungan tegas Tiongkok kepada penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika. Desember tahun itu, Ketua Mao Zedong menyatakan harapan Tiongkok tentang penyelenggaraan konferensi itu kepada Perdana Menteri Myanmar yang tengah berkunjung di Tiongkok. Selama persiapan konferensi tersebut, Tiongkok dan Indonesia bertukar pandangan mengenai penyelenggaraan konferensi itu melalui jalur diploamtik, dan mengusulkan agar Lima Prinsip dijadikan sebagai fikiran pembimbing Konferensi Asia Afrika. Akhir Desember 1954, perdana menteri lima negara Asia Selatan mengadakan pertemuan di Bogor, Indonesia untuk mempelajari masalah-masalah yang berkaitan dengan penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika. Pertemuan memutuskan bahwa kelima negara tersebut bersama-sama memprakrasai Konferensi Asia Afrika dengan mengundang 25 negara dan daerah di Asia Afrika termasuk Tiongkok untuk hadir, dan menetapkan konferensi diselenggarakan di Bandung April tahun 1955. Tujuan Konferensi Asia Afrika yang dikemukakan Pertemuan Bogor ialah: mendorong persahabatan dan kerjasama antara negara-negara Asia Afrika, menjajaki dan mendorong kepentingan antara negara-negara Asia Afrika dan kepentingan bersama mereka, mendirikan dan meningkatkan hubungan bersahabat dan tetangga rukun, membahas hubungan sosial, ekonomi dan kebudayaan negara-negara peserta konferensi, membahas masalah-masalah yang mempunyai hubungan vital khusus bagi rakyat negara-negara Asia Afrika?membahas kedudukan negara-negara Asia Afrika di dunia serta sumbangan mereka dalam mendorong perdamaian dan kerjasama dunia. Keputusan Pertemuan Bogor itu mendapat sambutan baik dan dukungan merata negara-negara Asia Afrika, dan mendapat perhatian besar masyarakat internasional. Sehubungan dengan itu, sikap imperialisme juga sangat jelas. Untuk menghalangi penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika, Amerika pertama-tama mengarahkan mata tombaknya kepada Republik Rakyat Tiongkok. Setelah Pertemuan Bogor, provokasi perang Amerika terhadap Tiongkok meningkat setapak demi setapak. Januari tahun 1955, Kongres Amerika memberi wewenang kepada Presiden Amerika boleh "menggunakan pasukan bersenjata Amerika" untuk melindungi dan membela Taiwan dan kepulauan Penghu dari serangan bersenjata. Febuari tahun 1955, Amerika menyelesaikan proses legislatif untuk mengesahkan Perjanjian Amerika-Chiang Kaisek. Maret 1955, Presiden dan Menteri Luar Negeri Amerika berkali-kali berkoar akan melancarkan perang total terhadap Tiongkok, dan dengan mencolok melakukan intimidasi nuklir.. Selama masa itu, Amerika membuat kabar bohong bahwa Tiongkok "ingin merebut kepimpinanan dunia Asia Afrika" sehingga telah menjadi ancaman yang tajam dan urgen bagi Timur Jauh. Dengan isapan jempol itu, Amerika berupaya menghasut hubungan antara Tiongkok dan negara-negara Asia Afrika, dengan sengaja menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran terhadap Tiongkok. Untuk menghasut kontradiksi, Amerika dengan intensif memberikan pengaruh kepada sejumlah negara peserta konferensi dengan cara menarik di bidang politik dan memberi umpan di bidang ekonomi, agar negara-negara tersebut melancarkan perjuangan terhadap pengaruh komunis, dan melawan tekanan netralisme untuk melindungi Amerika dan politik blok militer Amerika. Imperialisme bahkan menggunakan agen rahasia meciptakan peristiwa pembunuhan yang mengerikan. Pada tanggal 11 April tahun 1955, para anggota pendahuluan delegasi Tiongkok gugur karena pesawat khusus "Princess Kashmir" yang dicarter meledak dan jatuh di perairan sebelah barat laut Sarawak oleh bom waktu yang diletakkan oleh dinas rahasia klik Chiang Kaisek dalam penerbangan dari Hong Kong ke Indonesia. Karena Perdana Menteri Zhou singgah di Yangoon untuk mengadakan pertemuan dengan pemimpin Myanmar dan negara-negara lain, maka intrik musuh yang menggunakan cara pembunuhan gelap untuk menghalangi delegasi Tiongkok yang dipimpin Zhou Enlai menghadiri konferensi di Bandung itu mengalami kegagalan. Dalam situasi di mana kecenderungan damai dan netral negara-negara Asia Afrika semakin meningkat, Konferensi Asia Afrika dapat diselenggarakan menurut rencana melalui upaya bersama negara-negara Asia Afrika dengan mengatasi gangguan dan sabotase imperialisme.
|