Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2005-05-20 14:39:30    
Kronologi Sejarah Umat Muslim di Tiongkok 1300 Tahun Yang Lalu

cri

Kita dapat menjumpai umat muslim di seluruh dunia, baik majority maupun minority. Namun, Muslim di Tiongkok jelas sangat berbeda, karena memiliki kronologi sejarah yang tertua dan berbeda dari umat muslim lainnya.

Sejarah Islam masuk ke Tiongkok dimulai dengan munculnya dua peradaban terbesar, yaitu peradaban Islam dan warga Tiongkok, pada saat keduanya sedang marak-maraknya. Warga muslim yang berdagang dan menetap di Tiongkok dimulai pada awal abad ketujuh, beberapa abad sebelum komunitas muslim terbentuk di bagian Asia selatan dan tenggara. Lama sebelum bangsa Eropa mendarat di Tiongkok, umat muslim telah lama menjadi penduduk pribumi di seluruh wilayah Tiongkok. Saat ini, jumlah warga muslim di Tiongkok lebih banyak daripada di Arab Saudi sendiri, dan pada kenyataannya bisa dikatakan lebih banyak jika dibandingkan dengan negara-negara Arab lainnya, kecuali Mesir.

Kebangkitan Islam di Asia Barat secara kronologi berhubungan dengan kebangkitan Dinasti Tang (618-907) di Tiongkok. Merupakan hal yang wajar jika beberapa Kerajaan di wilayah Asia harus membentuk serangkaian hubungan kebudayaan dan diplomatic. Konon menurut catatan sejarah, beberapa Duta Besar Arab pertama yang dikirimkan oleh Kalif Uthman (r.644-656) masuk ke wilayah Tiongkok pada masa Dinasti Tang yang dipimpin oleh Kaisar Kaotsung (r.650-683) di Changan, yaitu ibukota Tang pada tahun 651. Berdasarkan catatan sejarah tersebut, jika ditelaah melalui penyebaran agama Islam asli yang digabungkan dengan kekuatan para tentara Arab selama perluasan pertama Kekaisaran Muslim, maka diyakini bahwa bangsa Arab telah tiba di Changan sebelum bangsa Tiongkok tiba di Damaskus. Keadaan ini bagaimanapun diterima secara wajar oleh warga Tiongkok, bersamaan dengan peradaban kuno dan filosofi Sinosentrik mereka.

Kemudian, ratusan dan ribuan warga Arab dan Persia datang ke Tiongkok melalui dua rute perjalanan. Rute pertama ialah melalui laut, dari ujung Teluk Persia dan selatan semenanjung Arab melalui Lautan Indian menuju Kanton dan kota-kota pelabuhan lain di Tiongkok bagian selatan. Rute kedua ialah melalui darat, melalui jalan Sutera yang banyak diceritakan dalam dongeng atau menjadi cerita legenda rakyat Tiongkok, dilanjutkan dari Mediterranian Timur menyebrangi wilayah Asia Tengah menuju Bukhara dan Samarkan sebelum memasuki Tiongkok Barat Laut dan berakhir di pasar Changan (sekarang disebut dengan Xian) dan Beijing. Jumlah warga muslim yang datang ke Tiongkok baik lewat imigrasi dan lewat perluasan Tiongkok ke dalam Asia Tengah. Masyarakat muslim berkembang di Tiongkok tidak hanya melalui perkembangan yang natural namun juga oleh penyerapan warga Tiongkok asli melalui perkawinan, adopsi dan kadang-kadang melalui perubahan agama, yaitu yang semula dari agama Kristen atau Buddha, kemudian masuk menjadi agama Islam.

Umumnya bangsa Arab dan Persia yang masuk ke wilayah Tiongkok melalui darat kebanyakan adalah tentara, diplomat, sarjana, seniman, pedagang, dan pemimpin agama. Mereka secara mendalam dilibatkan dalam lingkungan politik, tentara, perdagangan, agama, kebudayaan, kehidupan sosial. Baik dalam keadaan damai atau perang, kebanyakan dari mereka hidup secara damai, menikah dengan wanita bangsa Han, memiliki tanah, bekerja sebagai pegawai sipil atau militer, mendirikan toko, melayani sebagai ahong (pemimpin agama) di mesjid yang mereka dirikan.

Tidak mudah bagi mereka untuk sampai di Tiongkok dan tidak mudah bagi mereka untuk meninggalkan Tiongkok. Yang menjadi masalah penyelesaian mereka di Tiongkok ialah faktor kepemimpinan dalam pembentukan umat muslim minoritas di Tiongkok. Warga muslim yang berdagang di kota pantai Tiongkok selama masa dinasti Tang, Sung dan Yuan, telah memberikan kontribusi kecil untuk perkembangan warag Muslim Tiongkok jika dibandingkan dengan beberapa bangsa Arab, Persia, dan Asia Tengah yang masuk ke Tiongkok melalui darat.

Agama Islam, Yahudi, Manichaeism, Nestorianism, dan Zoroastrianism masuk ke Tang Tiongkok pada waktu yang sama. Tapi pada akhir masa Dinasti Ming, agama Islam menjadi satu-satunya agama kepercayaan yang terus hidup, berkembang, dan memiliki kubu yang kuat ke dalam sinoised minoritas, dan mendapatkan keanggotaan etnik permanen dalam pembentukan bangsa Tiongkok.

Sedangkan empat agama lainnya menghilang pada abad ke-14, meskipun agama Buddha yang masuk ke Tiongkok pada abad pertama Anno Domini (AD), masih merupakan kepercayaan terbesar kedua.

Biarbagaimanapun, pada masa milenium gemilang ini, sayangnya disusul oleh kegelapan kekuatan Islam Tiongkok, yaitu terjadinya pembantaian umat muslim pada masa Dinasti Qing (1644-1911). Dalam 267 tahun ini, serangkaian penguasa Manchu mengambil kebijaksanaan untuk menindas warga muslim dan menekan kebiasaan-kebiasaan agama Islam, jika tidak benar-benar ingin menghapuskan agama ini. Setelah jatuhnya Qing, Republik Rakyat Tiongkok didirikan pada tahun 1912. Semua warga Islam Tiongkok mendukung didirikannya pemerintahan baru dan memulai kembali pergerakan kebangkitan mereka hingga saat ini baik di Daratan Tiongkok maupun Taiwan.

Ketika agama Islam marak di Asia Barat, warga muslim di Tiongkok juga menikmati perdamaian dan kemakmuran mereka. Dan ketika agam Islam di Asia Barat jatuh, warga muslim di Tiongkok juga turut merasakan penderitaan tersebut.

Dengan demikian, berdasarkan sejarah, bisa dikatakan bahwa agama Islam di Tiongkok merupakan sebagian integral dari perwujudan agama Islam di dunia.