|
Berkenaan dengan terjadinya berkali-kali serangan bom di Irak, tentara Amerika Serikat ( AS ) dalam pernyataannya kemarin mengatakan, tentara koalisi AS-Irak mulai mengadakan penggerebekan di Baghdad pada Minggu lalu untuk membasmi elemen bersenjata. Dalam penggerebekan itu, 285 tersangka dari organisasi kekuatan bersenjata ditangkap. Juru bicara tentara AS mengatakan, ini merupakan aksi berskala terbesar yang diadakan bersama oleh tentara AS dan pasukan keamanan Irak.
Di samping maraknya aksi penggerebekan itu, untuk pertama kali diungkapkan rencana pengaturan kembali tentara AS untuk Irak: tentara AS akan menarik mundur dari kota-kota Irak, dan berangsur-angsur memusatkan pengaturannya di empat pangkalan militer besar di daerah bagian-bagian utara, barat, tengah dan selatan. Tentara AS akan mendukung pasukan keamanan Irak di bidang-bidang logistik dan reaksi cepat bila diperlukan oleh pemerintah Irak.
Menteri Luar Negeri AS, Condoleezza Rice dan Menteri Pertahanan, Donald H. Rumsfeld berkali-kali menyatakan, proses penarikan tentara AS akan dilangsungkan sesuai dengan situasi keamanan di Irak, dan kini masih belum ada jadwal waktu yang ditetapkan. Oleh karena itu, analis berpendapat rencana pembangunan empat pangkalan militer besar telah mengungkapkan percobaan tentara AS untuk ditempatkan di Irak secara permanen.
Analis menunjukkan pula, para warga Irak mengharapkan terwujud secepatnya kemerdekaan dan kedaulatan negara, dan menganggap penempatan tentara AS di Irak bertujuan merampok sumber minyak dan menarik keuntungan ekonomi, mengekang Iran dan Suriah sebagai dua negara yang bersikap keras terhadap AS di Timur Tengah guna menyediakan jaminan keamanan yang lebih banyak kepada Israel, mewujudkan strategi untuk lebih lanjut mengendalikan Timur Tengah. Oleh karena itu, penempatan permanen yang diusahakan tentara AS tidak mendapat dukungan warga setempat dan pasti ditentang oleh berbagai pihak.
Pertama, penempatan tentara AS di Irak merupakan alasan utama bagi organisasi kekuatan bersenjata untuk melancarkan serangan, lingkungan keamanan yang memburuk dengan serius merintangi proses pembangunan kembali Irak.
Kedua, kekerasan anti-AS yang berlanjut terus menyebabkan bentrokan antar berbagai faksi agama kian menghebat. Yang menjadi korban dalam berbagai pembunuhan dan serangan baru-baru ini, kebanyakan adalah tokoh keagamaan Syiah dan Sunni, sehingga hubungan kedua golongan itu lebih menegang. Asosiasi Ulama Sunni mencela tentara AS dan pemerintah peralihan yang didominasi oleh golongan Syiah dengan semau-maunya menangkap dan membunuh tokoh golongan Sunni, sedangkan pemimpin golongan Syiah, Moqtada al-Sadr belum lama berselang mencela tentara AS bermaksud mensabot hubungan antara golongan Syiah dan golongan Sunni. Dia menuntut tentara AS menarik diri dari Irak.
Ketiga, AS selalu memihak kepada Israel dalam masalah Timur Tengah dan menjajakan " rencana demokrasi Timur Tengah Raya " di Timur Tengah selama tahun-tahun terakhir ini, memaksa negara-negara Arab di kawasan itu mengadakan apa yang disebut reformasi " demokratis ", sehingga sentimen anti-AS di kawasan Timur Tengah semakin meningkat.
Keempat, proses pembangunan kembali Irak diperlukan lingkungan ekstern yang baik. Apabila tentara AS ditempatkan secara permanen di Irak, maka itu pasti mengancam negara tetangganya Iran dan Suriah. Namun, tanpa kerja sama kedua negara tetangga Irak itu di bidang keamanan, pemerintah Irak sangat sulit mencegat penyusupan elemen bersenjata asing ke wilayah Irak dengan melintasi perbatasan, apalagi terwujudnya tujuan keamanan dan kestabilan.
Analis berpendapat, para warga Irak dan rakyat di kawasannya menentang penempatan permanen tentara AS di Irak, pemerintah yang dikuasai oleh Aliansi Irak Bersatu golongan Syiah juga mengharapkan terwujudnya secepat mungkin kemerdekaan dan kedaulatan negara. Dalam keadaan seperti itu, tentara AS akan menghadapi pilihan yang sulit. ( Insan, Haifeng )
|