Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2005-05-24 16:15:16    
Nasib Pakaian Tradisional Di Era Digital

cri

Menurut situs wikipedia.org, pakaian ialah kebutuhan pokok manusia selain makanan dan tempat berteduh/tempat tinggal (rumah). Manusia membutuhkan pakaian untuk melindungi dan menutup dirinya. Namun seiring dengan perkembangan kehidupan manusia, pakaian juga digunakan sebagai symbol status, jabatan atau kedudukan seseorang yang memakainya. Perkembangan dan jenis-jenis pakaian bergantung pada adat-istiadat, kebiasaan dan budaya di mana masing-masing bangsa memiliki cirri khas masing-masing.

Sejarah Pakaian

Pada awalnya manusia, manusia memanfaatkan kulit pepohonan dan kulit hewan sebagai bahan pakaian, kemudian memanfaatkan benang yang dipintal dari kapas, bulu domba serta sutera yang kemudian dijadikan kain sebagai bahan pakaian. Kini dikenal berbagai macam jenis-jenis kain di antaranya : sutera, wool, katun, tetron, mori, dan lain sebagainya.

Ensiklopedia Pakaian Tiongkok

Sejarah pakaian tradisional Tiongkok bermula dari masyarakat pertanian 2000 tahun yang lalu. Pada tahun 1920-an dan 30-an, mode pakaian mereka mengikuti pola pakaian budaya Barat, dimodifakasi untuk menekankan garis-garis lengkung feminim secara samar-samar. Pakain tradisional wanita Tiongkok yang dikenal dengan sebutan, qipao ini umumnya berlengan pendek dan terbelah di bagian paha samping kiri dan kanan. Dalam proses modernisasi Tiongkok, kelihatannya pakaian tradisional ini pun sudah ketinggalan zaman. Dilihat dari segi design, warna dan ketidakcocokannya dengan irama kehidupan modern kini, sepertinya pakaian tersebut telah menghalangi ruang gerak kehidupan modern tadi.

Namun kemudian pandangan mengenai pakaian tradisional Tiongkok yang sudah ketinggalan zaman dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan modernisasi industri pakaian Tiongkok pupus pada saat salah seorang artis terkenal Tiongkok, Gong Li pada pertengahan tahun 1990-an, telah berhasil mengubah sikap tersebut pada saat kehadirannya dengan mengenakan gaun tradisional Tiongkok pada Upacara Penganugerahan Penghargaan Film Internasional menimbulkan kekaguman luar biasa dari para artis serta undangan yang hadir saat itu. Meskipun mode pakaian tersebut telah mendapat berbagai modifaksi di sana-sini, namun penampilan gaun tersebut tidak kehilangan bentuk tradisional aslinya, sehingga Gong Li menerima tepuk tangan meriah dari para hadirin yang notabene datang dari negara Barat, dan pada saat itu juga Gong Li dimasukkan ke dalam daftar 50 wanita tercantik di dunia. Sementara di Tiongkok, mereka melakukan perdebatan hangat mengenai estetika Barat dan Timur, termasuk juga sikap terhadap tradisi.

Namun pada tahun belakangan ini, perdebatan tersebut telah mereda. Sebagian orang sekarang telah mengerti bahwa antara Timur dan Barat tidak antiphatetic, dan semua keanekaragaman kecantikan dapat diterima.

Menurut ahli sosial prikologi Tiongkok, Liu Mingyi menjelaskan, "bahwa ini merupakan salah satu kunci perubahan di Tiongkok selama 20 tahun keterbukaan dan reformasi Tiongkok terhadap dunia luar." Pada pertengahan tahun 1990-an, walaupun Tiongkok telah membuka diri terhadap dunia luar, namun perkembangan ekonominya belum lagi sekuat sekaran. Warga Tiongkok masih sangat berhati-hati atau waspada terhadap perkembangan budaya Barat ke Tiongkok, dikhawatirkan bahwa mereka nantinya akan meremehkan kebudayaan tradisional Tiongkok. Kemudian pada saat perkembangan ekonomi Tiongkok berkembang pesat dan keunggulannya meningkat di tangga perekonomian dunia telah menjadikan warga Tiongkok lebih percaya diri dan keyakinannya terhadap kebudayaan tradisional mereka sendiri. Hal tersebut juga mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku warga Tionghoa yang lebih objektif serta toleran terhadap kebudayaan asing.

Berdasarkan hasil suvei pada bulan September 2001, pendapatan per kapita yang dihasilkan oleh warga Tiongkok yang hidup di berbagai kota dan daerah berkisar 5108,4 yuan RMB, di mana sekitar 378,7 yuan RMB dikeluarkan untuk membeli pakaian. Peningkatan dalam bidang pendapatan memungkinkan membawa perubahan pada kwalitas kehidupan.

Saat ini, warga Tiongkok mempunyai beberapa pakaian yang bergantungan di lemari pakaian mereka, kata Liu Min, salah seorang perancang pada Institut Penelitian dan Perancangan Baju-Baju Tiongkok. Mereka telah belajar untuk memakai aneka ragam busana yang disesuaikan dengan berbagai macam keadaan atau kesempatan, memadukan warna dan kain, dan memberikan perhatian lebih terhadap rancangan. Namun sebelum tahun 1995, gejala-gejala seperti itu sebagian besar menggapnya sebagai bentuk keroyalan.

Orang zaman sekarang menginginkan pakaian tidak hanya untuk menutupi tubuh mereka, melainkan juga untuk mengekspresikan pribadi, perasaan dan pandangan mereka. Mereka kerap mengunjungi berbagai pusat perbelanjaan, butik, dan pasar ritel hanya untuk mencari pakaian yang sesuai atau cocok dengan keinginan mereka.