Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2005-05-27 18:46:15    
Festival Laba

cri

Festival Laba dirayakan pada hari ke delapan bulan terakhir kalender Tiongkok, merujuk pada permulaan beberapa perayaan tradisional selama Tahun Baru Imlek. La dalam bahasa Tiongkok bermakna bulan ke 12, dan ba bermakna delapan.

Beberapa legenda mengenai asal-usul perayaan ini sangat banyak. Salah satu legenda tersebut telah berusia sekitar 3000 tahun lalu, di mana upacara korban disebut dengan La, yang diselenggarakan pada bulan ke 12 dari penanggalan kalender Tiongkok, pada saat masyarakat hendak memanjatkan do'a-do'a kepada Dewa Langit dan Bumi. Huruf Kanji Tiongkok untuk korban dan bulan ke 12 (La) saling dapat dipertukarkan, dan sejak itu, La kerap dipergunakan untuk merujuk pada kedua kata tersebut.

Warga Han Tiongkok sejak dahulu telah menggunakan tradisi ini yaitu memakan nasi bubur Laba pada Festival Laba. Biasanya tanggal perayaan tersebut jatuh pada pertengahan bulan Januari.

? Legenda Laba

Alkisah nasi bubur Laba pertama sekali diperkenalkan pada masa Dinasti Song sekitar 900 tahun yang lalu.

Para pendeta Buddha menerima baik atau menyetujui kebiasaan yang kerap dilakukan oleh warga Han Tiongkok ini, yang percaya bahwa Sakyamuni, pendeta Buddha pertama dan pendiri agama ini, mencapai penerangan pada hari ke delapan bulan ke 12 penanggalan Tiongkok. Nasi bubur yang dihidangkan untuk para pendeta Buddha berisi buncis, kacang, dan buah-buahan kering. Seiring dengan bergulirnya waktu, kebiasaan tadi pun terus dilanjutkan, khususnya di wilayah rural d mana para buruh tani akan bersembahyang yaitu salah satu upacara syukuran untuk mendapatkan hasil panen yang berlimpah-limpah.

Walaupun demikian, berkenaan dengan tradisi ini, juga ada sebuah cerita yang sangat mengharukan, yaitu pada saat Sakyamuni sedang dalam perjalanan mendaki gunung yang tinggi dalam misinya untuk menemukan pengertian dan penerangan, dia kelihatan sangat letih dan lapar. Lelah karena perjalanan yang panjang tersebut, tanpa sadar dia melewati sebuah sungai di India. Seorang penggembala menemukannya di sana dan memberinya makan siang ? bubur yang dibuat dengan buncis dan beras. Setelah makan bubur itu, serta merta Sakyamuni dapat melanjutkan perjalanannya kembali. Sesudah enam tahun menjalani disiplin yang ketat, akhirnya dia menyadari bahwa impiannya tentang penerangan yang tinggi telah dicapainya pada hari ke delapan bulan ke dua belas penanggalan Tiongkok. Sejak saat itu, para rahib Buddha menyiapkan nasi bubur pada malam kejadian tersebut dan mengadakan sebuah perayaan pada hari berikutnya, selama perayaan tersebut para rahib melantunkan irama sutra dan menawarkan bubur kepada Buddha. Dengan demikina, bisa dikatakan, bahwa tradisi memakan bubur Laba didasarkan pada agama, meskipun dengan berjalannya waktu, makanan itu sendiri menjadi makanan popular di musim dingin khususnya pada musim dingin di Tiongkok utara.

Berdasarkan catatan sejarah, di beberapa kuil Buddha besar akan menawarkan nasi bubur kepada kaum miskin untuk menunjukkan kesetiaan mereka kepada Buddha. Pada masa Dinasti Ming sekitar 500 tahun yang lalu, makanan tersebut menjadi sebuah makanan suci yang disajikan oleh para kaisar untuk para pejabatnya selama perayaan festival. Meskipun saat itu makanan tersebut hanya disajikan bagi kalangan feodal saja, namun makanan tersebut juga cepat menjadi terkenal di seluruh negeri.

? Nasi Bubur Laba

Nasi bubur Laba berisi beras ketan, kacang merah, tanaman millet, sorgum Tiongkok, kacang polong, biji lotus kering, dan bahan-bahan lainnya, seperti kurma kering, daging walnut, almon, kacang, dan lain-lainnya. Sebetulnya hanya delapan bahan-bahan yang digunakan, dimasak dengan gula hanya untuk membuat bubur terasa lezat. Orang dari Tiongkok utara lebih suka memasaknya dengan beras ketan, kacang polong merah, kurma, biji lotus, pulpa longan kering, walnut, pine nuts, dan buah-buahan kering lainnya di dalam bubur mereka, sementara warga dari Tiongkok selatan, menyukai bubur asin yang disajikan dengan beras, kedelai, kacang tanah, kacang plong, talas, kastanye air, walnut, sayur-sayuran, dan idaging iris. Di utara, makanan tersebut merupakan makanan pencuci mulut yang ditambah dengan gula, sedangkan di selatan, di tambah dengan garam. Sebagian orang suka menambahkannya dengan kayu manis dan bumbu penyedap lainnya untuk penyedap rasa.

Cara memasak bubur Laba ini ialah, dengan mengatur panas api untuk memasak, di mana ini merupakan hal yang sangat penting untuk mendapatkan hasil bubur Laba yang baik. Pada awal mula bubur dimasak, nyala api harus tinggi, tapi kemudian api kompor harus dikecilkan sampai bubur tersebut mendidih hingga memancarkan aroma yang harum. Memang proses pembuatan bubur ini sedikit memakan waktu tapi tidak sulit.

Bubur Laba tidak hanya mudah disiapkan, namun juga merupakan makanan bergizi pada musim dingin, karena bubur tersebut mengandung asam amino, protein, vitamin, dan zat-zat nutrisi lainnya yang dibutuhkan oleh manusia. Kacang-kacangan yang masak dan buah-buahan yang kering baik untuk menenangkan syaraf, menyehatkan jantung dan vitalitas, serta memperkuat limpa. Oleh sebab itu makanya bubur ini juga dijuluki sebagai bubur babao (Eight Treasure).