Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2005-06-06 19:28:26    
Kenang-kenangan Tentang Penjahat Perang Jepang Yang Menjalani Pengubahan Diri Di Tiongkok

cri

Tahun ini adalah ulang tahun ke-60 kemenangan perang melawan Jepang di Tiongkok dan perang antifasis di dunia. Untuk memperingati hari kemenangan itu siaran CRI kami membuat acara khusus serial yang mengenang sejarah yang tak dapat dilupakan. Dalam acara kali ini saudara pendengar akan kami ajak mengenang sejarah 40 tahun yang lampau waktu penjahat perang Jepang yang mengagresi Tiongkok menjalani hukuman di Tiongkok.

Saudara pendengar, Fushun adalah kota penghasil batu bara terkenal di Provinsi Liaoning Tiongkok timur laut. Kota tersebut dibelah sebuah sungai menjadi dua bagian. Di tepi selatan pantai sungai didirikan sebuah gedung peringatan pembantaian Pingdingshan, di mana 3.000 lebih penduduk Tiongkok yang tak berdosa pernah dibunuh oleh serdadu agresor Jepang dan sampai sekarang masih terlihat kerangka jenazah bertumpuk-tumpuk. Di tepi utara sungai itu terdapat sebuah lembaga pengurusan penjahat perang di mana hampir 1.000 orang penjahat perang Jepang pernah menjalani pengubahan diri. Mereka dipenjarakan 6 sampai 8 tahun, tak seorang pun dihukum mati dan dipulangkan semua ke Jepang setelah menyelesaikan masa pengubahan diri.

Dalam perang 60 tahun yang lalu, kaum agresor Jepang melakukan kejahatan amat besar terhadap rakyat Tiongkok. Mereka menjalankan kebijakan tanpa kemanusiaan di Tiongkok, membunuh dengan kejam penduduk damai Tiongkok dan merampok dengan gila-gilaan sumber daya tambang. Dalam masa pascaperang itu, dengan bertolak dari kemanusiaan, pemerintah Tiongkok menjalankan pendidikan budi pekerti secara kemanusiaan terhadap penjahat perang Jepang, sehingga mereka diubah dari penjahat perang menjadi orang yang cinta damai.

Yamaguchi Izo adalah seorang bekas penjahat perang yang pernah menjalani pengubahan diri di Fushun kemudian kembali ke negerinya. Sekalipun ia sudah berusia 80 tahun, tetapi pengalaman menjalani pengubahan diri di Tiongkok tetap segar dalam ingatannya. Berbicara tentang pengalamannya tersebut, ia mengatakan,

" Waktu saya di lembaga pengurusan penjahat perang Fushun, kami penjahat perang diperlakukan sangat manusiawi. Di sana kami menerima pendidikan mengubah pikiran dan menyadari kejahatan perang yang kami lakukan. Fushun adalah tempat yang memberikan jiwa baru kepada saya."

Penjahat perang Jepang seperti Izo itu di Tiongkok berjumlah 1.062 orang, di antaranya 969 orang dipenjarakan di Fushun. Menurut statistik, hampir sejuta orang penduduk dan prajurit Tiongkok dibunuh mereka dan kekayaan yang mereka rampok dari Tiongkok lebih-lebih tak terbilang banyaknya.

Sedangkan terhadap penjahat perang asuhan kaum militeris Jepang itu, pemerintah Tiongkok mengubah mereka dengan semangat kemanusiaan, sehingga mereka mengakui kejahatan setapak demi setapak. Chui Renjie yang pernah bekerja di lembaga pengurusan penjahat perang Fushun mengenangkan, waktu ia dikirim untuk bekerja di sana, ia tidak bersedia. Sama seperti semua pekerja di lembaga itu, mereka akhirnya tidak mempersoalkan perasaan pribadi, bertolak dari menghormati kepribadian penjahat perang dan bekerja untuk menyediakn syarat cukup baik pada waktu itu kepada penjahat perang dalam berbagai bidang. Ia menerangkan," Taraf hidup penjahat perang di lembaga itu jauh lebih baik daripada taraf penduduk Tiongkok biasa masa itu. Makanan setiap hari adalah beras, terigu ditambah daging, sayur, telur yang segar dan diberikan cukup. Dalam kehidupan budaya, mereka dapat menonton film satu atau dua kali sepekan. Setengah hari belajar setengah hari bekerja, dapat membaca buku dan juga dapat mengikuti kegiatan kesenian dan olahraga."

Semua pekerja di lembaga itu bisa berbahasa Jepang dan memerhatikan penjahat perang dari hal-hal sepele dalam kehidupan, sehingga perasaan manusia normal para penjahat perang digugah. Para penjahat melalui belajar teori dan dibagi menjadi regu saling bantu, mereka berturut-turut menyadari kejahatan perang dan mengakui kejahatan yang mereka lakukan serta meminta pemerintah Tiongkok menjatuhkan hukuman berat terhadap mereka.