Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2005-06-15 13:40:11    
Hetian, Kota Kecil di Xinjiang Selatan

cri

Di Daerah Otonom Uigur Xinjiang, Tiongkok barat laut ada sebuah kota kecil, Hetian, yang terkenal di dunia karena pernah menjadi kota penting di "jalan sutera" pada zaman kuno, dan banyak menghasilkan jade atau batu giok.

Di kota Hetian, pada zaman kuno dinamakan Yutian, yang terletak di bagian selatan Xinjiang itu sebagian terbesar penduduknya adalah etnis Uigur yang menganut agama Islam, namun dulu kota itu pernah menjadi pusat agama Buddha yang paling awal di Tiongkok. Berdasarkan penelitian sejarawan, kota penting di "jalan sutera" zaman kuno yang menghubungkan Timur dan Barat itu juga pos pertama penyebaran agama Buddha dari India ke Tiongkok. Agama Buddha tersebar ke Yutian dari India sekitar abad ke-1 sebelum masehi. Sejalan dengan makin berkembangnya agama Buddha di daerah itu, agama Buddha pernah dianut oleh seluruh penduduk kota tersebut, dan menjadi tempat yang menarik sejumlah biksu terkemuka belajar dan mengajarkan agama. Banyak kitab penting asli agama Buddha salinan dalam bahasa Mandarin di daerah pedalaman Tiongkok berasal dari daerah itu. Di Hetian sekarang ini masih terdapat sejumlah besar patilasan bangunan agama Buddha. Benda-benda seni dan budaya agama Buddha yang tergali masih sangat mengagumkan meski sudah berusia ribuan tahun. Warga Hetian sangat bangga akan patilasan-patilasan yang mencatat sejarah panjang Hetian itu. Duan Li yang sudah bertahun-tahun tinggal di Hetian sangat menyenangi sebuah kota kuno bernama Niya di dekat Hetian. Dikatakannya, "Kota kuno itu pernah tercatat dalam buku sejarah Dinasti Han sekitar 2200 tahun silam, dinamakan Niya oleh penduduk etnis Uigur setempat. Pada tahun 1930-an, petualang Inggris Stein menemukan kota kuno Niya ketika melakukan ekspedisi di Gurun Taklimakan. Ketika itu kota kuno tersebut masih terpelihara relatif utuh. Sejumlah bangunan masih terpelihara sangat baik, dan terdapat sejumlah pagoda agama Buddha."

Patilasan kota kuno itu panjangnya 30 km pada arah Utara-Selatan, dan lebar 5 km pada arah Timur-Barat, tersebar sekitar seratus patilasan pagoda, kuil, makam dan rumah penduduk. 2000 tahun yang lalu, kota ini pernah sangat ramai dan makmur, tapi entah apa yang terjadi sehingga kota kuno ini tiba-tiba tenggelam di lautan pasir yang luas tak bertepi di Gurun Taklimakan, dan sempat tidur selama seribu tahun di dasar gurun. Kota kuno itu kembali mengundang perhatian masyarakat luas setelah dunia digemparkan oleh Stein yang merampok benda-benda budaya pusaka dari kota itu pada tahun 1901.

Di Hetian, mengunjungi patilasan sejarah seperti kota kuno Niya adalah acara wisata yang penting. Meski sejarah yang dialami patilasan sejarah itu telah menjadi kenangan, namun patilasan-patilasan yang terkubur di bawah pasir itu bagai pigura sejarah mengingatkan orang akan kisah-kisah sebenarnya yang pernah terjadi di bumi ini.

Yutian pada zaman kuno adalah pusat perhubungan jalur selatan Jalan Sutera dan pusat pengumpulan dan penyebaran sutera yang penting. Sejalan dengan berkembangnya perdagangan melalui laut, Jalan Sutera di darat berangsur-angsur menjadi sepi pada abad ke-15, dan kota Yutian pun menjadi pudar dan sepi. Namun di kota kecil yang sekarang ini dinamakan Hetian tersebut, kita masih bisa membayangkan keramaian "kota di Jalan Sutera" pada zaman dulu. Di sebuah pabrik tenun sutera di kota itu, seorang wisatawan dari Pakistan, Naunihal Shah mengatakan,"Pakistan dekat letaknya dengan Xinjiang Tiongkok, maka sudah sejak zaman dulu benda anyaman seperti permadani sutera tersebar ke negeri kami. Dulu, adalah suatu kebanggaan memiliki sebuah kain sutera atau permadani."

Produk tekstil sutera pabrik ini banyak yang dipasarkan ke negara-negara sepanjang "Jalan Sutera" dan mendapat sambutan baik.

Selain patilasan sejarah dan produk tekstil sutera, Hetian yang dulu dinamakan Yutian, atau "tempat penghasil jade atau giok" dalam bahasa Tibet itu sangat terkenal karena banyak menghasilkan batu permata itu.

Jade atau batu giok yang dihasilkan Hetian putih metah dan sangat halus kualitasnya, harganya pun sangat mahal, dianggap sebagai giok yang berkualitas sangat tinggi. Berbagai benda giok yang dihasilkan kota tersebut kini sudah dipasarkan ke lebih 20 negara dan daerah antara lain Swedia, Italia, Inggris dan Perancis. Seorang penggemar batu giok, Wang Kun mengatakan,"Batu giok Hetian sangat terkenal di Tiongkok maupun dunia karena giok yang dihasilkan daerah ini paling murni. Kami warga Hetian sangat bangga dengan produk giok kota ini."

Dikatakan oleh Wang Kun, batu giok Hetian berasal dari gunung atau sungai. Yang berasal dari sungai lebih mahal harganya. Sampai sekarang masyarakat Hetian masih mempertahankan kebiasaan mencari batu giok di sungai. Begitu musim panas tiba, kita akan menyaksikan banyak warga setempat sibuk mencari batu giok di sungai dengan caranya masing-masing, ada yang bertelanjang kaki berjalan di sungai untuk mencari batu permata itu dengan kaki, ada pula yang menyelam ke dalam sungai untuk meraba dengan tangan. Meski itu suatu pekerjaan yang cukup berat, tapi mereka tampak senang mengadu nasib. Siapa tahu beruntung menemukan batu giok yang bagus dan mahal harganya.

Musim yang bagus untuk berwisata ke Hetian adalah antara Juni dan Oktober. Berkunjung pada waktu itu, selain dapat menikmati pemandangan yang indah, dapat pula mencicipi berbagai macam buah hasil setempat. Mayoritas penduduk Hetian adalah muslim, di sini tersedia berbagai makanan halal yang enak rasanya.