Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2005-06-21 10:43:10    
Catatan Wisata Ketiga : Guiyang

cri

Hari ini kami diajak mengunjungi desa baru etnis Miao kecamatan Yao Yan. Kenapa dinamakan desa baru? Karena desa ini telah melakukan serangkaian perubahan, terutama dalam masalah pembangunan perumahan baru bagi para warga desa setempat. Pemerintah mengalokasikan dana sebesar 4.000 yuan RMB atau sekitar 500 dolar AS bagi setiap penduduk desa etnis Miao untuk membantu mereka membangun rumah yang memenuhi syarat. Namun dana tersebut masih juga ditambah oleh dana dari para penduduk itu sendiri, hasilnya sangat menakjubkan, kini rumah-rumah baru yang memenuhi syarat telah berdiri di desa tersebut. Para warga yang sebelumnya tinggal di rumah yang terbuat dari tanah liat tersebut, tidak perlu khawatir lagi apabila takut kalau rumahnya runtuh, pecah, atau bahkan rusak karena tersiram oleh air hujan.

Kecamatan ini kami tempuh melalui perjalanan yang sedikit berbukit-bukit, mengingat memanglah keadaan Guiyang ini dikelilingi oleh perbukitan kira-kira kurang lebih dua jam perjalana, dari pusat kota Guiyang. Kali ini kami diantar dengan mini bus mengingat perjalanan yang kami tempuh tersebut sedikit sukar untuk dilalui oleh bus besar.

Begitu tiba di lokasi, kami disambut ole hiring-iringan musik, tari-tarian, dan nyanyian daerah, Selamat Datang, yang dilantunkan oleh beberapa orang wanita etnis Miao setempat yang saat itu mengenakan pakaian tradisional mereka yang dibuat oleh tangan. Kami yang datang sangat terharu dan terkesan. Ini betul-betul pengalaman yang menarik, karena kami sebagai tamu merasa benar-benar sangat terhibur atas apa yang disuguhkan oleh para warga di sana. Disambut dengan tarian dan nyanyian, bahkan kami disuguhi minuman arak khas dari desa tersebut. Cerita tentang arak ini sedikit unik. Apabila kita tersentuh oleh cangkir arak yang berukuran kecil itu, maka mau tak mau kita harus meminum habis arak tersebut. Oleh sebab itu bagi yang tidak dapat minum arak, maka harus berhati-hati jangan sampai tersentuh oleh cangkir arak tadi. Walaupun begitu semua menghadirkan kesan yang meriah. Barisan iring-iringan yang menyambut kedatangan kami di depan jalan desa tersebut, terdiri dari wanita tua dan muda, beserta anak perempuan berusia antara depalan dan sepuluh tahun, juga beberapa orang pemuda yang memainkan alat musik tiup. Selain menari dan menyanyi, para gadis cilik ini juga menampilkan keahlian seni kungfu mereka di depan kami para tamu. Semua tamu yang hadir saat itu yaitu utusan dari beberapa departemen bahasa di CRI benar-benar sangat gembira akan kunjungan ini. Mereka tidak mengira akan mendapati pengalaman demikian. Semua mengatakan sangat terkesan dan menilai sangat bagus terhadap adat-istiadat dan kebudayaan etnis Miao yang masih terpelihara hingga kini. Menurut informasi etnis Miao ini memiliki bahasa daerah khusus, dan uniknya mereka tidak memiliki huruf atau tulisan. Dari hasil penelitian yang pernah dilakukan, beberapa baju daerah etnis Miao yang disulam dalam berbagai bentuk sulaman, menggambarkan bahwa baju tradisional mereka tersebut adalah buku sejarahnya. Mungkin di situlah tempat untuk menjelaskan bagaimana keadaan etnis ini tadi.

Kehidupan etnis Miao saat ini benar-benar sangat terjamin dengan adanya proyek dari pemerintah untuk membangun rumah sederhana yang memenuhi syarat tadi yang diselesaikan hanya dalam waktu tiga bulan saja. Beberapa rumah bahkan dipenuhi dengan perabotan rumah tangga yang bagus, mulai dari ruang tamu yang dilengkapi dengan beberapa kursi tamu masa kini, televisi, VCD/DVD player, dan lain sebagainya, juga dilengkapi dengan mesin cuci, lemari es, dan kompor gas. Jika dibandingkan dengan keadaan rumah dahulu yang kebetulan masih terdapat beberapa di sana, namun saat ini tidak dipakai lagi untuk dihuni, tapi dipakai untuk pengolahan tembakau saja. Di mana dengan keadaan tanahnya yang subur dan baik tersebut, para waga desa ini ada yang bertani sebagai petani tembakau. Mereka menanam beberapa pohon tembakau di beberapa ladang di lereng-lereng gunung yang kami lalui tadi, di samping beberapa tanaman lainnya, seperti jagung, cabai, dan beberapa jenis sayur-sayuran.

Walaupun demikian, meski kehidupan mereka hampir menyamai keadaan tingkah polah penduduk kota, namun mereka masih tetap memelihara tradisi yang telah diturunkan oleh nenek moyang mereka. Yaitu menggelar beberapa acara perayaan. Dan salah satu perayaan utamanya ialah, setiap tanggal 18 Januari pada penanggalan kalender Tiongkok, etnis Miao ini melakukan upacara perayaan peringatan hari kelahiran nenek moyang mereka. Acara tersebut digelar di salah satu lapangan yang memang disediakan oleh warga tersebut. Lazimnya upacara tersebut dilakukan dalam bentuk bersembahyang kepada para leluhur atau nenek moyang. Upacara tersebut tahun ini pernah dihadiri sekitar 30000 warga, yang tidak hanya dimeriahkan oleh warga etnis Miao setempat, namun juga beberapa warga yang datang dari desa kecamatan lain. Ajang ini juga dimanfaatkan oleh para pedagang, mereka menggelar anek ragam dagangan selama pesta yang berlangsung hanya satu hari saja. Sementara para muda-mudi, ini merupakan kesempatan untuk berkenalan sekaligus mencari pasangan atau jodoh.

Puas menelusuri kehidupan social etnis Miao, kemudian kami berkunjung ke Danau Hong Feng. Danau ini merupakan danau buatan, namun meski buatan, danau ini sangat luas dan indah, yang dikelilihi oleh gunung-gunung yang hijau. Kami diajak mengelilingi danau ini dengan kapal boat yang berukuran besar, dapat memuat sekitar 100 orang. Kebanyakan dari kami lebih senang untuk duduk di dek kapal, karena bebas untuk melihat-lihat pemandangan yang ada, yang saat itu sayangnya hujan tiba-tiba turun, hingga kami yang sedang asik-asik duduk di kursi plastik yang memang telah disediakan, terpaksa lari berpencar untuk mencari tempat teduh yang terlindung dari guyuran air hujan. Namun ternyata hujan hanya turun sebentar saja. Kembali kami dapat menikmati angin sepoi-sepoi yang bertiup menerpa muka. Perasaan segar dan kagum menjadi satu. Badan yang pegal dan lelah tadi terobati dengan hadirnya keindahan alam Danau Hong Feng ini.

Kemudian boat berhenti ke tepian, kami semua diminta turun untuk melihat-lihat lokasi di daratan tersebut, dengan melalui sebuah jembatan yang dibangun dengan indah dan megah, yaitu penuh dengan ukiran kayu naga, yang katanya jembatan tersebut dibangun sekitar 10 tahun yang lalu. Di lokasi tersebut kami temui beberapa pedagang souvenir kerajinan tangan. Ada boneka-boneka etnis Miao lengkap dengan aneka pakaian daerahnya, baju Tiongkok, hiasan dinding, dan lain sebagainya dijual dengan harga yang pantas, bahkan kami juga tidak menemukan kesulitan untuk menawar. Kiranya para pedagang di sana benar-benar sangat baik dan ramah.

Puas mengamat-amati daerah tersebut, kembali kami melayarai danau tadi untuk kembali ke tempat semula. Saat itu hujan pun turun tanpa henti.

Pada malam harinya, kami diajak untuk menyaksikan kesenian dari etnis Miao berupa tari-tarian dan nyanyi-nyanyian. Di depan pintu masuk, kami di sambut oleh beberap orang gadis cantik yang mengenakan pakaian adat etnis Miao lengkap serta beberapa orang pemuda yang memainkan alat musik tiup. Para gadis itu menyanyi dan menari. Seperti acara penyambutan tadi pagi, kali ini kami pun disuguhi dengan minuman arak yang disulangkan oleh dua orang gadis yang bertugas berjaga di depan pintu gerbang masuk, kemudian dua orang lainnya mengalungkan hiasan berupa bola yang terbuat dari kain warna-warni, konon katanya bola tersebut dipergunakan untuk mencari jodoh. Gadis yang hendak mencari pasangan biasanya melemparkan bola melalui punggungnya tanpa menoleh ke belakang, dan apabila bola tersebut tertangkap oleh seorang pria, maka pria tersebut harus menikahi gadis itu.

Kemudian kami diajak untuk bergabung bersama berjalan membentuk lingkaran besar dengan membawa obor api. Setelah itu kami diajak untuk menyaksikan sebuah atraksi yang mendebarkan yaitu peragaan mendaki gunung pedang yang dilakukan oleh dua orang gadis berusia antara 10 dan 12 tahun, serta seorang anak laki-laki berusia sekitar 7 tahun. Dengan lincah mereka mendaki gunung pedang yang ketajamannya tidak diragukan lagi. Namun ajaib kaki dan tangan mereka tidak tergores atau terluka sedikit pun. Tidak sanggup kami berpikir bagaimana hal itu bisa terjadi demikian? Dan pertunjukkan itu masih dilanjutkan yaitu dengan berjalan di atas lautan api. Seorang pria berusia dewasa sekitar 40 tahunan, berjalan di atas bara api yang diikuti oleh dua orang gadis cilik tadi. Anehnya telapak kaki ketiganya tidak terbakar dan terluka, padahal bara api tersebut sangat panas, jika dimasukkan ke dalam air, maka air tersebut akan mengepul-ngepul sangkin panasnya. Ini merupakan pertunjukkan paling ajaib yang kami saksikan malam itu. Setelah itu kami menyaksikan penampilan tari-tarian dan nyanyian yang dibawakan oleh para gadis dan pemuda remaja di atas panggung. Para gadis itu menarikan tarian daerah etnis Miao dengan sangat lincah. Mereka malam itu mengenakan pakaian daerah yang indah. Selesai menampilkan beberapa suguhan tarian dan nyanyian, lalu kemudian kami diajak untuk menari mengitari api unggun yang dipasang di lapangan tersebut dengan para penari dan penyanyi tadi. Semuanya merasa gembira dan menikmati tarian ramai-ramai tersebut. Semuanya tenggelam dalam suasana malam yang penuh keakraban tadi. Meski kami penat, karena hampir setiap hari penuh dengan program acara kunjungan, namun acara-acara yang dikemas oleh panitia benar-benar menarik dan tidak mungkin dilupakan, karena kami bisa menikmati sesuatu yang lain daripada yang lain selama ini. Ini benar-benar merupakan pengalaman perjalanan yang sangat berharga.