Pembahasan mengenai wanita masa kini tidak terlepas dari pergeseran peranannya menuju kemitrasejajaran yang selaras dan serasi dengan pria.
Keserasian dan keselarasan kedudukan dan peranan wanita dengan pria dapat terwujud, tergantung upaya wanita untuk meningkatkan kemampuannya di samping dukungan apresiasi positif lingkungan sosial budaya masyarakat. Pergeseran peranan wanita dapat diterima dengan baik oleh lingkungannya, jika lingkungan itu membutuhkan peranan tersebut dan apabila wanita dapat memenuhinya. Pembangunan telah membuka kesempatan luas bagi wanita untuk berperan serta dalam kedudukan yang setara dengan pria sebagai mitra sejajarnya. Masalah adalah, bagaimana wanita meningkatkan kualitas diri dan kemandiriannya, agar mampu memenuhi kebutuhan yang diperlukan.
Peranan Wanita di Tiongkok
Menyinggung masalah di atas mengenai kesejajaran antara pria dan wanita, dalam hal ini ruang kehidupan sosial masyarakat di Tiongkok, secara tradisional dikuasai oleh pria. Di mana menurut adat kebiasaan masyarakat Tiongkok lebih mengutamakan pria daripada wanita. Sampai dalam melahirkan anak pun, orang tua dahulu lebih memilih memiliki anak laki-laki daripada wanita. Hal ini bukan dimaksudkan sebagai suatu perwujudan adanya diskriminasi yang besar antara pria dan wanita di Tiongkok, melainkan hanya merupakan kebiasaan atau tradisi yang menganggap bahwa anak laki-laki nantinya dapat meneruskan garis keturunan keluarga, di mana masyarakat Tiongkok saat itu menganut paham patrileneal yang kuat. Sehingga jika ditanya, maka seorang kepala keluarga (pria) hanya akan menyebutkan berapa orang anak laki-laki saja yang dimilikinya, tanpa menyebutkan berapa orang anak perempuan yang dimilikinya. Begitupun dalam hal perkwanin, baik pria dan wanita tidak memiliki hak keputusan yang kuat di samping kedua orang tua mereka, dan pada saat mereka telah menikah, maka hanya wanitalah yang harus meninggalkan keluarga dan kampung halamannya untuk pindah ke kehidupan sosial di mana suaminya berada.
Konon dahulu kala, terdapat berbagai kisah di seputar kehidupan rumah tangga pasangan baru di Tiongkok, di mana wanita harus tinggal serumah dengan keluarga suaminya. Pada tahun-tahun pernikahan tersebut, merupakan tahun-tahun yang sulit dan penuh cobaan bagi wanita di Tiongkok, di mana mereka harus mampu beradaptasi dengan kebiasaan sosial dari keluarga suaminya, bahkan mereka kadang dijadikan sasaran berbagai kritikan, dan mereka tidak memiliki suara untuk membela diri sendiri atau tidak diizinkan untuk mengajukan pembelaan diri, hingga wanita melahirkan seorang anak laki-laki, maka keadaannya lebih buruk daripada seorang pembantu rumah tangga.
Tidak banyak wanita pada saat itu berpendidikan. Banyak bayi perempuan dijual kepada keluarga kaya. Tradisi ikat kaki wanita Tiongkok (Bound Feet), yaitu kaki wanita yang sengaja diikat pakai tali pada saat mereka masih bayi yang berbentuk seperti sepatu, baik di lingkungan masyarakat petani miskin maupun bukan, hal tersebut dianggap sebagai kewajiban yang menyakitkan dan aturan keras yang harus dijalani oleh wanita. Namun kemudian timbul protes keras untuk mengubah tempat dan kondisi wanita dalam kehidupan sosial Tiongkok dimulai pada abad kedua puluh. Sejak saat itu, banyak anak-anak perempuan yang dapat mengecap pendidikan di bangku sekolah dan untuk pasangan muda yang hendak menikah diberikan kebebasan untuk menentukan pasangannya.
Wanita dan Pemerintahan
Seiring dengan bergulirnya waktu, keadaan wanita di Tiongkok banyak mengalami perubahan. Saat ini wanita Tiongkok berupaya setahap demi setahap mensejajarkan diri dengan kehidupan pria, bahkan wanita masa kini di Tiongkok banyak mengecap pendidikan tinggi di berbagai universitas terkenal baik dari dalam dan luar negeri. Kehidupan dan kesehatan wanita pun saat ini benar-benar mendapat perhatian khusus dan besar dari pemerintah. Untuk hal tersebut pemerintah mengeluarkan aturan dan undang-undang khusus yang membahas hak-hak dan kewajiban yang harus diterima oleh wanita di Tiongkok. Wanita dapat bekerja di lembaga yang sama dengan pria, baik di lembaga pemerintahan maupun swasta. Keberadaan wanita kini telah diakui secara nyata di Tiongkok.
Banyak saya perhatikan para wanita di Tiongkok menjalani kehidupannya saat ini sejajar dengan pria. Kalau boleh dikatakan, emansipasi wanita di sini benar-benar terlaksana dengan baik. Wanita memasuki segala ruang pekerjaan di Tiongkok, tidak peduli apakah harus menarik becak, buruh bangunan yaitu mengangkut pasir, semen, dan batu, menjadi sopir bus, angkot, dan taksi, menjadi kondektur bus-bus mini, hingga pekerjaan professional lainnya. Fenomena ini mendatangkan rasa keterkejutan dan kekaguman dari dalam diri saya sendiri, bagaimana tidak, saya melihat para wanita ini begitu gigih bekerja, tanpa memandang usia. Dan tidak peduli jenis pekerjaan apa yang dilakoninya, di mana sejatinya kalau saya pikir pekerjaan itu adalah pekerjaan yang hanya mampu dan wajar dilakukan oleh kaum pria, namun ternyata wanita di Tiongkok sangat tidak mempermasalahkan hal tersebut, asal masih mampu bekerja dan menghasilkan, maka jenis pekerjaan yang cocok dilakukan oleh pria, maka mereka pun akan melakoninya tanpa menghilangkan sisi lembut kewanitaannya. Pernah sekali waktu seorang wanita penarik becak menawarkan saya untuk naik ke atas becaknya. Pada saat itu memang saya tidak ada keinginan untuk naik becak, tapi kalaupun ada, maka saya tidak akan mau naik becak yang dikendarai oleh seorang wanita, bukan karena saya meremehkan wanita tidak memiliki kekuatan dan tenaga untuk itu, saya hanya tidak sampai hati membiarkan wanita mendayung keberatan dan kelelahan membawa saya dengan becaknya, tiap kali hati saya selalu miris menyaksikan wanita mengayuh becak dan membawa penumpang yang tentu tidak saja wanita namun juga pria. Sesama wanita rasanya seperti ada jalinan ikatan perasaan sendiri untuk melindungi dan menyanyangi. Makanya saya terus menolak jika ada seorang tukang becak wanita menawarkan jasanya.
Dan wanita juga berkecimpung di bidang politik pemerintahan di Tiongkok. Sesama mereka membina suatu perkumpulan untuk membela dan mengurus kepentingan para wanita di Tiongkok. Meskipun begitu, bukan berarti kadang-kadang wanita di Tiongkok tidak mendapatkan perlakukan yang tidak baik. Praktek-praktek yang mengisahkan bagaimana suami menyiksa dan menyia-nyiakan wanita di dalam kehidupan rumah tangganya juga masih banyak di Tiongkok.
Seputar cerita tentang berbagai hal masalah wanita di dalam kehidupan rumah tangganya, ada hal yang paling menarik di sini, yaitu berdirinya suatu organisasi "Detektif Wanita" di Tiongkok. Organisasi ini yang semua anggotanya terdiri dari kaum hawa saja, bekerja untuk menyelidiki para suami yang bermain serong atau memiliki wanita idaman lain (WIL) di luar kehidupan rumah tangganya. Dengan demikian, seorang ibu rumah tangga atau istri yang hendak mangajukan gugatan cerai atau ingin mendapatkan bukti bahwa suaminya bersalah, maka dengan bukti yang diterima dari para detektif ini akan melancarkan jalannya urusan perceraian nantinya. Di sini para wanita ingin membuktikan bahwa kaum Adam tidak selamanya dapat berlaku tidak adil kepada kaum wanita, di mana kaum wanita juga memiliki rasa solidaritas yang tinggi terhadap sesamanya. Maka oleh sebab itu terciptalah organisasi ini, yaitu dengan tujuan membantu para wanita dari masalah penipuan yang dilakukan oleh kaum pria atau suaminya.
Beijing, 27 Juni 2005
-------------------------
Beby
|