Tato, body painting atau rajah adalah gambar simbol pada kulit tubuh yang diukir dengan menggunakan alat sejenis jarum. Biasanya gambar atau simbol dihias dengan pigmen berwarna-warni. Zaman dulu, orang-orang menggunakan etnik manual dan dari bahan tradisional untuk menato seseorang. Orang-orang eskimo misalnya, memakai jarum dari tulang binatang untuk proses pembuatan rajahnya. Di beberapa kuil Shaolin malah memakai gentong tembaga yang panas untuk mencetak gambar Naga pada kulit tubuh. Murid-murid Shaolin yang dianggap telah memenuhi syarat untuk mendapatkan simbol itu kemudian menempelkan kedua lengan mereka pada semacam cetakan gambar Naga yang ada di kedua sisi gentong tembaga panas itu.
Konon menurut sejarahnya, tato pada awalnya ditemukan di Mesir pada waktu pembangunan The Great Pyramids, dan saat orang-orang Mesir memperluas kerajaan mereka, seni dari tato pun ikut menyebar. Perkembangan peradaban dari Crete, Yunani, Persia, dan Arabia semakin memperluas bentuk seni tersebut. Sekitar 2000 SM, seni tato menyebar ke Tiongkok.
Sejarah Tato
Kata tato berasal dari Tahitian, "tatu" yang berarti "untuk menandakan sesuatu". Maksud dari menato ada bermacam-macam, dari mulai alasan kebudayaan sampai sesuatu yang dianggap modis dan trendi. Tato memiliki sesuatu yang sangat penting dalam suatu ritual atau tradisi. Di Borneo misalnya, para wanita menato dirinya sebagai simbol yang menunjukkan keahlian khusus mereka. Suku Maori di Selandia Baru membuat tato yang berbentuk ukiran-ukiran spiral pada wajah dan pantat. Menurut mereka, ini adalah tanda bagi keturunan yang baik. Di Kepuluan Solomon, tato ditorehkan di wajah perempuan sebagai ritus untuk menandai tahapan baru dalam kehidupan mereka. Hampir sama seperti di atas, orang-orang Suku Nuer di Sudan memakai tato untuk menandai ritus inisasi pada anak laki-laki. Orang-orang Indian melukis tubuh dan mengukir kulit mereka untuk menambah kecantikan atau menunjukkan status sosial tertentu.
Sementara di Tiongkok sendiri, budaya tato terdapat pada beberapa etnis minoritasnya, yang telah diwarisi oleh nenek moyang mereka, seperti etnis Drung, Dai, dan Li, namun hanya para wanita yang berasal dari etnis Li dan Drung yang memilik kebiasaan mentato wajahnya.
Riwayat adat-istiadat tato etnis Drung ini muncul sekitar akhir masa Kedinastian Kaisar Ming (sekitar 350 tahun yang lalu), ketika itu mereka diserang oleh sekelompok grup etnis lainnya dan pada saat itu mereka menangkapi beberapa wanita dari etnis Drung untuk dijadikan sebagai budak. Demi menghindari terjadinya perkosaan, para wanita tersebut kemudian mentato wajah mereka untuk membuat mereka kelihatan kurang menarik di mata sang penculik.
Meskipun kini para wanita dari etnis minoritas Drung ini tidak lagi dalam keadaan terancam oleh penyerangan dari etnis minoritas lainnya, namun mereka masih terus mempertahankan adat-istiadat ini sebagai sebuah lambang kekuatan kedewasaan.
Para anak gadis dari etnis minoritas Drung mentato wajahnya ketika mereka berusia antara 12 dan 13 tahun sebagai sebuah simbol pendewasaan diri. Ada beberapa penjelasan yang berbeda, mengapa para wanita tersebut mentato wajahnya. Sebagian orang mengatakan, bahwa warga etnis Drung menganggap wanita yang bertato terlihat lebih cantik dan para kaum Adam etnis Drung tidak akan menikahi seorang wanita yang tidak memiliki tato di wajahnya.
Lain pula halnya dengan etnis minoritas Dai, baik wanita dan prianya ditato menurut adat kebiasaan suku Dai, di mana tato untuk pria dilukis di atas otot-otot kekar mereka, dan untuk wanita tato dibuat di bagian belakang tangan mereka, lengan, atay di antara alis mata.
Beberapa masa yang silam, anak-anak warga Dai pada saat berusia antara lima dan enam tahun telah dibuat rancangan tato di atas kulit mereka, di mana dianggap bahwa pada usia demikian merupakan usia yang tepat. Kemudian, mereka akan ditato pada saat berusia antara 14 dan 15 tahun, sebagai sebuah simbol menjelang kedewasaan.
Namun kini, banyak kita lihat ramai orang mentato di beberapa bagian tubuh mereka, baik itu wanita maupun pria. Tato kini dianggap sebagai sesuatu seni yang modis dan trendi, bukan lagi sebagai sesuatu yang menunjukkan lambang adat istiadat.
|