Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2005-08-08 19:53:18    
Kemauan dan Kehendak Yang Tak Pernah Sama

cri

Bagi negara yang memiliki empat musim setiap tahunnya, tentu tidak sama tradisi menggunakan musim panas dengan negara-negara tropis, seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, dan lain sebagainya adalah biasa, karena umumnya, mereka hanya memiliki dua musim saja, yaitu hujan dan panas. Namun, bagi negara dengan empat musim itu, tentu lain lagi ceritanya. Datangnya musim panas, sering diidentikkan sebagai datangnya kehidupan baru, dan hari baru, di mana, pada musim-musim begini, bunga-bunga bermekaran, dan orang tidak perlu lagi melindungi tubuhnya dengan berlapis-lapis pakaian di badan. Pada musim panas begini di Beijing, banyak orang di jalanan memakai baju yang rada minim dan tipis bagi wanita. Pokoknya baju yang mampu mengisap keringat dan tidak membuat kegerahan. Pakain tank top atau baju tanpa lengan paling banyak digemari baik oleh pria maupun wanita. Namun tata cara busana para wanita di sini masih terbilang sopan. Tidak ada yang berpakaian terlalu seksi dan senonoh. Pokonya bisa dikatakan, musim panas merupakan masa untuk bergembira dan melakukan aktivitas di luar rumah.

Seperti di Beijing, selama memasuki musim panas, banyak kegiatan diselenggarakan. Baru-baru ini Karnaval Dunia hadir kembali di Beijing. Dan kehadirannya disambut meriah oleh masyarakat di Beijing. Kebetulan lokasi Karnaval ini tidak jauh dari kantor kami CRI. Sebagian departemen di CRI bisa mendengarkan suara-suara musik serta teriakan-teriakan gembira dari para pengunjung. Beberapa minggu sejak dibukanya Karnaval tersebut, daerah seputaran kantor kami ini penuh dibanjiri oleh masyarakat baik tua, muda, anak-anak, remaja, dewasa, laki-laki dan perempuan, yang katanya tidak hanya dari Beijing saja, namun juga dari kota-kota lain. Mumpung saat ini para pelajar masih berada dalam suasana liburan musim panas, maka tentu saja Karnaval tersebut banyak disesaki oleh pelajar, baik yang datang bersama orangtua, saudara, maupun teman.

Selain itu, tempat-tempat penginapan musim panas di daerah pantai pun kembali dibuka. Seperti salah satunya di Beidaihe, yaitu sebuah kota laut yang indah dan hangat serta tempat peristirahatan musim panas yang terkenal. Beidaihe ini berlokasi di sebelah barat daya Kotapraja Qinhuangdao. Tempat ini tidak begitu jauh dari Beijing, kira-kira empat jam perjalanan melalui bus atau kendaraan pribadi, atau bisa juga dicapai dengan kereta api, sekitar kurang lebih dua setengah jam.

Pada musim panas begini, biasanya tiap tahun kantor kami, CRI menyelenggarakan liburan bagi para tenaga ahli yang bekerja di sini. Kali ini wisata ke Beidaihe dimulai sejak bulan Juli lalu. Biasanya wisata ini dilakukan secara bergiliran tidak sekaligus, diatur secara baik oleh Departemen urusan Luar Negeri (Deplu) CRI. Tiap minggu sekitar kurang lebih dua belas atau 14 orang tenaga ahli yang ikut. Dua minggu sebelum hari kepergian dimulai, Departemen Luar Negeri CRI sudah mengumumkan masing-masing departemen yang ingin ikut wisata ini. Kami hanya dipungut biaya sekitar 200 yuan RMB atau Rp. 200.000,- per orang. Biaya sudah termasuk, akomodasi dan transportasi. Bagi tenaga ahli yang ingin mengikutsertakan keluarganya dalam wisata ini, kantor kami mengizinkan saja, namun biaya dikenakan biasanya berbeda dari harga yang harus kami bayar. Tiap anggota keluarga dipungut sekitar 350 yuan RMB.

Minggu lalu, saya turut dalam rombongan wisata dua hari ke Beidaihe. Kami berangkat pada hari Jum'at dari pintu gerbang timur CRI sekitar pukul dua siang waktu Beijing dengan bus besar milik CRI dan didampingi oleh beberapa orang staff dari Deplu CRI. Hari itu, beberapa tenaga ahli membawa serta anggota keluarganya.

Perjalanan dari Beijing ke Beidaihe yang ditempuh kira-kira empat jam itu, berjalan lancar dan mulus, meski di perjalanan kami melihat beberapa kecelakaan lalu lintas, karena saat itu merupakan arus sibuk warga yang ingin berakhir pekan keluar dari kota Beijing, sehingga arus lalu lintas sedikit ramai di sepanjang jalan tol.

Tiba di Beidaihe, kami bermalam di sebuah hotel baru milik Departemen Radio dan Televisi Tiongkok. Hotel ini baru saja selesai dibangun pada tahun lalu. Kami ditempatkan di kamar-kamar yang bagus dan bersih, serta memiliki balkon. Hotel ini terasa sangat nyaman dan tenang sekali, cocok untuk dijadikan tempat penginapan bagi orang-orang yang ingin melepaskan kejenuhan dan kelelahan serta kesibukan iklim di daerah perkotaan seperti Beijing. Soal harga, memang pada musim panas begini tidak ada tempat atau hotel yang murah. Semuanya pada lagi naik daun. Karena umumnya pada musim panas begini semua hotel sibuk menerima tamu yang datang dari berbagai penjuru. Namun kami mendapatkan kamar yang bagus dengan harga yang jauh lebih mahal dari biaya yang dipungut oleh CRI dari kami. Maka pahamlah kami, kalau ternyata sebagian biaya disubsidi oleh CRI. Dengan biaya 200 yuan RMB belum tentu dapat menutupi semua biaya transportasi pergi-pulang beserta akomodasi hotel lainnya. Di mana, kami mendapat sarapan pagi, siang dan malam di hotel. Namun pada Sabtu malam, sehabis beberapa orang di antara kami melakukan berbagai kegiatan di laut, seperti berenang, mandi matahari, bermain bola volley, atau hanya sekedar duduk-duduk saja di atas kursi pantai yang dilindungi pula oleh payung pantai, Deplu CRI menggelar barbeque di pinggir pantai sebagai hidangan santap malam bagi kami. Semua hidangan berupa makanan laut segar dan lezat di tambah daging lembu dan kambing panggang.

Di daerah pantai tersebut, banyak saya melihat warga asing yang datang dari Rusia untuk mandi matahari dan berenang di sana, selebihnya ada pula warga asing yang datang dari beberapa negara Eropa, Amerika, dan Asia.

Kelihatan para warga asing tersebut sangat menikmati mandi matahari di pinggiran pantai baik dengan menyewa kursi pantai ataupun membawa tikar pandan, kain pantai maupun handuk yang dijadikan alas untuk berbaring di atas pasir. Membiarkan diri terpanggang matahari. Mereka berharap ingin menjadikan kulit mereka memiliki warna cokelat seperti kulit warga Asia. Fenomena ini sungguh sangat bertentangan dengan warga Asia, yang kebanyakan memiliki kulit berwana kuning atau sawo matang. Wanita Asia umumnya mendambakan kulit mereka bisa lebih putih. Melihat hal ini antara saya dan teman warga asing yang berkulit putih merasa aneh dan geli sendiri. Memang kemauan manusia ini ada-ada saja. Yang satu ingin menjadi cokelat atau hitam, yang lainnya malahan ingin menjadi putih. Kalau boleh dikatakan, antara kemauan dan kehendak yang tak pernah sama.