Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2005-10-06 20:28:26    
Usaha Penerbitan Buku Tiongkok Dilihat Dari Pekan Raya Pustaka Perkembangan

cri

Belum lama berselang Pekan Raya Buku Internasional Beijing Ke-12 digelar di Pusat Pameran Internasional Beijing dengan dihadiri tokoh-tokoh kalangan penerbitan dari 48 negara dan daerah serta organisasi internasional. Jumlah total stan dalam pekan raya pustakan kali ini mencapai 1099 buah, yakni bertambah 10% dibanding tahun lalu. Pekan Raya Buku Internasional Beijing dianggap tokoh-tokoh wibawa sebagai salah satu aspek penting untuk menilai perkembangan industri penerbitan buku Tiongkok.

Industri penerbitan Tiongkok serta industri terkait dulu selalu dianggap sebagai salah satu bidang yang tingkat keterbukaannya agak rendah. Sebelum tahun 1980-an, industri penerbitan dan sektor-sektor bersangkutan dianggap sebagai salah satu bagian penting dari politik Tiongkok. Pada masa itu, surat kabar, penerbit dan majalah, bahkan percetakan semuanya adalah satuan administrasi negara. Dengan demikian, pasar penerbitan di seluruh negeri pun dimonopolinya. Tahun 1992, Tiongkok memberlakukan Undang-undang Hak Cipta dan menjadi anggota Konvensi Hak Cipta Internasional. Pada akhir tahun 2001, Tiongkok masuk menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dan untuk memenuhi komitmennya kepada organisasi tersebut, Tiongkok mempercepat langkah reformasi di bidang usaha penerbitan. Dewasa ini di Tiongkok terdapat 570 lebih penerbit yang setiap tahun menerbitkan buku baru sebanyak 200.000 macam. Sedang pada awal tahun 1980-an, di Tiongkok setiap tahun hanya diterbitkan 10.000 macam buku baru. Sekarang Tiongkok setiap tahun menerbitkan pula hampir 2.000 macam surat kabar dan 8.000 macam majalah.

Direktur Jenderal Biro Umum Penerbitan Pers Tiongkok, Shi Zongyuan berpendapat bahwa dilihat dari statistik tersebut Tiongkok dapat disebut sebagai negara besar di bidang penerbitan, namun pada kenyataannya industri penerbitan Tiongkok masih menghadapi banyak masalah. Dikatakannya: "Melalui perkembangan puluhan tahun, khususnya perkembangan selama 20 tahun terakhir ini, industri penerbitan Tiongkok telah mencapai kamajuan yang nyata, dan berkembang menjadi negara besar di bidang penerbitan, namun potensi perkembangannya masih cukup besar. Kekuatan terpadu industri penerbitan Tiongkok dan daya saingnya kini masih lemah dan diganggu oleh banyak kesulitan dan masalah. Meningkatkan pertukaran dan kerja sama kalangan penerbitan Tiongkok dan luar negeri akan sangat berfaedah bagi perkembangan industri penerbitan Tiongkok dan dunia."

Lembaga penerbitan Tiongkok kini umumnya berskala kecil dan relatif lemah, sehingga mutu penerbitan masih rendah, dan gejala bajakan cukup serius. Apalagi, perdagangan hak cipta Tiongkok dengan luar negeri mengalami defisit yang serius. Menurut statistik Biro Hak Cipta Negara, dari tahun 1995 sampai tahun 2004, perbandingan antara impor dan ekspor buku di Tiongkok adalah 10:1. Dalam ekspor hak cipta, sebagian di antaranya memasuki pasar Hong Kong, Taiwan dan pasar masyarakat Tionghoa di Asia Tenggara, dengan isinya terutama terpusat pada kedokteran, silat wushu dan karya kesusastraan klasik, sedang buku yang diimpor Tiongkok malah mencakup bidang yang luas, antara lain, iptek, ekonomi dan kesusastraan, dengan sebagian terbesarnya berasal dari negara-negara Eropa dan Amerika. Ini menandakan ketidakseimbangan serius dalam perdagangan hak cipta Tiongkok dengan negara-negara Barat. Nyonya Wu Weinv, pejabat senior dari Kantor Penerangan Dewan Negara Tiongkok berpendapat bahwa keadaan itu tidak menguntungkan pemahaman dunia terhadap Tiongkok. Dikatakannya: "Statistik menunjukkan, informasi yang mengalir dari negara-negara industri ke negara-negara berkembang merupakan 100 kali lipat informasi ke arah yang sebaliknya. Kesenjangan itu juga termanifestasi pada perdagangan produk budaya. Defisit luar biasa dalam perdagangan produk budaya dengan serius menghalangi dunia mengenal Tiongkok."

Untuk mengubah keadaan tersebut, Juli lalu pemerintah Tiongkok menggulirkan "rencana pemerataan buku Tiongkok ke dunia", suatu rencana yang dilaksanakan berdasarkan pengalaman luar negeri, yaitu mendukung pengusaha penerbitan luar negeri menerbitkan buku Tiongkok melalui pemberian tunjangan penerjemahan buku bahasa Mandarin. Dalam pekan raya buku kali ini justru disediakan pameran khusus tentang buku yang direkomandasikan kepada pengusaha penerbitan luar negeri untuk diterbitkan di luar negeri.

Pekan raya kali ini tidak hanya menjadi pameran buku berukuran besar, tapi juga menyediakan kesempatan untuk mengadakan perdagangan hak cipta.

Berbeda dengan pekan raya yang lalu, pekan raya buku kali ini untuk pertama kali menunjuk "negara tamu utama", dan akan berbuat demikian dalam pekan raya setiap tahun selanjutnya. Perancis sebagai negara tamu utama pekan raya kali ini mengadakan temu wicara dan pertemuan pengarang Perancis dengan pembaca Tiongkok di zona pamerannya. Di zona pameran Perancis dijual pula buku-buku Perancis edisi bahasa Tionghoa dan buku-buku tentang Perancis yang diterbitkan oleh penerbit Daratan Tiongkok.

Presiden Persatuan Penerbit Internasional (International Publishers Association), Ana Maria Cabanellas berpendapat, seiirng dengan diperluasnya keterbukaan usaha penerbitan Tiongkok kepada dunia luar, kerja sama antara pengusaha penerbitan Tiongkok dan luar negeri akan semakin bertambah. Dalam pidatonya di depan forum penerbitan internasional yang diselenggarakan di pekan raya kali ini, ia mengatakan: "Para pengusaha penerbitan di setiap negara hendaknya saling membagi pengalaman dan pandangannya. Saya juga mau mengetahui pendapat para pengusaha penerbitan Tiongkok."

Ana Maria Cabanellas mengatakan, industri penerbitan buku Tiongkok tengah mempercepat langkahnya untuk berpartisipasi dalam sistem penerbitan dunia. Massa pembaca Tiongkok yang sangat luas menyediakan prospek perkembangan yang cerah bagi industri penerbitan buku dunia..

Pekan Raya Buku Internasional Beijing yang diadakan setahun sekali tidak hanya menjadi kesempatan penting perdagangan hak cipta, tapi juga merupakan peluang penting bagi dunia untuk mengenal perkembangan terbaru industri penerbitan Tiongkok secara menyeluruh, maka menarik hampir semua lembaga penerbitan penting di dunia.