Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2005-10-21 13:28:39    
Wawancara Dengan Penyaksi Bebasnya Taiwan Dari Pendudukan Jepang

cri

Dia hidup terhina tapi tetap teguh di bawah dominasi kolonial Jepang selama lebih 20 tahun, sejak menyadari dirinya orang Tiongkok pada masa remaja, dia selalu memperhatikan , mendambakkan dan mengakui tanahairnya yaitu Tiongkok, dan hari bebasnya Taiwan dari dominasi kolonial Jepang dan kembali kepelukan ibu pertiwi adalah saat bahagia yang tak terlupakan baginya. Dia adalah Huang Xin, saudara setanahair Taiwan yang sempat menyaksikan sendiri bebasnya Taiwan dari pendudukan Jepang. Berikut wawancara wartawan kami dengan Huang Xin menjelang genap 60 tahun bebasnya Taiwan dari pendudukan Jepang.

Huang Xin dilahirkan di Tainan Taiwan pada tahun 1924 , masa kanak-kanak dan remajanya dilewatkan di bawah bayangan gelap penguasaan kolonial Jepang. Ia mengatakan kepada wartawan, pada masa kecilnya untuk suatu ketika ia pernah mengira dirinya seorang Jepang, tapi setelah duduk di bangku sekolah lanjutan ia mulai berangsur-angsur menyadari dirinya seorang Tiongkok, dan Jepang adalah agresor dan penjajah Taiwan. Asalan untuk menyadari hal tersebut sangat sederhana, karena kaum penjajah Jepang selalu mendiskriminasi warga Taiwan, baik dari segi politik, ekonomi maupun kebudayaan.

Setelah berkuliah di Universitas Imperium Taibei pada tahun 1943, Huang Xin semakin keras menyadari dirinya seorang Tiongkok, dan mulai secara sedar mendekati sejumlah organisasi anti Jepang. Ketika itu dia bersama sejumlah temannya mengikuti kegiatan suatu organisasi yang dinamakan Lizhihui, tujuan utama organisasi itu ialah memboikot gerakan untuk mengakui kekuasaan kaisar Jepang yang dilakukan penjajah Jepang, melindungi dan mengembangkan kebudayaan Tionghoa dan kebudayaan asli Taiwan.

Huang Xin bercerita, kami sejumlah kawan sering berkumpul di rumah seorang anggota Lizhihui untuk belajar menyanyikan lagu Mars Tentara Sukarela yang didapatnya dari Daratan Tiongkok.

Tahun 1945, tentara agresor Jepang mulai terpukul mundur terus menerus. Untuk bertahan diri dalam putus asa, penguasa kolonial Jepang di Taiwan ketika itu mengeluarkan perintah yang memaksa pemuda pelajar Taiwan menggali terowongan perlindungan dan membangun pembangunan pertahanan . Pada bulan Maret tahun itu semua mahasiswa dari universitas kami digiring dan dipaksa untuk menggaling terowongan perlindungan di Gunung Guanying Taibei. Hari-hari itu kami benar-benar merasa sangat sengsara karena harus bekerja begitu berat tapi tidak diberi makan kenyang. Kami setiap hari mendambakkan secepatnya agresor Jepang dikalahkan, agar kami dapat sedini mungkim kembali ke pelukan tanahair dan memperoleh kebebasan.

Pada tanggal 15 Agustus tahun 1945, seiring dengan pernyataan penyerahan tanpa syarat oleh Kaisar Jepang, saudara setanahair Taiwan yang sudah setengah abad berada dalam kesengsaraan akhirnya dapat melihat sinar terang. Kami berloncatan saking terharu mendengar berita penyerahan Jepang.

Huang Xin selanjutnya memberi tahu wartawan, dari saat itu sampai bebasnya Taiwan dari pendudukan Jepang pada tanggal 25 Oktober tahun itu, saudara setanahair Taiwan selalu dengan penuh harapan mengadakan persiapan demi kembalinya ke pangkuan tanahair. Para mahasiswa mulai belajar bahasa Mandarin dan belajar menyusun lafal bunyi menjadi suku kata serta belajar menyanyikan lagu Mars Tentara Sukarela. Kendati pun Taiwan ketika itu berada dalam keadaan anarkis untuk sementara waktu , tapi seluruh masyarakat tidak terlihat kacau sedikit pun, publik secara spontan mengurus dan memelihara ketertiban yang wajar. Di berbagai tempat diadakan rapat perayaan, warga Taiwan dengan gembira melepaskan petasan untuk memeriahkannya. Chen Yi selaku Kepala Ekskutif Taiwan merangkap Panglima Besar Garnisun pemerintah Tiongkok menuju Taiwan menerima penyerahan Jepang. Saat itu kami sempat ikut menyambutnya di bandara.

Huang Xi seterusnya mengatakan, kami saudara setanahair Taiwan yang sudah dijajah Jepang selama setengah abad hatinya selalu bertalian dengan tanahair dan mengakui tanahair, maka ketika Taiwan bebas dari pendudukan Jepang dan kembali ke pelukan tanahair, saudara setanahair Taiwan merasa bangga dan terharu. Sekali pun sekarang antara kedua tepi Selat masih terpisah karena ulah sengaja, dan penyatuan kembali tanahair masih belum terwujud sepenuhnya, tapi hubungan antara Taiwan dan tanahair senantiasa tak terubahkan, Taiwan selama-lamanya adalah bagian yang tak terpisahkan dari Tiongkok, ini adalah kenyataan yang tidak dapat disangsikan dan pula tak terbatahkan.