Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2005-10-25 15:57:28    
Sejarah Miliki Basis bagi Reunifikasi

cri

Beijing, 25 Okt. (China Daily) ? Enam puluh tahun yang lalu pada tanggal ini, Taiwan dikembalikan ke Tiongkok oleh Jepang setelah setengah abad di bawah pemerintahan colonial Jepang. Sejak saat itu, tanggal 25 Oktober telah menjadi suatu hari perayaan bagi seluruh Tiongkok.

Orang-orang Tiongkok di seberang selat Taiwan mengadakan berbagai macam acara untuk memperingati enam puluh tahun kembalinya Taiwan. Sebagai salah satu acara nasional utama untuk memperingati kemenangan Perang Melawan Agresi Jepang (1937 ? 1945), suatu pertemuan akbar diadakan di Beijing hari ini.

Dalam suatu acara peringatan di Taipei pada hari Sabtu, Ketua partai oposisi Kuomintang Ma Ying-jeou menegaskan bahwa pulihnya Taiwan telah menunjukkan hubungan dekat antara Taiwan dan Daratan. Ini juga menunjukkan bahwa orang Taiwan tidak pernah melupakan identitas mereka sebagai keturunan Tionghoa.

Setelah kegiatan-kegiatan peringatan memiliki nilai sejarah dan praktis, mengingat kekuatan para pendukung pemisahan Taiwan dari Tiongkok semakin intensif mendorong "kemerdekaan Taiwan."

Sementara itu, kontrasnya, Partai Progresif Demokrat yang memimpin Taiwan saat ini tetap diam dalam momen bersejarah ini. Sikap ini mengindikasikan mentalitas pro-kemerdekaan yang mengakar. Beberapa anggota pendukung keras pemisahan Taiwan dari Tiongkok memanfaatkan peristiwa ini untuk berbicara tentang "status tanpa keputusan" pulau tersebut untuk membenarkan usaha mereka membuat Taiwan lepas dari Tiongkok.

Tetapi fakta-fakta sejarah berbicara lebih keras dari mereka. Fakta-fakta ini secara tidak terbantahkan telah membuktikan status Taiwan sebagai suatu bagian tak terpisahkan dari Tiongkok.

Pada tahun 1894, Jepang melancarkan sebuah agresi melawan Tiongkok dan tahun berikutnya, Pemerintah Dinasti Qing (1644 ? 1911) terpaksa untuk menandatangani Traktat Shimonoseki yang mempermalukan Tiongkok. Dalam Traktat teserbut, Taiwan diserahkan kepada Jepang. Sejak saat itu, rekan-rekan seperjuangan di Taiwan, bekerja sama dengan orang-orang Daratan, tidak pernah berhenti berjuang melawan pemerintahan Jepang yang brutal.

Setelah Perang Melawan Agresi Jepang pecah di tahun 1937, orang-orang Taiwan secara aktif ikut serta dalam usaha rekan-rekannya di Daratan untuk melawan invasi Jepang. Persembahan dan pengorbanan mereka adalah sumbangan bagi kemenangan perang tersebut di tahun 1945. Pasukan invasi Jepang berhasil dikalahkan dan kekuasaan Jepang di Taiwan berhasil diakhiri. Dua peristiwa bersejarah ini menandai sukses Tiongkok yang pertama sebagai sebuah bangsa dalam perjuangannya melawan pendudukan asing sejak tahun 1840 serta suatu titik balik di sejarah moderen Tiongkok.

Pada tanggal 25 Oktober 1945, upacara penerimaan kekalahan Jepang di propinsi Taiwan di sebuah teater Tiongkok diadakan di Taipei. Pada kesempatan tersebut, komandan pasukan yang menerima penyerahan diri atas nama Pemerintah Tiongkok mendeklarasikan bahwa sejak hari itu, Taiwan dan Kepulauan Penghu sekali lagi dimasukkan secara resmi ke dalam wilayah Tiongkok dan bahwa tanah, penduduk, dan administrasi telah ditempatkan dalam kedaulatan Tiongkok.

Fakta-fakta yang tidak bisa dipungkiri ini menunjukkan bahwa nasib Taiwan berhubungan dengan sangat dekat dengan nasib negara ibunya. Penderitaan Taiwan dan rekan-rekan seperjuangan di Taiwan adalah bagian dari penghinaan dan rasa pedih yang diderita oleh seluruh bangsa Tiongkok. Hanya melalui persatuan dan kerjasama antara penduduk yang berseberangan selat, orang Tiongkok dapat melindungi kesejahteraan dan kedaulatan integritas negaranya.

Karena adanya sebuah pertanyaan yang tertinggal dari perang sipil di Tiongkok pada akhir tahun 40-an, kedua belah sisi selat belum dapat direunifikasi. Tetapi fakta bahwa Taiwan adalah bagian tak terpisahkan dai Tiongkok dan bahwa Taiwan dan Daratan adalah milik satu Tiongkok yang sama sampai sekarang tidak pernah berubah.

Dalam mengenang kembali sejarah, para penduduk seberang Selat mestinya waspada akan plot-plot para pendukung pemisahan Taiwan dari Tiongkok yang berusaha untuk meraih kemerdekaan de jure pulau tersebut melalui sebuah proyek perancangan kembali secara konstitusional. Seperti halnya 60 tahun yang lalu, mereka seharusnya bergandengan tangan untuk memerangi usaha-usaha pemisahan ini dan melindungi perdamaian dan stabilitas antar Selat.