Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2005-12-26 16:23:15    
Pengaruh Mao Masih Terasa di Kehidupan Moderen

Kantor Berita Xinhua

Redaksi: Tanggal 26 Desember adalah hari ulang tahun ke-110 pendiri Republik Rakyat Tiongkok, almarhum Mao Zedong. Perayaan hari ulang tahun Ketua Mao dirayakan dengan meriah kemarin, tanggal 25 Desember 2005 kemarin di Beijing. Tulisan ini dipilih sebagai ulasan tentang bagaimana pengaruh Mao bagi generasi muda Tiongkok di jaman sekarang.

NANJING, Dec 16 (Xinhuanet) ? Mahasiswa-mahasiswa Tiongkok sekarang terperangkap dalam kehidupan moderen. Mereka berdiskusi tentang film Hong Kong "Infernal Affairs" dan mengidolakan grup musik pop Taiwan F4, serta pamer telpon genggam mereka. Tetapi mereka tetap melafalkan sumpah Ketua Mao.

Pengaruh-pengaruh almarhum pemimpin Tiongkok, Mao Zedong, yang lahir pada tanggal 26 Desember 1893 di kehidupan anak-anak muda moderen sekarang tidak saja hanya dalam tataran wacana saja.

Cheng Haowen, seorang mahasiswa jurusan astronomi di Universitas Nanjing di Propinsi Jiangsu di sebelah timur Tiongkok mengatakan bahwa pendekatan Mao yang relistis dan dengan berciri ujicoba dan perbaikan teori dalam praktek, membuatnya menonjol dari figure-figur pemimpin Tiongkok yang lain, yang puas dengan kekuasaan dan jauh dari realitas sosial untuk menunjukkan superioritas mereka.

Meskipun Mao dengan keliru telah meluncurkan "revolusi kebudayaan" di tahun 1966 ? 1976 yang mendorong kultus pemujaan dirinya sendiri, ia dan warisan spiritualnya harus benar-benar dipelajari secara objektif, kata Cheng yang lahir di tahun 1985.

Di tahun 1999, Kementrian Pendidikan mencantumkan Pengenalan akan Pikiran-pikiran Mao Zedong sebagai mata pelajaran wajib di kurikulum S1 dan mewajibkan setiap mahasiswa untuk mengambil paling tidak 40 kredit untuk mempelajari mata pelajaran ini serita lulus ujian bila ingin melanjutkan ke program strata kedua.

Meskipun demikian, langkah ini gagal untuk membangkitkan antusiasme.

Su Yingbin, seorang mahasiswa tahun ketiga jurusan Sastra Tiongkok di Universitas Nanjing menyadari bahwa banyak teman-teman kuliahnya yang menganggap bahwa kebijakan ini tidak ada gunanya ketika mereka mula-mula mengambil mata kuliah ini tiga tahun yang lalu.

"Era Mao telah berakhir lama sekali dan teori-teori Partai Komunis Tiongkok telah mengalami banyak kemajuan semenjak itu," kata Su ketika menjelaskan keragu-raguannya di awal-awal pelajaran akan perlunya belajar teori-teori Mao secara sistematis.

Su dan rekan-rekannya berubah pikiran setelah mengikuti mata kuliah tersebut selama beberapa minggu.

"Sangat menakjubkan bagi saya untuk mengamati Mao yang dengan kreatif menerapkan Marxisme dari dunia Barat ke praktek-praktek revolusi di Tiongkok dan memperoleh sukses besar-besaran," kata Guo Zhiqiang, teman kuliah Su.

Seorang sosialis yang sumber-sumber inspirasinya bisa ditilas balik ke karya-karya klasik Tiongkok seperti karya-karya Sun Zi, seorang ahli strategi militer kuno, Mao meninggalkan warisan spiritual akan pragmatisme ? bergantung pada massa rakyat dan menyelesaikan masalah tanpa mengandalkan kekuatan-kekuatan asing. Hal ini memberikan dampak besar bagi sikap generasi muda mahasiswa, kata Cheng.

"Hanya Pemikiran-Pemikiran Konfusius yang bisa menandingi teori-teori Mao dalam pembentukan masyarakat Tiongkok," kata Guo, yang memperoleh nilai tertinggi dari teman-teman sekelasnya dalam mata kuliah tentang Mao.

Dibandingkan dengan mahasiswa-mahasiswa yang menekankan peran Mao secara individu dalam sejarah Tiongkok, generasi-generasi yang lebih tua lebih menganggap bahwa yang disebut "Pemikiran Ketua Mao" adalah kebijaksanaan kolektif dari Partai Komunis Tiongkok.

Wang Mingsheng, seorang dosen ternama yang mengajar Pengenalan pada Pemikiran Mao Zedong di Universitas Nanjing, mengatakan bahwa kesalahan-kesalahan personal yang dibuat Mao dalam masa-masa akhirnya mestinya tidak dimasukkan dalam yang disebut kelompok "pikiran" karena "pikiran adalah suatu sistem teori yang ilmiah yang dibangun oleh Mao dan para rekan revolusionernya bersama.

Meskipun demikian, Wang sangat senang melihat bahwa semakin banyak mahasiswa Tiongkok yang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk belajar dan menerima warisan Mao dan para penerusnya.

"Pemikirannya akan terus memberi dampak pada masyarakat Tiongkok bila generasi muda menerimanya," kata Wang.