Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2006-01-19 17:04:32    
Penyair Besar Du Fu dan Gubuk Ilalangnya

cri

 

Dalam sejarah kesusastraan Tiongkok, puisi atau syair Dinasti Tang antara abad ke-7 dan abad ke-10 menduduki posisi penting. Li Bai dan Du Fu, dua penyair besar waktu itu adalah wakil representatifnya. Li Bai dan Du Fu dengan karya syairnya yang amat dikagumi masing-masing dijuluki sebagai "Dewa Syair" dan "Nabi Syair". Du Fu dalam karya syairnya banyak melukiskan kehidupan masyarakat pada masa hidupnya, khususnya kesengsaraan yang dialami rakyat dalam api perang yang tak kunjung berakhir, dan dari satu sisi telah mencerminkan proses jaya dan merosotnya Dinasti Tang, salah satu dinasti yang paling makmur dalam sejarah Tiongkok. Oleh karena itu, syair-syair karya Du Fu juga dipuji rakyat sebagai "kitab sejarah dalam bentuk syair". Dalam Ruangan Kebudayaan kali ini Anda akan kami ajak berkunjung ke Gubuk Ilalang Du Fu yang terletak di Kota Chengdu, ibu kota Provinsi Sichuan, Tiongkok Barat Daya untuk mengenang kembali penyair besar itu.

Gubuk Ilalang Du Fu terletak di peluaran barat Kota Chengdu. Tahun 759 Masehi, Du Fu bersama rakyat yang melarikan diri dari peperangan tiba di Chengdu. Atas bantuan sahabat-sahabat, Du Fu membangun sebuah pondok ilalang di Chengdu sebagai tempat berteduhnya. Gubuk ilalang itu kemudian disebut orang sebagai Gubuk Ilalang Du Fu. Konon Du Fu menetap selama 4 tahun di pondok itu, dan selama masa itu ia menulis 240 lebih syair, antara lain, Hujan Musim Semi dan Gubuk Ilalang Diterpa oleh Angin Musim Rontok. Untuk memperingati penyair besar itu, rakyat kemudian membangun sebuah taman dan sebuah kelenteng di bekas tempat tinggal penyair Du Fu. Dalam sejarah taman gubuk ilalang itu berkali-kali dirusak dan berkali-kali dibangun kembali, di antaranya dua kali pembangunan kembali besar-besaran masing-masing terjadi pada tahun 1500 dan 1811. Pembangunan kembali dua kali itu pada pokoknya meletakkan konstelasi dan skala Taman Gubuk Ilalang Du Fu. Tahun 1952, Taman Gubuk Ilalang Du Fu diperbaiki kembali secara menyeluruh dan dibuka resmi untuk publik. Kemudian Taman Gubuk Ilalang Du Fu ditetapkan Dewan Negara sebagai unit perlindungan benda budaya tingkat nasional. Tahun 1984, taman itu diganti namanya menjadi Museum Gubuk Ilalang Du Fu.

Du Fu, sebagai penyair representatif puisi masa Dinasti Tang sangat dihormati rakyat Tiongkok. Oleh karena itu, Gubuk Ilalang Du Fu juga dikunjungi wisatawan dalam jumlah besar tiap hari.

Chen Yongcai yang berusia 60 tahun adalah seorang arsitek yang tinggal di sebuah tempat penginapan yang bertetangga dengan Museum Gubuk Ilalang Du Fu. Selama 30 tahun bekerja di Chengdu sejak tamat dari universitas, Chen Yongcai berkunjung ke Gubuk Ilalang Du Fu hampir setiap pekan raya, dan setelah pensiun ia dan beberapa sahabatnya setiap pekan berkumpul di sini untuk membacakan syair sambil berjalan-jalan santai di Museum Gubuk itu. Mengenai perubahan selama puluhan tahun sekitar Gubuk Ilalang Du Fu, Chen Yongcai mengatakan: "Selama tahun-tahun ini, perubahan besar telah terjadi di sini. Dulu taman ini tampaknya kosong dan tanahnya banyak yang dijadikan tanah garapan. Pada beberapa tahun ini, taman ini berkembang pesat. Di sini dipagelarkan pula pertunjukan rakyat, tapi gubuk ilalang tetap terpelihara dengan utuh tanpa dirusak."

Luas total museum gubuk tercatat 16 hektar. Di museum ini, bangunan-bangunan utama semuanya berderet di garis tengah, dengan koridor dan bangunan pelengkap lainnya berdiri di kedua sisi secara teratur. Dengan sungai kecil dan jembatan mungil yang agak tersembunyi dalam daun lebat bambu, museum ini tampaknya khidmat, indah dan sepi.

Di sini kami kebetulan bertemu dengan Kristin, seorang mahasiswi dari Indonesia. Sebelum datang ke Tiongkok, gadis Indonesia ini sudah tahu di Tiongkok ada 300 syair Dinasti Tang, dan juga tahu nama-nama seperti Li Bai dan Du Fu. Dengan menggunakan kesempatan belajar ke Tiongkok kali ini, Kristin khusus berkunjung ke Museum Gubuk Ilalang Du Fu. Kristin juga sempat menghafal sebuah syair karya Du Fu yang berjudul Gubuk Ilalang Diterpa Angin Musim Rontok.

Syair Gubuk Ilalang Diterpa Angin Musim Rontok ditulis oleh Du Fu pada tahun 761 ketika ia berusia 49 tahun. Waktu itu Tiongkok berada dalam situasi politik yang kacau balau. Chengdu tempat tinggal Du Fu waktu itu dilanda bencana hujan dan badai. Gubuk yang dihuni oleh Du Fu berkali-kali diserang angin kencang dan hujan lebat sehingga rusak dan terus bocor. Bahkan suatu kali sebatang pohon yang berusia 200 tahun di depan gubuknya pun tumpang dengan akarnya tercabut oleh angin kencang. Pada suatu malam ketika angin dan hujan mengamuk, pikiran Du Fu melayang ke mana-mana. Dari hidup sulit yang dialaminya sampai rakyat seluruh negeri yang sudah kenyang menderita kesengsaraan peperangan, dan dari gubuknya yang berguncang dalam badai ia membayangkan pula seluruh negeri yang bertahun-tahun tertimpa peperangan. Ia sulit tidur dan menulislah syair Gubuk Ilalang Diterpa Angin Musim Rontok, yang dihafal Kristin tadi.

Keluhuran budi dan keprihatinan serta lapang dada yang tercermin dalam syair itu sangat mengharukan setiap pembaca. Chen Yongcai mengatakan: "Du Fu dalam syairnya mengatakan, alangkah baiknya jika rakyat miskin yang kedinginan dapat hidup tenteram dalam gedung-gedung tanpa takut hujan lebat. Seumur hidup saya bekerja sebagai seorang arsitek, dan justru seperti apa yang dikatakan Du Fu dalam syairnya, saya pun akan merasa senang sekali jika melihat rakyat biasa yang pindah ke rumah baru. Itulah sebabnya saya suka sekali pada Du Fu."