Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2006-02-14 16:21:22    
Tiongkok Akan Bayar Lebih Gas Indonesia

cri

BEIJING, 14 Feb. Tiongkok mungkin akan memperbolehkan Indonesia untuk menaikkan harga gas alam cair (LNG) dari Proyek Tangguh senilai 5 milyar dolar Amerika yang dipimpin BP. Tetapi konsumen energi terbesar kedua di dunia itu menolak kenaikan besar lainnya.

"Kita mengerti bahwa pasar LNG dunia telah berubah menjadi pasar penjual dari pasar pembeli," kata seorang pejabat Perusahaan Nasional Minyak Lepas Pantai Tiongkok (Group CNOOC), yang menandatangani suatu kesepakatan di tahun 2002 untuk mengimpor 2,6 juta ton setahun dari Tangguh selama 25 tahun ini.

Perjanjian Tangguh menyisakan ruang untuk negosiasi harga selanjutnya, katanya.

"Kami masih bernegosiasi. Tetapi produser sebaiknya tidak terlalu yakin akan daya beli sebuah negara berkembang seperti Tiongkok," kata pejabat tersebut yang minta agar identitasnya tidak disebutkan.

Kata-kata ini hanya sebuah tanda dari Tiongkok, di mana batu bara yang murah tapi kotor mendominasi konsumsi energi. Tiongkok belum siap untuk menerapkan ide-ide berorientasi lingkungan dengan mempromosikan penggunaan LNG yang pembakarannya lebih bersih dengan harga berapapun.

Pernyataan ini juga berarti bahwa perusahaan-perusahaan minyak yang bergantung pada permintaan di Asia untuk cadangan gasnya harus mencari pasar di lain tempat. Beberapa ahli industri memperkirakan bahwa Tiongkok harus mengimpor lebih dari 20 juta ton setiap tahun. Jumlah ini adalah seperempat kebutuhan Jepang dan Korea Selatan pada saat ini.

Sampai sekarang, Tiongkok telah menyepakati dua perjanjian jangka panjang untuk mengimpor 6 juta ton gas alam bermutu tinggi yang telah didinginkan dan dipadatkan selama setahun dari Tangguh dan perusahaan Australia Utara West Shelf.

COOC telah membekukan pembicaraan dengan perusahaan Amerika Chevron Corp. untuk penyediaan jangka panjang dari Proyek Australian Gorgon karena ketidaksepakatan masalah harga. Gorgon kemudian beralih ke perusahaan-perusahaan Jepang dan India.

"Tiongkok mungkin akan menjadi pasar gas alam cair besar, tetapi itu semua tergantung pada harga," kata pejabat CNOOC, produser minyak dan gas terbesar ketiga di Tiongkok.

Group CNOOC adalah induk dari CNOOC Ltd yang terdaftar di Hong Kong dan New York, yang memegang banyak saham di Proyek Tangguh.

Indonesia telah meminta CNOOC untuk menaikkan harga gas alam Tangguh untuk mengimbangi kenaikan harga gas alam dewasa ini sebagai akibat dari naiknya harga minyak mentah dunia.

Kardaya Warmika, ketua badan pengawas migas Indonesia BPMIGAS mengatakan pada wartawan bulan lalu bahwa pihaknya mengharapkan CNOOC untuk menaikkan harga dengan mengangkat batas harga minyak dari 25 dolar Amerika per barel.

Harga LNG di Asia sebagian terikat dengan harga minyak mentah, yang telah naik dua kali lipat dalam empat tahun ini ke angka 61 dolar Amerika per barel.

Pejabat CNOOC mengatakan bahwa negosiasi harga LNG dengan Tangguh telah berlangsung sejak tahun lalu. Tetapi ia menolak untuk menyampaikan detil pembicaraan ataupun hasil yang mungkin diraih.

CNOOC menolak laporan bulan Desember lalu yang mengatakan bahwa LNG terminal yang dibangun di propinsi Fujian di sebelah tenggara Tiongkok ingin memperoleh 1 juta ton LNG Tangguh tiap tahunnya di masa dekat, bukannya 2,6 juta ton.

Pejabat tersebut menyatakan bahwa konstruksi terminal di Fujian telah berjalan dengan normal.

Ia menyatakan bahwa masih harus dibuktikan apakah persediaan gas alam dunia yang sangat ketat akan terus berlanjut, mengingat proposal untuk membangun berlusin-lusin terminal penerima LNG di Tiongkok dan di Amerika Serikat belum semuanya terealisasi.

Tetapi hampir tidak mungkin bagi Tiongkok untuk memperoleh persediaan LNG di masa depan dengan perjanjian menguntungkan yang telah dicapai sebelumnya untuk terminal penerima LNG di propinsi Guangdong dari North West Shelf di tahun 2002 dengan harga 25 milyar Amerika selama 25 tahun, katanya.

Harga Guangdong tersebut dilaporkan tetap sekitar US$3,5 juta untuk unit thermal Inggris berapapun besarnya fluktuasi harga minyak.

"Itu adalah suatu jendela kesempatan yang sangat besar," kata pejabat tersebut.

http://news.xinhuanet.com/english/2006-02/14/content_4177589.htm