Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2006-03-23 11:10:07    
Tao Yuanmin, Sastrawan Kuno Tiongkok

cri

 

Tao Yuanming adalah salah seorang sastrawan terkenal dalam sejarah Tiongkok. "Caiju donglixia, youran jian nanshan" adalah dua kalimat dari salah satu puisinya yang melukiskan pemandangan alam dan kesantaian seseorang yang hidup menyepi di gunung. Sebagai perintis penyair pengagum pemandangan alam dan kehidupan yang santai di Tiongkok, Tao Yuanming hidup sederhana sepanjang hidupnya. Dengan watak yang tulus, jujur serta moral yang luhur, ia merupakan teladan para sastrawan generasi kemudian. Berikut kami perkenalkan Tao Yuanming sebagai salah seorang sastrawan terkenal dalam sejarah Tiongkok.

Tao Yuanming hidup pada masa Dinasti Jin Timur abad ke-4. Kakek buyutnya bernama Tao Kan adalah salah seorang pendiri Dinasti Jin. Kakek dan ayahnya juga pernah memangku jabatan di pemerintah. Ketika Tao Yuanming berumur 8 tahun, ayahnya meninggal dunia, dan keluarganya pun mulai bangkrut. Tao Yuanming pada masa mudanya juga bermimpi meniti karier sebagai pejabat. Akan tetapi, pada masa Dinasti Jin Timur, situasi politik goncang dan pertarungan antarbangsawan berkecamuk. Tao Yuanming memangku jabatan untuk pertama kali ketika berusia 29 tahun, tapi kebobrokan dan kegelapan panggung politik benar-benar merupakan siksaan bagi Tao Yuanming yang berwatak tulus dan polos. Dengan pikiran tak mau mentoleransikan lagi siksaan itu, Tao Yuanming pun memutuskan meletakkan jabatan dan kembali ke kampung halamannya. Pada masa kemudian, Tao Yuanming yang hidup sengsara kembali memangku jabatan kecil untuk sekian kalinya tapi akhirnya ia mengundurkan diri juga.

Pada masa tidak memangku jabatan, Tao Yuanmin hidup dengan bercocok tanam, tapi hidupnya pun menjadi sangat miskin, dan tidak bisa menghidupi keluarganya. Pada usia 41 tahun, ia kembali meniti karier sebagai pejabat, kali ini ia diberi jabatan bupati di Kabupaten Pengze. Suatu hari, atasannya mengirim seorang pejabat ke Kabupaten Pengze untuk melakukan inspeksi. Dengan sikap sombong dan kasar, pejabat itu setiba di Pengze segera mengirim bawahannya untuk memanggil Tao Yuanming untuk menjemputnya. Sebagai bupati Kabupaten Pengze, Tao Yuanming memang berwatak meremehkan nama dan selalu tidak mau tunduk kepada pejabat yang lebih tinggi. Walaupun ia memandang rendah pejabat yang sombong itu, namun ia mau tak mau harus menjemputnya. Menjelang keberangkatannya, seorang bawahannya mengusulkan dia supaya mengenakan busana jabatan resmi, kalau tidak akan dipersalahkan. Mendengar usul itu, Tao Yuanming mengeluh panjang dan mengatakan: "Saya tidak akan bertekuk lutut kepada orang hina hanya demi gaji serendah satu karung beras." Maka ia menyegel capnya dengan baik-baik dan meletakkan jabatan. Ketika itu ia hanya menjabat sebagai Bupati Pengze selama 80 hari. Pada hari kemudian perkataannya "tidak mau bertekuk lutut demi sekarung beras" pun sering dikutip sarjana kemudian untuk memuji orang yang berwatak seperti Tao Yuanming.

Sejak itu Tao Yuanming menempuh jalan hidup menyepi sebagai petani yang bercocok tanam. Dalam sajaknya yang memuji kehidupan bercocok tanam yang berjudul: Kembali ke Tanah Garapan, ia melampiaskan kecintaannya terhadap kehidupan santai tanpa diganggu urusan sebagai pejabat.

Kehidupan Tao Yuanming sebagai petani cukup pahit. Ketika ia berusia 44 tahun, rumahnya terbakar, sehingga hidupnya menjadi lebih miskin. Bait-bait seperti "pada musim panas lapar perut, dan pada musim dingin tidur tanpa selimut" karyanya justru mencerminkan kemiskinannya. Akan tetapi, secara rohani Tao Yuanming hidup dengan senang hati. Dan masa itu ia mencapai panen dalam penulisan puisi yang kebanyakannya menyenandungkan pemandangan alam indah permai. Dalam benaknya, kehidupan di pedesaan dan pemandangan alam adalah sasaran indah yang dipuji-puji, bahkan menjadi suaka spiritual untuk melarikan diri dari dunia riil yang pahit.

Tao Yuanming pada masa lanjut usia menempuh kehidupan yang lebih pahit, bahkan kadang-kadang harus mengemis. Namun biarpun demikian, Tao Yuanming yang membenci politik kembali menolak panggilan pemerintah untuk memangku jabatan. Pada masa lanjut usia, ia menulis sebuah prosa yang berjudul "Taohuayuanji" atau Catatan Tanah Taohuayuan. Dalam prosa itu, ia mengisahkan apa yang dilihat dan dialami seorang nelayan yang secara kebetulan memasuki Tanah Taohuayuan. Di tanah yang jarang dikenal orang luar itu, nelayan itu menemukan sekelompok orang yang hidup menyepi untuk membebaskan diri dari kancah perang yang sedang berkecamuk. Katanya penduduk di Tanah Taohuayuan hidup di daerah itu secara turun-temurun sebagai petani. Mereka tidak tahu akan segala hal yang terjadi di dunia luar. Dengan watak yang naif, mereka bercocok tanam dengan rajin dan hidup santai tanpa risau dan gundah. Memang Tanah Taohuayuan merupakan ilusi ideal yang diimajinasikan si pengarang, dan memanifestasikan dambaan rakyat luas pada zaman itu untuk membebaskan diri dari kancah perang dan hidup tenteram. Walaupun fantasi itu tak bisa menjelma menjadi realitas, tapi ide yang ditampilkan dalam prosa Catatan Tanah Taohuayuan serta bahasanya yang indah sekali menambah pesona kekal kepada para pembaca. Pada masa kemudian, tanah Taohuayuan pun menjadi kata pengganti masyarakat ideal, dan puisi yang bertopik Taohuayuan pada masa selanjutnya juga muncul terus-menerus.

Karya Tao Yuanming yang tersebar sampai sekarang hanya seratus lebih sajak dan belasan prosa. Biarpun tidak termasuk banyak, tapi posisinya dalam sejarah kesusastraan Tiongkok justru seperti tonggak sejarah.