Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2006-05-29 11:13:13    
Penduduk: Kami Diperingatkan Tentang Gunung Berapi, bukan Gempa

Kantor Berita Xinhua

YOGYAKARTA, Indonesia, 29 Mei (Xinhua). Penduduk propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah berulang kali diperingatkan tentang ancaman letusan gunung Merapi di utara, tetapi dengan sangat mengejutkan bencana mematikan datang dari Samudra Indonesia di sebelah selatan.

Sebuah gempa yang episentrumnya terletak di 33 km dari pulau Jawa menimpa propinsi tersebut pada subuh hari Sabtu, yang sejauh ini telah menewaskan lebih dari 4600 orang dan melukai 3500 orang lainnya.

"Pejabat Pemerintah telah memperingatkan kami tentang letusan Merapi. Saya merasa aman karena rumah saya sangat jauh dari gunung berapi," kata Saringah yang berusia 55 tahun dalam bahasa Jawa.

Ia melewatkan satu malam di kamp pengungsian setelah gempa yang berkekuatan 5,9 meratakan rumahnya di kabupaten Bantul, daerah yang paling parah tertimpa bencana dengan korban jiwa sebesar 2700 yang dikonfirmasi sejauh ini.

"Semua rumah di kampung saya runtuh," katanya kepada Xinhua.

Bencana ini terjadi ketika hampir semua orang terlelap sehingga kecil kemungkinan bagi mereka untuk keluar dari rumah mereka.

Para tetangga memperingatkan satu sama lain dengan berteriak, "Lindhu, lindhu!" yang dalam bahasa Jawa berarti gempa bumi.

Tetapi untuk banyak orang, terutama orang tua, peringatan ini tidak terdengar. Sementara itu atap dan tembok bata rubuh kurang dari 30 detik.

Ngadri, yang seperti kebanyakan orang Indonesia hanya memiliki sebuah nama, menceritakan kisah hari yang tragis itu dengan mata berlinang.

"Kejadiannya sangat cepat, dan gempa terhebat datang terlebih dahulu. Orang tua saya tidak mampu menyelamatkan diri. Mereka lebih dari 80 tahun," kata petani berusia 45 tahun ini.

Gempa bumi ini telah membuat lebih dari 200 ribu orang kehilangan rumah mereka.

Untuk mengatasi bencana ini, sekitar 400 sukarelawan direkrut untuk tim tanggap darurat Merapi dialokasikan untuk mencari korban di antara reruntuhan dan untuk membagikan bantuan.

Gempa ini telah meninggalkan kenangan yang traumatis kepada orang-orang di daerah-daerah yang terkena gempa. Mereka memilih untuk kehujanan di luar pada hari Minggu yang dingin. Mereka tidur di dalam kabin truk atau di atas terpal plastic, atau koran.

Sebuah kelompok dari Bantul memaksa agar tenda mereka dipindahkan karena takut pohon di dekat mereka akan tumbang dan menindih mereka.

Agen geofisika setempat telah mendeteksi 500 goncangan susulan dalam dua hari terakhir ini meskipun masyarakat hanya dapat merasakan beberapa.

Upacara pemakaman instant diadakan di hampir setiap daerah di Bantul pada hari Minggu. Para pemberi bantuan melanjutkan pencarian tubuh-tubuh di reruntuhan.

Seorang wanita berusia 20-an mengamati para serdadu yang mengambil reruntuhan dari apa yang dulunya adalah sebuah rumah di kecamatan Bambanglipuro.

"Nenek saya terkubur di dalamnya," katanya tanpa menolehkan kepala.

Dampak dari gempa bumi hari Sabtu mencapai 100 km dari pantai selatan Yogyakarta ke Klaten, sebuah kota di Jawa Tengah, di mana 1200 orang meninggal.

Ini adalah bencana nasional terburuk Indonesia setelah gempa yang mengakibatkan tsunami menewaskan 131 ribu manusia di pulau Sumatara pada bulan Desember 2004.

Yogyakarta adalah satu-satunya propinsi di Indonesia yang dianugerahi otonomi khusus untuk melestarikan kerajaan Jawa kuno Mataram. Propinsi tersebut, yang berlokasi sekitar 500 km di sebelah timur Jakarta, kini dipimpin oleh seorang sultan.

Selain merupakan tempat kunjungan populer bagi turis, Yogyakarta juga disebut "Kota Pendidikan" dengan lebih dari 100 universitas dan jutaan siswa dari 32 propinsi lainnya.

Oleh: Heru Andriyanto

http://news.xinhuanet.com/english/2006-05/29/content_4614441.htm