Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2006-06-20 11:11:42    
Etnis Gaoshan Dan Lisu Tiongkok

cri

Keresidenan Otonom Etnis Lisu Nujiang yang terletak lebih 300 kilometer sebelah barat laut kota Kunming, ibukota Propinsi Yunnan adalah tempat permukiman utama etnis Lisu.

Nama etnis Lisu pertama-tama muncul pada dinasti Tang lebih 1300 tahun lalu.

Jumlah penduduk etnis Lisu sekarang ini tercatat 574 ribu jiwa. Mereka mempunyai bahasanya sendiri, namun kurang sempurna. Dengan bantuan pemerintah, etnis Lisu pada tahun 1957, masa awal berdirinya Tiongkok baru telah menciptakan huruf baru berdasarkan hurf Latin. Etnis Lisu dulu terutama menganut nulti dewa, memuja alam dan percaya pada animisme. Agama Kristen dan Katolik tersebar ke daerah etnis Lisu setelah pertengahan agad ke-19. Maka, sebagian penduduk etnis Lisu menganut agama Kristen dan Katolik.

Etnis Lisu suka menyanyi dan pandai menari. Mereka menyanyi dan menari sepuasnya pada upacara-upacara perkawinan berburu, pembangunan rumah atau musim panen.

Ada orang membagi etnis Lisu menjadi "Lusi Hitam" dan "Lisu Kembang" berdasarkan perbedaan warna pakaian etnis Lisu di berbagai tempat. Pakaian dan perhiasan etnis Lisu sangat cerah warnanya, dan sangat besar perbedaannya.

Karena syarat iklim yang khusus di Lembah Sungai Nujiang, di daerah itu tidak dapat ditanami kapas, tapi kedua tepi sungai Nujiang yang subur tanahnya banyak menghasilkan goni. Sejak zaman dahulu kalah, wanita etnis Lisu dengan mahir telah menguasai teknik lengkap penanaman, panen dan pemintalan goni. Penduduk etnis Lisu di sebagian besar daerah dulu mengenakan pakaian dari bahan linen hasil tenunan sendiri.

Kekhususan pakaian dan perhiasan etnis Lisu tidak hanya pada perbedaan warna pakaian antara penduduk Lisu di berbagai tempat, tapi juga pada gaun yang dikenalkan wanita etnis Lisu. Gaun itu dirancang dan dibuat dengan saksama dengan menggunakan seratus lembar kain aneka warna.

Ketika gadis remaja etnis Lisu mencapai usia 13 atau 14 tahun, orangtuanya akan mengadakan upacara pengenaan gaun untuknya, sebagai pertanda bahwa ia telah menginjak usia dewasa dan memperoleh hak bergauh. Sedangkan bagi gadis remaja yang mulai mengenakan gaun berarti berpisah dengan zaman remaja, oleh karena itu, upacara berlangsung sangat meriah dan khitmad.

Makanan utama etnis Lisu adalah jagung dan gandum. Karena mereka pandai berburu, maka jenis makanan daging mereka juga beranekaragam.

Tambang luncur dulu merupakan alat lalu lintas utama bagi penduduk Lisu untuk menyeberangi sungai. Tambang yang terbuat dari bambu tergantung di ngarai kedua tepi Sungai Nujiang. Pada tambang itu terdapat papan luncur. Orang yang hendak menyeberangi sungai, mengikatkan tali yang menjulur dari papon itu pada pinggang dan kedua kakinya, dan papan itu akan membawanya meluncur ke seberang. Namun cara itu cukup mendebarkan.

Tanggal 28 Maret tahun 1991 adalah hari yang patut dirayakan dalam sejarah etnis Lisu. Karena pada hari itu, sebuah jembatan permanen yang menghubungkan kedua tepi Sungai Nujiang diresmikan.

Perbaikan syarat lalu lintas telah mendorong perkembangan ekonomi nasional di daerah etnis Lisu. Sekarang, cara prpoduksi etnis Lisu telah mengalami perubahan mendasar.

Tanah-tanah di lereng dan lembah bukit telah dibuka menjadi ladang bertingkat. Alat produksi yang maju telah dipakai petani Lisu yang dulu selalu berpindah-pindah kini telah menetap.

ulau Taiwan yang indah dan kaya bermukim generasi demi generasi satu anggota keluarga besar bangsa Tionghoa yaitu etnis Gaoshan. Etnis Gaoshan mempunyai suku etnis yang berbeda-beda pula, karena perbedaan daerah pemukiman dan bahasanya. Setelah berdirinya Tiongkok baru, pemerintah Tiongkok menyebutkan etnis minoirtas yang bermukim di Taiwan itu sebagai etnis Gaoshan.

Etnis Gaoshan yang berpenduduk lebih 340 ribu jiwa itu terutama bermukim di daerah pegunungan bagian tengah dan dataran bagian timur pulau Taiwan.

Etnis Gaoshan bersejarah sangat lama, tapi karena terletak agak terpencil, relatif kurang kontak etnis Gaoshan dengan dunia luar, dan perkembangan sosial etnis Gaoshan relatif lambat dalam proses kemajuan sejarah yang panjang.

Berburu pernah merupakan kegiatan produksi pokok etnis Gaoshan. Tapi sekarang mayoritas etnis Gaoshan terutama hidup dari bercocok tanam padi, jewawut, kentang dan hasil pertanian lain, sedangkan berburu telah menjadi acara rekreasi di musim senggang. Seiring dengan perkembangan pertanian, usaha peternakannya juga berkembang. Etnis Gaoshan terutama beternak babi, ayam, kambing dan anjing. Babi adalah ternak penting bagi etnis Gaoshan, yang biasanya tidak sembarangan diselebih, dan hanya disembelih pada acara-acara penting, khususnya pada upacara sembahyang.

Makanan utama etnis Gaoshan pada masa lalu adalah daging, tapi sekarang beras, kentang dan makanan lain. Makanan etnis Gaoshan agak sederhana, terutama dipanggang, direbus dan dikukus. Makanan khas etnis Gaoshan adalah daging rusa panggang dan daging rusa asam. Daging rusa asam dapat disimpan agak lama dan sangat enak rasanya.

Etnis Gaoshan umumnya menggunakan takwin bulan. Di beberapa daerah juga ditetapkan penanggulangannya sendiri dengan merujuk pada takwin bulan. Hari raya etnis Gaoshan biasanya berkait dengan kegiatan pertanian tertentu. Hari bercocok tanam dan panen merupakan kegiatan pertanian penting bagi etnis Gaoshan, yang disebut sebagai hari raya bercocok tanam dan hari raya panen. Etnis Gaoshan masih mempunyai berbagai macam hari raya lain, misalnya hari raya memanah kuping, upacara ritual 5 tahun, dan upacara ritual 10 tahun. Hari raya menembak kuping adalah hari raya berburu yang diadakan pada musim senggang. Pada hari itu orang bersama-sama menikmati hasil berburu, dan menggantungkan kuping binatang hasil berburu sebagai sasaran untuk dipanah dalam perlombaan memanah.

Upacara ritual 5 tahun dan upacara ritual 10 tahun adalah dua kegiatan ritual poenting bagi etnis Gaoshan, yang masing-masing diadakan sekali setiap 5 dan 10 tahun.

Tato adalah suatu adat kebiasaan kuno dari orang yang hidup di daerah trpis. Adat kebiasaan itu sangat populer di kalangan etnis Gaoshan pada masa lalu. Mereka melukiskan berbagai macam gambar pada badan dan mukanya dengan jarum halus, lalu mengabadikannya dengan tinta berwarna. Gambar-gambar tato etnis Gaoshan itu berbeda-beda menurut sukunya yang berbeda-beda. Adat kebiasaan tato masih dipertahankan di kalangan etnis Gaoshan di beberapa daerah, tapi sekarang tidak dilukiskan gambar-gambar pada bagian badan yang terlihat jelas dan gambarnya juga makin kecil dan tersembunyi.

Mengunyah pinang adalah adat kebiasaan tradisional etnis Gaoshan. Pemuda-pemudi etnis Gaoshan mempunyai kebiasaan membawa kantung pinang kalau bpergian dan pinang biasanya juga disediakan di setiap keluarga. Etnis Gaoshan juga suka minum arak. Kaum wanitanya semuanya ahli membuat arak.

Etnis Gaoshan adalah etnis yang gemar menyanyi dan menari. Mereka pasti mengadakan kegiatan nyanyi dan tari yang besar-besaran pada hari raya, upacara perkawinan dan lain-lain.

Tari rambut panjang etnis Gaoshan bertaraf kesenian sangat tinggi. Tari rambut panjang yang dibawakan wanita itu biasanya diadakan waktu terang bulan. Ketika itu, kaum wanita bergandengan tangan membentuk lingkaran dan sambil menari mengayun-ayunkan rambutnya mengikutiirama lagu yang semakin lama semakin cepat, dan gerakan tari dari kecil sampai besar dan ketika sampai klimaksnya, rambut panjang penari harus menyentuh tanah. Karena suka menari tarian rambut panjang, maka semua wanita memelihara rambut panjang.