Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2006-07-13 13:16:49    
Dilema Pemerintah Israel di Tengah Serangan Hizbullah

cri

Kemarin kekutaan bersenjata Partai Hizbullah Lebanon secara mendadak menyerbu perbatasan Israel di bagian utara dan menculik 2 anggota pasukan Isarael. Peristiwa itu menghadapkan pemerintah Israel pada keadaan sulit bertempur di kedua medan yang terpisah di bagian utara dan selatan. Peristiwa penculitan prajurit itu juga menghadapkan Pemerintah Ehud Olmert pada ujian politik dan militer yang tiada taranya dalam sejarah.

Analis menunjukkan, tekanan utama yang dihadapi pemerintah Olmert adalah sebagai berikut:

Pertama, terjadinya peristiwa penculitan anggota tentara itu berarti Israel mau tak mau harus mengambil aksi terhadap kekuatan bersenjata Partai Hizbullah, yang merupakan lawan yang lebih hebat daripada Hamas. Dilihat dari kekuataan militer, Hamas jauh lebih lemah daripada Hizbullah, tap ia pun tidak bertekuk lutut menghadapi aksi militer Israel yang telah berlangsung belasan hari. Sama halnya, Israel pasti akan menghadapi lebih banyak kesulitan untuk memaksa Partai Hizbullah menyerahkan prajurit yang disandera tanpa syarat. Apabila Israel mengirim tentara ke daerah bagian selatan Lebanon yang topografinya lebih rumit untuk melancarkan aksi penyelamatan, hal itu akan menghadapkan Israel pada resiko yang lebih serius. Kemarin 4 prajurit Israel tewas kena ranjau darat ketika melintasi perbatasan Lebanon-Israel untuk mencari prajurit yang diculik.

Kedua, Lebanon adalah negara berdaulat, maka pengiriman pasukan ke Lebanon akan menghadapkannya pada tekanan internasional dan tanggungjawab politik yang jauh lebih besar daripada pengiriman pasukannya ke Jalur Gaza. Apalagi penculikan prajurit Israel lintas perbatasan itu merupakan tindakan independen Partai Hizbullah. Perdana Menteri Lebanon Fuad Siniora kemarin menyatakan, pemerintah Lebanon tidak tahu akan aksi kekuatan bersenjata Partai Hizbullah itu. Tapi pemerintah Israel langsung mengarahkan mata tombaknya kepada pemerintah Lebanon dan melancarkan pemboman udara membabi buta terhadap infrakstur sipil Lebanon, tapi serangan tersebut tidak bermanfaat bagi pemecahan krisis.

Ketiga, sejalan dengan perkembangan situasi, gejala koordinasi antara kekuatan bersenjata Partai Hizbullah dan Hamas semakin menonjol. Kemarin pemimpin Hamas menyebut tindakan kekuatan bersenjata Partai Hizbullah sebagai tingkah laku pahlawan, dan akan mendorong Israel membebaskan orang Pelestina yang ditahan. Sedang pemimpin Partai Hizbullah menyatakan kesediaan untuk turun tangan dalam krisis sandera Palestina-Israel. Hal itu menandakan, kedua krisis itu telah saling mengikatkan dan saling mempengaruhi antara satu sama lain, sehingga menambah kesulitan penyelesaian krisis, sedangkan tentara Israel juga akan menghadapi tantangan lebih serius apabila bertempur di kedua medan.

Keempat, terculiknya berturut-turut prajurit Israel akan sangat memukul psikologi masyarakat Israel, sehingga ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah dan tentara meningkat. Sebaliknya, serangan lintas perbatasan yang dilancarkan kekuatan bersenjata Partai Hizbullah kali ini dilaksanakan melalui persiapan cermat, maka mereka sudah siap secara psikologis untuk menghadapi serangan balasan militer Israel. Partai Hizbullah dengan jelas menyatakan, apabila Israel ingin membebaskan prajurit Israel yang diculik, perundingan tidak langsung atau pertukaran personil adalah satu-satunya jalan yang bisa ditempuh. Israel akan menghadapi tekanan besar menghadapi dilema menerima atau tidak konsep penyelesaian krisis penculikan.

Pilihan apa yang akan diambil pemerintah Israel menghadapi krisis yang timbul susul menyusul? Menurut analis, pemerintah Israel tidak ada pilihan banyak dalam situasi krisis sandera yang semakin rumit. Aksi balasan militer hanya dapat berfungsi sanksi dan peringatan, tapi tak bisa memecahkan secara tuntas masalahnya. Cara yang paling pragmatis adalah mengambil politik ganda, yakni cara militer terbuka dan upaya diplomatik rahasia yang dilaksanakan secara koordinasi, yaitu mendorong terwujudnya perundingan melalui aksi militer, dan pemecahan final krisis itu hanyalah dapat tercapai di meja perundingan.