Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2006-07-20 16:48:34    
Huang Daopo

cri

Huang Daopo adalah reformis wanita Tiongkok yang melakukan reformasi terhadap penenunan kain pada abad ke-13. Ia sempat memberikan sumbangan luar biasa untuk mendorong perkembangan industri tekstil Tiongkok pada zaman itu. Berikut ini kami sampaikan laporan tentang Huang Daopo.

Huang Daopo dilahirkan di Wunijing atau Kabupaten Huajing, Kota Shanghai sekarang pada tahun 1245 dan meninggal pada tahun 1306. Masa hidupnya adalah masa pergantian antara Dinasti Song dan Dinasti Yuan. Ketika itu keadaan sosial tumpang tindih. Rakyat hidup dalam kesengsaraan khususnya pada tahun-tahun yang dilanda bencana banjir atau kekeringan. Pada zaman dahulu kala, wanita berposisi sosial sangat rendah di Tiongkok. Penghidupannya selalu tidak terjamin.

Ketika ia berusia belasan tahun, orangtua Huang Daopo yang hidup miskin terpaksa menjualnya kepada sebuah keluarga yang relatif kaya sebagai "

istri cilik untuk anak pada masa dewasa kelak." Di keluarga "suaminya", Huang Daopo setiap hari terpaksa melakukan tugas rumah yang berat. Ia sering tidak bisa makan kenyang, serta kerap dipukuli orangtua sang suami. Huang Daopo yang sudah kenyang menderita itu, pada suatu malam melarikan diri dari rumah itu, dan dengan naik perahu ia tiba di Pulau Hainan bagian selatan Tiongkok.

Pulau Hainan yang terletak di ujung selatan Tiongkok beriklim subtropis dan tropis, sehingga cocok sekali untuk pertumbuhan tanaman kapas. Pulau itu memang sejak dahulu terkenal dengan produksi tekstil. Rakyat etnis Li, salah satu etnis minoritas di pulau itu sudah menguasai teknik teksitil yang tinggi, sehingga produknya selalu sangat laris. Setelah melarikan diri ke Pulau Hainan, Huang Daopo diterima dengan hangat oleh penduduk setempat. Dari penduduk setempat, Huang Daopo belajar teknik menenun yang maju. Dengan perpaduan keunggulan teknik menenun yang masing-masing dikuasai oleh rakyat etnis Li dan etnis Han, penduduk mayoritas Tiongkok, Huang Daopo berangsur-angsur berkembang menjadi seorang penenun yang ulung.

Huang Daopo hidup selama lebih 30 tahun di Pulau Hainan. Setelah ia kembali ke kampung halamannya, Dinasti Song yang semula berkuasa sudah digulingkan oleh Dinasti Yuan dengan etnis Mongol sebagai etnis penguasa. Pihak penguasa waktu itu menaruh perhatian besar pada pengembangan industri tekstil. Mereka khusus mendirikan lembaga penanganan penenunan dan penanaman kapas di bagian selatan Tiongkok. Namun sayang, walaupun penanaman kapas berhasil dimasyarakatkan, teknologi tekstil masih sangat terbelakang.

Setelah kembali ke kampung halamannya, Huang Daopo yang berpengalaman puluhan tahun di bidang penenunan mulai melakukan perbaikan terhadap alat dan teknologi penenun. Perkakas tenun hasil penelitiannya mudah dibuat oleh tukang kayu dan efisiensinya lebih tinggi tiga sampai empat kali lipat daripada perkakas tenun yang lama. Perkakas tenun itu segera dipopulerkan di bagian selatan. Selain berjasa dalam memperbaiki alat tenun, Huang Daopo juga merumuskan teknologi penenunan yang relatif maju berdasarkan pengalaman dan prakteknya selama bertahun-tahun. Di samping melakukan perbaikan terhadap alat tenun, Huang Daopo juga memadukan estetika rakyat etnis Li ke dalam corak kain, yang antara lain berpola papan catur, huruf, bunga, dan figur manusia. Kain yang dirancangnya larisnya bukan main. Kain-kain ini dijual ke tempat yang jauh, sehingga sangat merangsang kegairahan para penenun, dan mendorong kemakmuran industri tekstil Tiongkok.

Huang Daopo meninggal dunia tak sampai 10 tahun setelah ia kembali ke kampung halaman karena terlalu capek. Tak lama setelah beliau wafat, di sekitar Songjiang, yaitu kampung halamannya terbentuk pusat penenunan yang paling besar di seluruh negeri. Pusat itu amat makmur selama ratusan tahun sampai sekarang. Pada awal abad ke-16, seorang petani setempat dapat menghasilkan 10.000 helai kain dalam waktu satu hari. Sampai abad ke-18 dan ke-19, Kain Songjiang sudah dijual ke kawasan Eropa dan Amerika, sehingga Songjiang pun dijuluki sebagai "dunia baju dan selimut".

Setelah wafatnya Huang Daopo, penduduk sekampungnya mendirikan kuil untuk memperingatinya. Sampai sekarang wisatawan yang berkunjung ke Shanghai bisa melakukan sembahyang ke makamnya. Di atas nisan di depan makamnya terukir jasa-jasa cemerlang Huang Daopo. Kisah seperti Huang Daopo sebagai seorang wanita biasa yang berjasa begitu besar sehingga diperingati oleh rakyat turun temurun memang jarang sekali dalam sejarah Tiongkok.