Pada Juni tahun ini, China Radio International CRI menyelenggarakan kegiatan untuk membiayai siswa miskin di daerah pegunungan. Dalam kegiatan yang bertema Gelombang Sambung Kanak-kanak Pegunungan------Kunjungan CRI Dengan Prihatim, belasan anak dari daerah pegunungan miskin propinsi Guizhou Tiongkok Barat Daya merayakan Hari Kanak-kanak yang khusus di Beijing. Tak lama berselang, rombongan wartawan muda CRI mengadakan wawancara ke kampung halaman anak-anak tersebut.
Penyanyi lagu etnis Miao itu adalah sepasang kakak adik perempuan. Kakak perempuan bernama Luo Huaxiang yang berumur 15 tahun, adik perempuan yang lebih kecil satu tahun bernama Luo Xiaoxiao. Rumah kakak adik perempuan etnis Miao yang suka menyanyi itu terletak di kabupaten Pan di daerah pegunungan yang terpencil di Guizhou. Mereka berdua sering pergi ke sekolah dengan menempuh jalan pegunungan sekitar satu atau dua jam, sedangkan makanan mereka selalu adalah kendan dan jagung karena kedua makanan itu merupakan tanaman utama setempat akibat kekurangan air. Pangan makanan 6 orang sekeluarga bersandar pada penghasilan tanah seluas lapangan bola basket. Bapak ibu mereka kadang-kadang mencari jamur ke gunung untuk menukar duit.
Rumah kayu kecil mereka dibangun di samping gunung, di depan pintu ditanam pisang dan jagung. Lantai di dalam rumah tidak rata, melalui sela-sela atap rumah boleh melihat langit. Di dalam rumah terdapat sebuah mesin tenun dan beberapa perabot yang sederhana, tirai yang dibuat dari karung, di tembok dinding terlekak belasan surat jasa yang memanifestasikan ria gembira dalam penghidupan miskin. Semua surat jasa diperoleh berdua kakak adik ini dalam kompetisi nyanyi, ini bermanfaat dari pewarisan ibu mereka Tao Chunyan yang pernah merupakan juara kompetisi nyanyi di seluruh kecamatan. Ibunya suka menenun sambil menyanyi lagu rakyat etnis Miao yang kuno.
Keluarga mereka tergolong suatu cabang etnis Miao Tiongkok Barat Daya, disebut juga Xiaohuamiao yang terkenal dengan mengenangkan pakaian yang berwarna colok dengan sulaman halus. Tao Chunyan mulai belajar menenun dan menyulam sejak umurnya 10 tahun, namun dia tidak mempelajari kepandaian ini kepada anak berduanya. Wanita desa yang baru belajar sekolah dasar piker bahwa belajar ke sekolah baru adalah jalan terbaik bagi anak-anak. Akan tetapi, karena miskin, kalau membiayai empat anaknya ke sekolah memang bukan soal yang mudah. Dikatakannya:
Keluargaku tidak mampu, hanya mencukupi kehidupan. Kalau membiayai kehidupan sehari-hari, tidak bisa membiayai mereka ke sekolah.
Hasil belajar kakak adik perempuan berdua itu selalu bagus, namun pernah putus sekolah selama tiga tahun karena tidak bisa membiayai ongkos sekolah ketika mereka tingkat satu dan dua. Pada masa tersebut, kakak adik berdua bekerja di sawah dan menjemur jamur.
Sampai tahun 2000, kehidupan kakak adik berdua itu terjadi perubahaan. Pada tahun ini, pemerintah setempat menunjang separo biaya sekolah, mereka berdua akhirnya pulang ke kampus. Namun ongkos sekolah sejumlah 40 Yuan Renminbi setiap orang setahun tetap adalah beban yang tidak ringan bagi keluarga mereka yang tidak mampu. Satu tahun kemudian, kakak Hua Xiang sekali lagi menghadapi kebahayaan putus sekolah. Pada waktu itu, ada seorang yang baik hati yaitu gurunya Zhang Youfu. Hua Xiang mengatakan:
Keluargaku tidak bisa membiayai ongkosnya, dia mengambil 40 Yuan Renminbi dari tasnya kepadaku. Saya tidak tahu menyatakan terima kasih kepadanya dengan bahasa apapun. Satu-satunya yang saya ucapkan ialah terima kasih, saya akan berupaya semaksimal untuk belajar.
Sejak tahun 2005, karena pemerintah menambahkan tunjangan pendidikan, siswa sekolah menengah pertama dan murid setempat semua dibebaskan biaya pendidikan, siswa miskin masih memperoleh tunjangan hidup. Akan tetapi, yang melegakan keluarga ini ialah, tahun ini, Xiaoxiao yang belajar tingkat enam dan 80 siswa miskin lain dibantu CRI.
Pada Juni tahun ini, Xiaoxiao, Amoi pegunungan yang tidak pernah pergi ke kabupaten bersama 9 temannya datang ke Beijing, ibu kota Tiongkok untuk berpartisipasi dalam kegiatan Gelombang Bergandengan tangan Anak Pegunungan, Kunjungan Baik Hati CRI yang diorganisasi CRI. Meskipun lima hari sangat singkat, namun bagi Xiaoxiao, pengalaman ini akan merupakan kenangan yang terindah. Sepulang ke kampung, dia sering memceritakannya kepada temannya. Dikatakannya:
Di Gedung Iptek ada seorang robot yang bisa menjawa pertanyaanmu. Aku menanyakannya apakah kamu bisa berenang, dia menjawab tidak bisa karena setubuhku dipenuhi kabel, jadi tidak bisa berenang, kalau kena air dia akan mati. Tembok Besar sangat bagus, paman tante di Beijing merasa sulit mendakinya, aku merasa tidak sulit karena selalu mendaki lereng-lereng di kampung.
Xiaoxiao, amoi pegunungan ini sewajarnya lebih suka gunung dan air kampung halamannya, anak perempuan etnis Miao pandai nyanyi juga suka nyanyi. Kakak adik berdua yang dibesarkan dengan melodi lagu selalu menyanyi baik waktu memotong rumput untuk babi atau di perjalanan pegunungan ke sekolah, mampun mengambil jamur di gua. Menyanyi merupakan sebagian kehidupan mereka, dan kehidupan yang mempunyai lagu dipenuhi harapan.
|