Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2006-09-25 12:45:36    
Pembentukan Pemerintah Baru Palestina Bakal Hadapi Banyak Tantangan

cri

Perunding Utama Palestina Saeb Erekat kemarin membenarkan, Ketua Badan Otoritas Nasional Palestina, pemimpin Fatah Mahmoud Abbas akan berkunjung ke Gaza hari ini atau besok dan mengadakan pembahasan dengan PM Palestina, pemimpin Hamas Ismail Haniyeh mengenai pembantukan pemerintah koalisi. Ini merupakan uyaya terbaru pihak Fatah setelah Abas Sabtu lalu di Kairo mengumumkan semua upaya mengenai perundingan pembentukan pemerintah federa kembali ke nol. Para analis berpendapat, dilihat secara konprehensif dari berbagai faktor, pembentukan pemerintah koalisi Palestina akan menghadapi banyak tantangan.

Kedua faksi terbesar Palestina Fatah dan Hamas pada awal bulan ini mengumumkan, kedua pihak akan membentuk pemerintah koalisi untuk mengganti pemerintah Hamas sekarang dalam rangka memperjuangkan dipulihkannya bantuan ekonomi masyarakat internasional kepada Palestina, mengakhiri krisis sosial dan keuangannya dewasa ini. Akan tetapi, setelah lewat separo bulan, tetap terdapat banyak kontradiksi antara kedua pihak pada masalah perundingan pembentukan kabinet dan gagal mencapai kemajuan apapun.

Pertama, perselisihan mendasar antara Hamas dan Fatah adalah apakah mengakui Israel. pada tanggal 11 bulan ini, setelah Fatah dan Hamas setuju untuk membentuk pemerintah koalisi, Hamas segera mengeluarkan suara yang berbeda dengan mengkliam tidak akan mengakui Israel dan juga tidak akan menerima persetujuan yang ditandatangani Palestina dan Israel sebelumnya. Karena perselisihan antara kedua pihak, sebelum bertolak ke New York untuk menghadiri sidang Majelis Umum PBB, Hamas tidak dapat tidak untuk sementara membekukan perundingan pembentukan kabinet. Abbas di depan sidang Majelis PBB mengatakan, pemerintah koalisi yang akan dibentuk akan memenuhi tiga tuntutan masyarakat internasional, yakni mengakui Israel, melepaskan kekerasan dan mengakui persetujuan yang ditandatangani antara Palestina dan Israel sebelumnya. Sehubungan itu, pihak Hamas menyatakan, jika menuntutnya mengakui Israel, pemerintah baru akan sulit dibentuk. Pemimpin Hamas, PM pemerintah otonom Palestina Haniyeh juga mengatakan, ia tidak akan memimpin pemerintah yang mengakui Israel. para analis menunjukkan, Hamas tidak akan dengan mudah mengakui Israel, karena mengakui Israel berarti Hamas melepaskan prinsipnya, ini akan merusak citranya dalam lubuk hati rakyat palestina. Menurut sebuah angket pol belakangan ini, separo lebih warga Palestina tidak mengharapkan Hamas mengakui Israel.

Kedua, Abbas sulit membentuk pemerintah secara sepihak dengan mengesampingkan Hamas. Sebagai ketua Badan Otoritas Nasional Palestina, Abbas berhak membubarkan pemerintah Hamas sekarang dan mengangkat pemerintah baru. Akan tetapi, pemerintah baru harus dilsahkan oleh Komite Legislatif Palestina, sedang Hamas menguasai dua pertiga kursi Komite Legislatif, maka pemerintah baru hampir tak mungkin dibentuk. Abbas juga dapat mengumumkan diadakannya kembali pemilihan. Tapi itu menghabiskan banyak kekuatan keuangan dan ini akan menimbulkan antipasi rakyat Palestina yang sedang menghadapi krisis keuangan. Pada pihak lain, meskipun diadakan kembali pemililihan, kemenangan Fatah juga sulit menjamin.

Ketiga, pemerintah koalisi yang baru harus memperoleh dukungan golongan lain. Di Palestina, kecuali Hamas dan Fatah masih terdapat belasan kekuatan bersenjata, jika mereka tidak memuas terhadap pemerintah baru, itu juga akan mengakibatkan konflik kekerasan intern yang serius.

Ke-4, pemerintah baru harus diakui masyakat internasional. Quatet Masalah Timur Tengah antara lain PBB, AS, Rusia dan Uni Eropa minggu lalu menyatakan mendukung Palestina membentuk pemerintah koalisi, sementara mengumumkan memperpanjang 3 bulan secara darurat mekanisme bantuan kepada Palestina. Akan tetapi, sikap negara-negara Barat juga berbeda-beda pada masalah pembentukan pemerintah baru Palestina. UE mengharapkan program politik pemerintah baru Palestina dapat memanifestasi berbagai tuntutan masyarakat internasional, sedang AS dan Israel menekankan, pemerintah baru harus dengan tegas mengakui Israel dan melepaskan kekerasan .

Para analis menunjukkan, kunci pembentukan pemerintah koalisi baru Palestina ialah apakah kedua pihak dapat menemukan sebuah rencana yang tidak saja memenuhi tuntutan masyarakat internasional, tapi juga tidak melanggar program politik Hamas. Selain kompromi dan konsesi kedua pihak, juga dibutuhkan daya kreatif. Pembantukan pemerintah koalisi Palestina tetap akan menempuh jalan yangberliku-liku.