Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2006-11-16 18:34:53    
Wen Tianxiang

cri

Pada akhir abad ke-13, Tiongkok mengalami perubahan mahabesar dalam sejarah. Situasi berkuasanya etnis Han di seluruh Tiongkok sirna setelah etnis nomad Mongol di bagian utara melancarkan invasi ke bagian tengah Tiongkok. Pada masa pergantian konfigurasi antara yang lama dan yang baru itu, muncullah sejumlah sastrawan yang secara sukarela bergabung dalam pasukan untuk berjuang membela tanah air. Wen Tianxiang yang kami perkenalkan dalam acara ini adalah salah seorang di antaranya.

Wen Tianxiang dilahirkan pada tahun 1236. Sejak kecil ia menerima pendidikan lumayan. Ayahnya adalah intelektual yang mempunyai banyak pengetahuan tentang astronomi, geografi, kedokteran dan kesusastraan. Terpengaruh oleh ayahnya, Wen Tianxiang juga suka membaca buku dan berminat di banyak bidang. Pada usia 20 tahun, Wen Tianxiang mengikuti ujian negara. Skripsi yang ditulisnya dalam ujian itu dipuji oleh pejabat ujian sebagai skripsi ulung yang tiada taranya. Berkat skripsi itu, Wen Tianxiang diumumkan oleh kaisar sebagai juara ujian tahun itu.

Terpengaruh oleh situasi politik waktu itu, karirnya sebagai pejabat pun tidak mulus. Waktu itu Dinasti Song yang berkuasa di bagian tengah Tiongkok selama 200 tahun lebih mulai menunjukkan gejala bobrok. Sedang etnis Mongol di bagian utara malah semakin berkembang menjadi perkasa dan mendirikan Dinasti Yuan, yang sering melancarkan serbuan terhadap bagian tengah Tiongkok, dengan ambisi mendirikan kekuasaan menggantikan Dinasti Song. Menghadapi musuh kuat itu, di pemerintah Dinasti Song ada yang mendukung pemindahan ibu kota ke selatan, ada juga yang mendukung perlawanan. Wen Tianxiang waktu itu dengan berani mengirim surat kepada kaisar supaya menghukum mati mereka yang menghasut pemindahan ibu kota, dengan maksud dapat membulatkan hati rakyat untuk berjuang melawan musuh dari Dinasti Yuan di utara. Karena keberaniannya mengajukan pendapat berkali-kali menentang pendirian takluk, ia pun berkali-kali diberhentikan dari jabatan dan berkali-kali direhabilitasi.

Tahun 1274, Dinasti Yuan mengirim 200.000 tentara menyerang Kota Lin'an (Hangzhou sekarang) yang merupakan ibu kota sementara Dinasti Song di bagian selatan. Pada saat kritis itu, pemerintah Dinasti Song menyampaikan Surat Pengerahan yang antara lain berbunyi menghimbau rakyat dan pegawai dengan berani bergabung dalam tentara untuk berjuang melawan tentara Dinasti Yuan. Wen Tianxiang yang waktu itu seorang pejabat sipil juga membulatkan tekad untuk menghimpun tentara untuk menyelamatkan negara. Berkat kewibawaannya yang tinggi, Wen Tianxiang dengan mudah menghimpun 30.000 tentara patriotik. Ia pun menyumbangkan harta bendanya sebagai perbekalan militer dan gaji tentara. Sejak itu Wen Tianxiang memulai kehidupan di kalangan militer.

Dalam pertempuran yang tak kunjung selesai itu, tentara pimpinan Wen Tianxiang berhasil menduduki kembali sejumlah wilayah, dan dengan demikian tentaranya pun mulai terkenal sebagai kekuatan tangguh melawan tentara Dinasti Yuan. Akan tetapi nasib kehancuran pemerintah Dinasti Song tetap tidak terselamatkan. Dalam suatu pertempuran, tentara Wen Tianxiang dikepung tentara Yuan yang melakukan serangan mendadak. Wen Tianxiang sebagai jenderal tentara itu tertawan sebelum sempat bunuh diri. Tak lama setelah itu, Menteri Senior Dinasti Song, Lu Xiufu putus asa atas situasi dan lantas menceburkan diri ke sungai dengan menggendong kaisar yang baru berusia 9 tahun. Dengan ini berakhir pula sejarah berkuasanya Dinasti Song. Akan tetapi, Wen Tianxiang yang tertawan oleh tentara Yuan tidak mau menyerah begitu saja. Menyadari kewibawaannya di kalangan rakyat, pemimpin pemerintah Dinasti Yuan berharap menasehati Wen Tianxiang supaya menyerah dan berbakti kepada Dinasti Yuan, agar menarik lebih banyak tenaga etnis Han, etnis utama Tiongkokk untuk berbakti kepada Dinasti Yuan. Akan tetapi Wen Tianxiang tak tergoyah sedikit pun pendiriannya biarpun ditawari jabatan tinggi. Kepada mereka yang menasehatinya supaya bertekuk lutut, Wen Tianxiang mengatakan: "Aku jujur pada negara, dan satu-satunya permintaanku adalah mati segera."

Wen Tianxiang dipenjarakan selama 4 tahun. Selama meringkuk dalam penjara, Wen Tianxiang sering menulis sajak untuk merangsang semangat perjuangan. Syair-syair karyanya selama ditahan di penjara kemudian disusun menjadi sebuah buku. Waktu itu, pemimpin Dinasti Yuan terus mengirim orang untuk meyakinkan Wen Tianxiang supaya menyerah, tapi selalu ditolak. Tahun 1283, Wen Tianxiang dibunuh. Waktu itu ia berusia 47 tahun.

Riwayat patriotik Wen Tianxiang itu selalu dihargai rakyat generasi kemudian, sedang karya sastranya juga tersebar luas, di antaranya termasuk seratus sajak, yang secara benar mencatat proses perjuangannya melawan Dinasti Yuan. Karyanya itu dipuji sejarawan sebagai "sajak sejarah". Di antara sekian banyak sajaknya, sajak Melewati Lingdingyang dan Zhengqige paling populer di antara rakyat.

Yang patut dijelaskan ialah Tiongkok merupakan satu negara dengan banyak entis. Akan tetapi, dalam sejarah feodal selama 2.000 tahun, masa berkuasa etnis Han agak panjang. Dalam pergantian pemerintahan, intelektual tradisional etnis Han memandang kekuasaan etnis minoritas sebagai rezim dari etnis yang lain, dan berjuang melawannya secara gagah berani. Sejalan dengan bergulirnya waktu, kebudayaan dari etnis-etnis berbeda pun saling bercampur, sehingga masyarakat pun berkembang menuju masa kestabilan dan kemakmuran yang baru. Dinasti Yuan setelah Dinasti Song beserta Dinati Qing yang didirikan etnis Manzu ratusan tahun kemudian semuanya mencetak kebudayaan cemerlang dalam sejarah Tiongkok.