Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2006-12-13 12:10:49    
Irak Meronta Dalam Pusaran Kekerasan

cri

Tahun 2006 yang segera akan lewat bagi rakyat Irak tak pelak merupakan satu tahun yang mengecewakan. Selama satu tahun ini situasi Irak memburuk terus , kegiatan kekerasan semakin marak dan mengganas , jumlah korban tewas maupun luka-luka meroket. Berikut kami sampaikan laporan akhir tahun dari wartawan CRI di Qatar yang berjudul: Irak Meronta Dalam Pusaran Kekerasan.  

Pada Februari tahun ini, Mesjid Ali al-Hadi, tanah suci Muslim Syiah di Irak mengalami serangan bom, dengan memicu bentrokan menyeluruh antara Muslim Syiah dan Muslim Sunni. Setelah membentuk pemerintah koalisi nasional pada Mei tahun ini, pemimpin Partai Dawa Islam dari golongan Syiah, Nuri al-Maliky telah menjadikan pemulihan keamanan dan kestabilan Irak sebagai tugas yang nomor satu pentingnya bagi pemerintah, dan telah mengemukakan serangkaian gagasan politik antara lain program kerujukan nasional, namun kenyataan membuktikan bahwa upaya-upaya tersebut tidaklah mencapai hasil yang diharapkan. Menjelang akhir tahun, momentum serangan kekerasan di wilayah Irak tetap menunjukkan peningkatan. Tanggal 30 November lalu, Presiden Amerika Bush dan Perdana Menteri Irak Maliky mengadakan pertemuan mengenai situasi Irak, dengan memilih tempat pertemuan itu di Yordania.

Sehubungan dengan itu, Guru Besar Fakultas Hubungan Internasional Universitas Qatar Muhammad Saleh Al-Musfir menilainya dengan mengatakan, mereka memilih pertemuan itu di Yordania, tapi bukan di Bagdad Ibu Kota Irak, dari hal ini dapat dibayangkan betapa buruknya situasi keamanan di Irak , sekalipun di negara itu telah ditempatkan sekitar 150 ribu tentara Amerika, tapi Presiden Bush tetap tidak berani mengunjungi Bagdad.

Menurut kalangan analis Arab, banyak sebab yang mengakibatkan goncangnya situasi Irak dewasa ini. Pertama, sebagai pihak pendudukan,Amerika Serikat selalu mencoba mengubah Irak menurut keinginannya, hal ini sudah pasti menimbulkan tentangan keras rakyat Irak khususnya dan rakyat di kawasan Timur Tengah pada umumnya, sehingga mengakibatkan semakin pasangnya gelombang serangan anti Amerika di Irak. Selain itu, dendam kesumat antar Muslim Syiah , Muslim Sunni dan orang Kurdi yang senantiasa tidak dapat didamaikan itu , ditambah semakin meruncingnya kontradiksi antar berbagai kekuatan politik dalam proses pembagian kembali kekuasaan, telah memicu bentrokan antar golongan agama dan perjuangan intern yang tak ada habis-habisnya. Menyinggung masalah tersebut, pemimpin redaksi situs web stasiun televisi Al-Jazeera , Abdulaziz Ibrahim Al Mehmoud mengatakan .

Dikatakannya, Amerika berupaya keras mengubah Irak menjadi teladan demokrasi di Timur Tengah baru, akhirnya di bawah pimpinannya, Irak membentuk pemerintah berdasarkan pembagian kekuasaan antara Muslim Syiah, orang Kurdi dan Muslim Sunni. Tapi akhirnya negara terpuruk dalam kancah perang saudara, penduduk tak berani meninggalkan rumah. Kini demokrasi ala Amerika dalam pandangan mata rakyat awam Irak adalah sinonim dari "demokrasi Bush", "pembunuhan", "pertumpahan darah"dan " sektarisme" .

Rakyat jelata Irak tak pelak adalah korban terbesar dari kegoncangan situasi. Menurut sebuah laporan PBB yang diumumkan November lalu, dalam bulan Oktober tahun ini terdapat sekitar 3700 penduduk damai Irak yang terenggut jiwanya dalam berbagai insiden kekerasan, merupakan satu bulan yang paling banyak korban tewasnya rakyat sejak pecahnya perang Irak pada tahun 2003. Dengan demikian secara akumulasi tercatat sekitar 600 ribu warga damai Irak yang tewas dalam serangan kekerasan sejak dari pecahnya perang Irak. Seorang warga kota Bagdad mengutarakan isi hatinya menjelang Hari Raya Idul Fitri Oktober lalu. (rekaman 4 ) Dikatakannya, di Bagdad menjelang Hari Raya Idul Fitri mereka tidak berani keluar rumah berbelanja karena merasa tidak aman dan takut. Mereka sangat mengharapkan lingkungan hidup yang tentram.

Perang dan kekerasan tidak hanya membuat orang Irak kehilangan hak untuk hidup secara normal, juga telah menyulitkan langkah pembangunan kembali ekonomi Irak. Kini, pemulihan ekonomi Irak berjalan lamban, pendapatan perkapita pertahunnya sejauh ini tetap mancet pada tingkat tidak cukup sepertiganya sebelum perang yang tercatat 3600 dolar Amerika.

Ketidak-stabilan situasi politik Irak juga membuat Amerika harus memberikan imbalan yang sangat tinggi. Publik pada umumnya berpendapat, hari depan Irak pada akhirnya harus ditentukan oleh orang Irak sendiri, berbagai golongan di Irak sudah seharusnya mengobarkan sepenuhnya kecerdasan politik dan semangat kerja sama di atas dasar mementingkan kepentingan situasi secara keseluruhan, dan memberikan sumbangan demi pemulihan kestabilan Irak secara definitif.