Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2007-02-12 12:26:29    
Apakah Komandan Baru Pasukan AS di Irak Dapat Tanggulangi Kekacauan di Irak?

cri

David Petraeus, komandan pasukan Amerika yang baru atau yang ketiga di Irak baru-baru ini mulai menjalankan tugasnya. Dalam upacara pelantikan di pangkalan militer Amerika di Baghdad, ia menyatakan akan mengubah strategi dan taktik tentara Amerika, dan mengomando aksi tentara Amerika di Irak dengan jalan pikiran yang baru, menangkap kesempatan untuk mengubah situasi di Irak. Tetapi, masyarakat dunia secara merata mencurigai kemampuannya untuk memenuhi komitmen tersebut.

Letnan Jenderal Petaeus yang berusia 54 tahun adalah doktor hubungan internasional, pernah ambil bagian dalam aksi militer Amerika menggulingkan rezim Saddam pada tahun 2003 sebagai Komandan Devisi Para 101. Kemudian ia ditugaskan untuk melatih pasukan keamanan Irak. Ia pernah bekerja sama dengan pemimpin kota Mosul di Irak utara dan berhasil memperbaiki situasi keamanan setempat.

Pada hari pertama menempati pos barunya, David Petraeus menyatakan akan mengambil strategi dan taktik militer baru terhadap bentrokan antar golongan agama di Irak. Menurut analis, strategi dan taktik itu antara lain: agar semua penduduk setempat memegang kartu identitas yang mengandung informasi biologi, yakni mendirikan apa yang disebut "Komunitas Kontrol Pintu"; mengubah cara pasukan Amerika sebelumnya yang segera kembali ke pangkalan setelah memadamkan kegiatan kekerasan. Tentara Amerika akan mendirikan lebih banyak kubu kecil di daerah-daerah yang paling serius bentrokan antar sekte agama, dan mengadakan kerja sama jangka panjang dengan komunitas setempat, serta melakukan patroli di daerah yang berdekatan. Untuk itu, Baghdad akan dibagi menjadi sembilan distrik, polisi dan pasukan keamanan Irak yang ditempatkan di sekitar 30 kubu akan melakukan aksi keamanan di bawah pengawasan tentara Amerika.

Namun menurut analis, apapun perubahan strategi dan taktik, tidak mungkin mengatasi masalah dari akarnya dan tidak akan dapat memcahkan masalah politik yang sulit dan rumit. Petraeus setidaknya akan menghadapi tiga tantangan:

Pertama, bagaimana menangani hubungan antara golongan Syiah dan Sunni di Irak. Ini adalah masalah yang paling sulit. Meski pemerintah Irak yang dipimpin oleh Perdana Menteri Maliki menjanjikan akan melancarkan pukulan tegas terhadap kekuatan bersenjata Suuni maupun Syiah, tapi antara dirinya dan pihak Amerika terdapat silang pendapat penting mengenai mana yang lebih penting dan lebih mendesak. Amerika selalu mengkritik pemerintah Irak tidak cukup tegas dalam menghantam kekuatan bersenjata Syiah termasuk tentara Mahdi; sedang golongan Syiah mendesak Amerika sementara memukul Al Qaeda di Irak, juga mencantumkan kekutan bersenjata Sunni sebagai sasaran pukulan yang penting. Tidak perlu diragukan, bagaimana menangani masalah hubungan dengan kedua sekte agama di Irak itu akan berkaitan dengan arah perkembangan situasi di negeri itu, namun ini sudah jauh melampaui kategori militer.

Kedua, tindakan pasukan koalisi Amerika dan Irak baik dengan menambah pasukan patroli ataupun menerapkan kartu identitas yang mengandung informasi biologi, tidak akan dapat mengunci sasaran untuk menggempurnya, juga tidak akan dapat mencegah sama sekali terjadinya peristiwa-peristiwa serangan. Selama beberapa tahun ini, pasukan Amerika dan Irak telah menggunakan segala cara untuk menghadapi anggota bersenjata sekte agama di Irak, tapi para anggota bersenjata itu selalu dapat menemukan akal untuk menghadapinya, sehingga pasukan koalisi Amerika dan Irak kewalahan menghadapinya dan peristiwa serangan tetap terjadi susul menyusul.

Ketiga, perang yang berkobar selama 4 tahun di Irak, angka korban tewas tentara Amerika yang mencapai 3.100 orang lebih, belanja militer yang mencapai ratusan miliar dolar Amerika, menimbulkan semakin banyak orang Amerika menentang kebijakan pemerintah Bush di Irak. Menurut hasil jajak pendapat terbaru di Amerika, popularitas Bush telah merosot dari 83 persen pada tahun 2002 menjadi 30 persen bulan Januari lalu, dan seruan anti perang semakin gencar. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah Bush di Irak sudah kehilangan dukungan rakyat. Dalam keadaan tanpa dukungan kuat rakyat Amerika, Petraeus akan sulit menanggulangi situasi kacau di Irak, sungguhpun ia memiliki kepandaian luar biasa.