Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2007-11-15 15:13:35    
Yin Chengzong, Maestro Pianis Tiongkok

cri

Dibandingkan dengan Li Yundi dan Lang Lang, duo pianis muda yang sudah mengibarkan namanya di panggung dunia, pianis Yin Chengzong yang berusia 66 tahun dapat dikatakan sebagai maestro pianis angkatan lama Tiongkok. Pada usia belasan tahun ia sudah meraih penghargaan dalam kompetisi piano internasional. Pada tahun 1950 sampai 60-an, Yin Chengzong memperkenalkan musik klasik Barat kepada para pendengar Tiongkok. Selain itu, kemampuannya juga sudah mencapai taraf cukup tinggi dalam memainkan musik tradisional Tiongkok dengan piano. Berikut mari kita kenal Yin Chengzong dengan lebih dekat.

Tahun 1941, Yin Chengzong dilahirkan di Gulangyu, Kota Xiamen, Provinsi Fujian, Tiongkok Tenggara. Waktu itu tempat kelahirannya merupakan tanah konsesi negeri asing. Pada masa kanak-kanaknya, suara dentingan permainan piano yang mengalun dari gereja memberikan pencerahan pertama kepadanya tentang musik. Sejak itu ia sering duduk di pinggir piano sambil mendengarkan permainan piano tanpa bergerak sedikitpun. Bahkan, kadang-kadang ia duduk begitu saja seharian suntuk, karena rasa tertariknya yang begitu besar terhadap musik. Karena keterbatasan kondisi keluarganya, ia tidak memperoleh bimbingan profesional dalam memainkan piano. Di usianya yang ke 12, dengan dorongan seorang guru musik setempat, Yin Chengzong mengambil keputusan untuk mempelajari musik ke Shanghai, kota terbesar Tiongkok di bagian timur. Jalan penuh kesulitan itu akhirnya mengubah hidupnya.

"Gulangyu adalah buaian bagi saya dalam proses belajar main piano, akan tetapi tidak adanya guru musik yang profesional, memaksa saya meninggalkan kampung halaman untuk mewujudkan impian menjadi pianis profesional. Pada waktu itu, saya menumpang sebuah truk dan berjalan empat hari lamanya baru bisa melihat kereta api. Langkah itu merupakan langkah yang menentukan bagi saya. Kalau saya tidak melangkah ke luar dari kampung halaman, barang kali main piano hanya menjadi sebuah hobi saja."

Setelah tiba di Shanghai, Yin Chengzong menerima pendidikan main piano di Sekolah Menengah Afiliasi Konservatori Musik Shanghai. Melalui rajin latihan selama beberapa tahun, Yin mulai menunjukkan bakatnya sebagai pianis muda. Tahun 1959, ia keluar sebagai juara dalam kompetisi piano Festival Pemuda Dunia yang diadakan di Wina. Ini memberikan dorongan sangat kuat kepada Yin Chengzong, sehingga ia menjadi lebih rajin belajar main piano. Dua tahun kemudian, ia dikirim ke Konservatori Musik Leningrad Uni Soviet untuk melanjutkan studinya dengan berguru kepada pianis terkenal Tatiana Kravchenko. Tahun 1962, Yin Chengzong tampil sebagai jawara nomor dua dalam kompetisi musik internasional Tchaikovsky.

"Uni Soviet pada waktu itu berada pada puncak kesenian dunia pada tahun 1960-an. Belajar di negeri itu membuka cakrawala luas bagi saya."

Sekembalinya dari Uni Sovyet, Yin Chengzong sempat diterima oleh Ketua Negara Mao Zetong. Mao menganjurkan agar Yin Chengzong menciptakan musik yang berciri khas Tiongkok. Sejak itu, Yin mencoba menggubah sejumlah musik tradisional dan musik opera menjadi musik yang dimainkan dengan piano. Tahun 1969, ia mendominasi penciptaan konserto piano Sungai Kuning (sungai ibu Tiongkok) di atas dasar Lagu Paduan Suara Sungai Kuning yang diciptakan komponis Xian Xingghai untuk menginspirasi rakyat untuk berjuang melawan agresi Imperialisme Jepang.

Untuk menciptakan konserto piano tersebut, Yin Chengzong khusus datang ke tepi Sungai Kuning di bagian utara Tiongkok untuk mendalami kemegahan sungai tersebut. Pada tahap terakhir penciptaan, Yin Chengzong menutup dirinya di rumah selama tiga hari tanpa melangkah ke luar untuk mengerjakan karya konserto piano Sungai Kuning. Namun, nasib sial menghampirinya. Menjelang pertunjukan, jarinya menderita infeksi. Untuk menjamin kelancaran pertunjukan, ia tiap hari memaksakan diri merendam jarinya dalam obat cair anti infeksi. Dan pertunjukannya pun mendulang kesuksesan. Di tengah alunan musik konserto Sungai Kuning, atmosfer saat itu penuh dengan kegairahan seorang pianis. Puluhan tahun sejak itu, konserto piano Sungai Kuning menjadi karya representatif Yin Chengzong. Tahun 2005, yaitu genap 60 tahun kemenangan perang antifazis, 50 lebih negara di dunia memainkan atau menyiarkan konserto piano tersebut.

Tahun 1983, Yin Chengzong pindah ke New York, AS. Awalnya, hidupnya di negeri asing itu tidak begitu lancar. Karena khawatir permainan piano akan mengganggu tetangganya, ia berkali-kali berpindah rumah. Setelah mengalami jalan berliku-liku, ia baru menemukan satu rumah yang cocok. Suara permainan pianonya selalu menarik pejalan kaki untuk berhenti dan mendengarkan. Begitu lagu selesai dimainkan, sering terdengar tepuk tangan dari pejalan kaki di luar jendela rumahnya. Yin Chengzong mengatakan, menetap di AS telah membuka jalannya sebagai pianis.

"New York adalah pusat kebudayaan dunia dewasa ini. Banyak seniman, pianis dan rombongan musik top dunia berkumpul di sana. Di New York, saya tidak hanya bergaul dengan pianis aliran Rusia, tapi juga pianis aliran lainnya di dunia. Ini patut disebut sebagai titik permulaan yang baru."

Di AS, Yin Chengzong dua kali mengadakan pertunjukan solo di Aula Musik Carnegie. Media memuji permainannya dan menjulukinya sebagai "pianis terbaik Tiongkok". Ia juga menjabat sebagai profesor di Konservatori Musik Cleveland. Ia juga berkali-kali diundang sebagai anggota juri kompetisi piano kaliber dunia. Banyak siswa asuhannya telah meraih hadiah dalam kompetisi piano internasional yang penting.

Mengenang kembali masa lalunya, Yin Chengzong dulu suka memandang remeh kegagalan maupun keberhasilan yang dicapainya. Ia mengatakan, tiap orang harus mencintai sesuatu, dan hanya dengan demikian ia baru bisa menemukan kekuatan yang dapat menunjangnya. Bila menghadapi kegagalan, ia akan duduk di depan piano, dan lupa akan apa saja. Ia sering menganjurkan siswanya supaya selalu berfokus pada hal-hal yang dikerjakannya untuk mencapai kesempurnaan.