Perkenalan tentang CRISiaran Bahasa Indonesia
China Radio International
Berita Tentang TK
Berita Internasional
Fokus Ekonomi TK
Kehidupan Sosial
Olahraga
Serba-serbi

KTT ASEAN

Kunjungan Hu Jintao Ke Lima Negara Asia dan Afrika

Kunjungan Jurnalis CRI ke Guangdong

Hu Jintao Hadiri KTT G-20 dan APEC serta Lawat ke 4 Negara

Olimpiade Beijing Tahun 2008
Indeks>>
(GMT+08:00) 2007-11-26 12:39:19    
Memburu Impian Di Tiongkok

cri

Saudara pendengar, sejak terjadinya reformasi dan keterbukaan, ekonomi Tiongkok berkembang dengan pesat. Sementara itu, kebudayaan timur yang penuh misteri ikut menarik perhatian banyak orang asing. Mereka ke Tiongkok untuk belajar, bekerja, bahkan ada yang untuk tinggal menetap. Meskipun mereka mengalami berbagai kesulitan karena kebudayaan yang berbeda, dan susahnya menguasai bahasa Tionghoa, namun masih banyak orang yang tetap memburu impian mereka di Tiongkok. Dalam Ruangan Kehidupan Sosial pekan ini, kami akan menampilkan satu orang asing bernama Fabien Colombo asal Swiss. Fabien yang adalah sosok pemalu datang mengunjungi Yangsuo, Guangxi, dan bekerja sebagai guru bahasa Inggris. Fabien yang tadinya sama sekali tidak mengenal kebudayaan Tiongkok, sekarang menjadi seseorang yang berpengetahuan luas mengenai Tiongkok

Saudara pendengar, banyak orang berpandangan bahwa Yangsuo, Guangxi adalah tempat yang paling indah. Bagi Fabien, Yangsuo ialah tempat ia memburu impiannya. Menyinggung soal perasaannya saat pertama kali tiba di Yangsuo, ia mengatakan:

"Pada tahun 2001 adalah saat saya pertama kali datang ke Yangsuo. Karena merasa bosan dengan pekerjaan di Swiss, maka saya putuskan untuk berlibur selama enam bulan."

Sejak akhir abad lalu, ekonomi Tiongkok memang telah berkembang dengan kuat dan mantap. Lingkungan damai yang penuh toleransi di Tiongkok, terlihat semakin nyata di mata internasional, sehingga menarik semakin banyak orang asing datang ke Tiongkok. Fabien pun ingin sekali bertamasya ke negeri yang penuh misteri itu. Ia mengatakan:

"Saya sangat terkejut waktu saya tiba di Hongkong yang dipenuhi berbagai gedung pencakar langit dengan populasi yang mencapai tujuh juta orang. Sedangkan populasi di kampung halamanku hanya 800 orang,"

Setelah tiba di Yangsuo, Fabien segera tertarik dengan kehidupan lugu dan tenteram di Yangsuo. Meskipun demkian, Yangsuo banyak dihuni oleh banyak orang asing, karena itu Fabien tidak merasa kesepian.

Dibandingkan di masa awal reformasi dan keterbukaan Tiongkok, orang asing tidak lagi terbatas hanya ada di Beijing dan Shanghai, tapi sekarang banyak orang asing yang juga bertamasya ke daerah lain.

Fabien sangat menyukai Yangsuo, dan ia merasa momen bahagia selalu berlalu dengan cepat. Berdasarkan peraturan yang ditetapkan Swiss, ia harus kembali ke Swiss. Akan tetapi, ia tidak bisa melupakan Yangsuo. Sejak itulah, sebuah impian memenuhi sanubari Fabien.

Pada tahun 2003, Fabien datang lagi ke Yangsuo sebagai seorang guru bahasa Inggris. Dan sejak itu, ia tidak lagi meninggalkan Yangsuo, tempat ia bertemu dengan pujaan hatinya, seorang perempuan lokal bernama Tang Jing. Mengenai kekasihnya itu, Fabien mengatakan:  

"Yang saya perhatikan dari dirinya ialah sikapnya terhadap pekerjaan. Ia selalu memperlakukan orang lain dengan sikap sama derajat. Meskipun orang itu adalah bosnya, atau hanya orang asing yang tersesat di jalan, ia selalu memperlakukan mereka dengan tulus hati."

Meskipun mempunyai latar belakang kebudayaan yang berbeda, namun yang penting bagi sepasang kekasih ini adalah budi masing-masing.

Fabien adalah anak tunggal dan orangtuanya selalu menentang keputusannya menetap di Tiongkok, karena itulah mereka tidak pernah datang ke Tiongkok.

Sebuah angket menunjukkan, 36% responden asing baru mengetahui bahwa tidak semua bangunan di Tiongkok adalah bangunan kuno. Setelah datang ke Tiongkok, 22% responden asing berpikir bahwa semua orang Tiongkok mampu bermain silat, sedangkan 11% responden asing berpikir bahwa semua orang Tionghoa bisa menyanyi opera Peking.

Pada tahun 2006, akhirnya orangtua Fabien bersedia datang ke Tiongkok untuk melihat kota Yangsuo. Orangtua Fabien juga sangat menyukai Tang Jing. Mereka melihat bahwa Fabien sangat senang dan bahagia tinggal di Tiongkok, karena itulah mereka bisa berlega hati.

Saat baru pertama kali tiba di Yangsuo, salah satu perbedaan budaya yang dialami Fabien adalah soal pemberian angpao yang menjadi adat isitadat di Tiongkok. Sebelumnya ia tidak paham soal itu, dan sekarang Fabien pun sudah menyiapkan angpao untuk menyambut hari raya tradisional.

Fabien juga suka berbincang-bincang dan suka bergaul dengan orang lain. Di Yangsuo banyak orang asing seperti Fabien dan kesamaan di antara mereka adalah memiliki rasa cinta terhadap tempat tersebut, dan ingin menemukan impian mereka di Tiongkok.

Yangsuo dan banyak kota lainnya di Tiongkok membuka diri dan menerima para pemburu impian yang datang dari berbagai belahan dunia.