Saudara pendengar, seiring dengan semakin banyaknya perusahaan Korea Selatan yang menanam modal di Qingdao, Shandong, Tiongkok Timur, sekarang Qingdao berangsur-angsur menjadi tempat pemukiman orang Korsel terbesar di Tiongkok. Kehidupan bahagia orang Korsel di Qingdao yang rajin bekerja, menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam usaha mendorong perkembangan ekonomi lokal. Pada acara pekan ini, kami akan angkat kisah hidup dan pekerjaan orang Korsel di Qingdao.
Saudara pendengar, 100 lebih murid yang menuntut ilmu di sekolah internasional Xiaolong di Qingdao adalah anak dari keluarga Korea yang menetap di Qingdao. Biasanya di waktu luangnya, mereka belajar bahasa Inggris. Anak-anak itu dengan bahasa Inggris, Korea dan bercampur dengan bahasa Mandarin, menceritakan kehidupan bahagia mereka di Qingdao.
Beberapa tahun terakhir ini, semakin banyak orang Korsel datang bekerja ke Qingdao. Kini terdapat sekitar 100 ribu orang Korsel yang menetap di Qingdao dan menjadikan tempat ini sebagai kampung halaman kedua mereka.
Lee Sung Hoon yang berumur 10 tahun sudah lama tinggal di Qingdao bersama orangtuanya. Ia bisa berbicara dalam bahasa Korea, Inggris dan Mandarin dengan lancar. Ia menganggap dirinya sebagai orang Qingdao tulen. Dikatakannya:
"Ibu bilang bahwa saya pernah datang ke Qingdao waktu saya masih di dalam perutnya. 100 hari setelah saya dilahirkan, kami kembali lagi ke Qingdao. Di Korsel kami tidak punya rumah sendiri. Saya sangat suka rumah di Tiongkok, di sinilah rumah kami."
Anak-anak Korsel seperti Lee Sung Hoon cukup banyak di Qingdao. Sejak balita mereka sudah datang ke Tiongkok. Bahkan ada yang dilahirkan di Tiongkok. Mereka bergaul dengan anak-anak Tiongkok, main mainan Tiongkok, dan menonton film kartun Tiongkok. Bagi mereka Tiongkok bukanlah negara asing, namun kampung halaman mereka.
Yang Yong Kyu adalah pendiri sekolah internasional Xiao Long. Mengenai alasan yang memotivasi dirinya mendirikan sekolah itu, ia katakan:
"Sebenarnya, di Korsel saya punyai usaha sendiri. Namun, temanku sering bicara soal menanam modal di Tiongkok. Kemudian suatu hari saya datang ke Qingdao, dan saya melihat iklim Qingdao sangat bagus, lingkungan investasinya pun cukup baik. Karena itu, saya memutuskan untuk menanam modal di Qingdao."
Di rumahnya di Seoul, Yang Yong Kyu membuka sekolah perempuan. Dan saat ia mendirikan sekolah internasional di Qingdao, ia memilih nama Xiaolong untuk sekolahnya itu. Dikatakannya:
"Sejak zaman dulu Long atau Naga adalah lambang Tiongkok dan saya berharap dapat mendekati Long Tiongkok itu. Murid-murid disini adalah adalah anak-anak. Sekarang mereka adalah Xiaolong atau Naga kecil, dan nantinya mereka akan menjadi Long Besar di masa depan dan menjadi harapan negara."
Yang Yong Kyu telah menetap di Qingdao selama empat tahun. Ia mempunyai banyak teman orang Tiongkok. Di waktu luangnya, ia sering minum teh atau main golf dengan mereka. Kehidupannya di Qingdao bisa dibilang cukup santai. Anak pertamanya dilahirkan di Qingdao dan diberi nama Yingmin, dengan harapan agar anaknya tumbuh menjadi seorang pemberani dan rajin seperti rakyat Tiongkok dan Korsel.
Isteri Yang Yong Kyu adalah seorang gadis Korea dan bernama Kwon Young Jin. Sebelum ia datang ke Tiongkok, ia sangat khawatir soal lingkungan, iklim, makanan, dan keamanan. Dengan banyak pertanyaan di benaknya, ia merasa ragu untuk datang ke Qingdao bersama suaminya. Tapi setelah empat tahun menetap di Qingdao, sekarang ia merasa tenang dan senang tinggal di Qingdao. Dikatakannya:
"Sebelum ke Tiongkok, banyak teman memberitahu bahwa tidak mudah hidup di Tiongkok. Tapi saya merasa nyaman di Qingdao. Saat kembali ke Korea, belum sampai seminggu saya sudah ingin pulang ke Tiongkok."
Yang Yong Kyu dan isterinya sangat puas dengan kehidupan mereka di Qingdao. Saat ini mereka masih tinggal di rumah kontrakan. Ia berharap suatu saat nanti dapat membeli rumah di Qingdao. Yang Yong Kyu dan istrinya berencana menetap di Qingdao. Cukup banyak keluarga seperti Yang Yong Kyu dapat ditemukan di Qingdao. Menurut statistik, kini perusahaan modal Korsel di Shandong tercatat ada 10 ribu, dan di Qingdao ada 6 ribu lebih. Orang Korsel menyukai Shandong, karena letak geografis dan kebudayaannya yang mirip. Orang-orang Shandong yang ramah-tamah dan terbuka itu membuat orang Korsel betah hidup di Shandong. Karena kebudayaannya yang mirip, orang Korsel pun dapat cepat berbaur dengan masyarakat Tiongkok. Selain itu, perkembangan dan perubahan Tiongkok ikut mempengaruhi kehidupan mereka.
|